Share

5. His Home

Seusai makan dan sedikit merecoki Shenna, Kenneth memohon untuk diantar pulang. Tentu saja mendapat penolakan dari Shenna. Namun, bukan Kenneth namanya kalau tidak memiliki cara meluluhkan Shenna. Butuh perjuangan keras agar Shenna mau mengantarnya pulang. Shenna terus bersikeras tak mau karena Kenneth terlalu berlebihan sampai minta diantar pulang. Padahal sama saja, mereka akan naik taksi online. Shenna tidak punya kendaraan pribadi. Sehari-hari pun naik taksi atau ojek online. 

Akan merepotkan kalau Shenna harus mengantar Kenneth. Selain itu, juga buang-buang waktu dan uang. Sungguh, Shenna benci harus terlibat dengan putra semata wayang Marcel ini. Baru saja ia memberikan simpati, sudah dibuat kesal lagi.

"Ayo, dong. Masa tega biarin gue pulang sendiri? Gimana kalau gue diculik orang?" Kenneth memohon untuk yang kesekian kali. 

"Nggak akan ada yang mau culik lo." 

"Banyak, tau, yang mau nyulik gue!" bantah Kenneth cepat. Ia mendengkus kencang sambil bersedekap di depan dada. "Gue ini orang penting. Banyak musuh Daddy yang ngincer gue. Jadi, lo harus berbaik hati buat nganterin gue pulang. Seenggaknya kalau lo nggak mau mengantar gue sebagai anak dari laki-laki yang lo taksir, anterin gue sebagai orang asing yang minta pertolongan. Mau, ya? Please, please, please." 

Oh, Tuhan. Shenna bisa cepat tua kalau terus berhadapan dengan Kenneth. Anak yang sedang masa peralihan memang menguras banyak emosi. Ada-ada saja permintaannya. 

"Sejak kapan gue naksir Marcel?" ketus Shenna. 

"Nggak usah denial gitu, dah. Semuanya keliatan jelas. Anak kecil aja tau kalau lo naksir Daddy." 

"Fitnah!" 

"Ya udah. Oke, fitnah. Tapi, please, anterin gue pulang," timpal Kenneth. Kembali melontarkan permohonan. 

Kenneth tidak berhenti memohon sampai akhirnya Shenna lelah. Mendengar celotehan Kenneth lebih melelahkan dibanding bekerja di balik kubikel seharian. Setelah diberi makan, suara Kenneth jadi nyaring seperti biasa. Padahal tadinya lemas tak berdaya. Shenna jadi sedikit menyesal. 

Shenna mengalah. Ia menuruti kemauan Kenneth dan terpaksa duduk di dalam taksi online yang akan mengantar mereka ke kediaman Marcel. Di kepala Shenna ada banyak pertanyaan yang mulai muncul. Kebanyakan tentang Marcel dan perasaannya. Apakah duda anak satu itu benar-benar serius menyukai Shenna? Atau hanya menjadikan Shenna sebagai mainan saja? 

Selalu pertanyaan itu yang berputar di benak Shenna. Belakangan ini terjadi beberapa hal tak masuk akal. Salah satunya Marcel yang menunjukkan ketertarikan pada gadis seperti Shenna. Bukan merendah, tetapi masih banyak gadis yang lebih cantik dari Shenna di luar sana. Meski Shenna akui ia memang cantik. Namun, masih insecure jika disandingkan dengan jajaran wanita karir di luaran sana. 

Lamunan dalam benak Shenna kemudian buyar ketika sudah sampai di depan gerbang kediaman Marcel. Dari sini terlihat sebuah rumah dengan luas kurang lebih satu hektar berdiri kokoh. Terlihat banyak pepohonan hijau di sekeliling rumah. Juga bunga yang terlihat sangat terawat. Diam-diam tumbuh rasa takjub dalam relung Shenna. Lalu dengan cepat merasa tak pantas berpikir bahwa Marcel akan rela mengejar dirinya. Rumah tempat lelaki itu tinggal saja sudah menjelaskan. Marcel bisa mendapat wanita yang lebih cantik dari Shenna kalau dia mau. 

"Anterin sampai dalam, dong. Hehehe." Ucapan Kenneth barusan membuat Shenna mendengkus. 

"Masuk sendiri. Udah sampai depan gini. Takut apa lagi?" kata Shenna. 

"Sekalian mampir. Siapa tau Daddy udah pulang." 

"Gak usah. Makasih." 

"Ayo, doooong," rengek Kenneth. 

"Ya udah, ya udah. Sebentar aja." 

Shenna mengiyakan bukan murni karena permintaan Kenneth. Namun, ada sisi lain dalam diri Shenna yang penasaran setengah mati dengan apa saja yang ada dalam rumah Marcel. Kesempatan Shenna memasuki rumah bak istana ini mungkin tak akan ada lagi. Anggap saja seperti kunjungan untuk menghibur kemiskinannya. 

Untuk masuk ke rumah besar itu, Shenna harus berjalan sekitar 10 meter dari gerbang. Lalu di sisi sebelah kanan rumah ada garasi besar berisi mobil dan motor gede. Sudah pasti milik Marcel. Ternyata Marcel tidak berbeda dengan orang kaya kebanyakan. Mengoleksi banyak kendaraan, tetapi hanya dijadikan pajangan di garasi. Shenna tersenyum getir. Untuk membeli satu kendaraan saja Shenna harus menekuni dua pekerjaan. Namun, di sini malah banyak kendaraan menganggur. 

Meninggalkan garasi yang penuhi koleksi Marcel, Shenna dibawa masuk ke ruang tamu dengan desain interior elegan. Karpet beludru melapisi lantai yang ia jadikan pijakan. Mata Shenna juga dimanja oleh lukisan dan ornamen di ruangan tersebut. Benar-benar menghibur kemiskinan Shenna. 

"Ngapain diem? Ayo ke atas!" tegur Kenneth ketika Shenna tengah asyik mengagumi interior ruang tamu. 

"Kenapa ke atas?" 

"Liat kamar gue, lah. Atau mau house tour sekalian? Kalau berhasil sama Daddy, kan, nanti bakal tinggal di sini juga." 

"Nggak, deh. Gue bilang tadi, kan, sebentar aja," tolak Shenna. Ia juga tak mau terlihat kampungan kalau terlalu lama di sini. Shenna memang termasuk golongan menengah ke atas, tetapi rumah ini sungguh sangat kontras dengan apartemen yang ia tinggali. 

Namun, ketika Shenna hendak berbalik, ia malah disambut oleh wajah panik Marcel. Lelaki itu kemudian terkejut karena mendapati kehadiran Shenna di sana. Tidak lama. Karena Marcel langsung fokus pada Kenneth. Seharian ini Kenneth tidak bisa dihubungi, padahal biasanya Kenneth selalu membuat ponsel Marcel jadi berisik karena notifikasi. Marcel jadi tidak bisa berpikir jernih. Takut terjadi sesuatu pada Kenneth. 

Dengkusan kencang terlontar dari Marcel. "Kenneth," panggilnya dengan nada rendah. Mengundang keresahan pada Kenneth dalam seketika. 

"Halo, Dad?" Cengiran tanpa dosa itu langsung terlukis di wajah Kenneth. Berharap ampuh untuk menenangkan Marcel. Sementara Shenna kembali dibuat bingung oleh sepasang ayah dan anak tersebut. 

Apa lagi sekarang? Batin Shenna menjerit lelah. 

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status