Share

Bab 4

Penulis: Chocoberry pie
last update Terakhir Diperbarui: 2024-09-20 21:46:32

“Aargh!” 

Aku tak sempat meraih dahan lain dan jatuh begitu saja tanpa bisa melakukan apapun. Pasrah! 

Tapi … kenapa tanah yang seharusnya keras itu tidak menghantamku. Justru badanku seperti … melayang di udara. Sungguh nggak masuk di akal. Aku nggak bisa terbang. Dan nggak mungkin bumi tiba-tiba saja kehilangan gaya gravitasinya. 

Kubuka mataku perlahan dan sungguh terkejutnya aku, saat melihat wajah Pak Jonathan yang begitu dekat denganku. 

Iya! Itu benar-benar dia! Bahkan dia sudah menyelamatkan aku dengan menangkap tubuhku tadi. 

Baru kali ini aku melihat wajahnya dengan begitu dekat. Kulitnya yang bersih terawat, hidungnya yang runcing dan jakunnya.

Aku segera melompat turun dari gendongannya. Ini sama sekali nggak lucu. Apa yang ada di dalam pikiranku?

Sebentar lagi, pasti aku bakalan dengar ceramah panjang dari papa dan si simba. Dan itu berarti aku nggak akan sempat kabur sebelum calon suami yang ditunggu papa datang.

“Alea! Kamu ngapain di kebon?” tanya papa yang baru sekarang muncul. 

“Nemenin nyamuk, Pa. Kasihan nggak ada yang ngajak berantem,” sahutku cepat saking inginnya segera berlalu dari hadapan mereka.

Aku bisa melihat Pak Jonathan menahan tawanya. Ah … emang gue pikirin. Dia mau ketawain kekonyolan tadi juga, aku nggak peduli. 

Baru saja ku ayunkan kakiku tiga langkah menjauh dari mereka, suara papa kembali terdengar. “Alea.” 

Terpaksa aku menghentikan langkahku. 

“Kamu bawa ransel, mau kemana?” 

Pertanyaan itu langsung membuat jantungku berdebar lebih kencang. Bagaimana jika papa tahu kalau aku berniat untuk minggat malam ini. Dia pasti akan marah, dan yang lebih parah lagi Pak Jonathan pasti semakin membuat kemarahan papa bertambah seribu kali lipat dengan ceritanya tentang kenakalanku di sekolah. 

“Belajar bersama,” sahutku setelah jeda berpikir cukup lama untuk mencari alasan yang paling tidak mencurigakan. 

“Tapi kenapa ranselnya sebesar itu?” serang papa lagi.

“Alea takut kemalaman pulangnya, jadi sekalian bawa peralatan mandi dan seragam buat sekolah besok,” kali ini aku mengatakan hal yang sejujurnya. Sudah kepalang basah, 

Aku nggak bisa menghindar lagi.

“Kenapa nggak lewat pintu?” Pak Jonathan tiba-tiba saja ikut bersuara. “Kamu tahu gunanya pintu kan? Kenapa harus panjat pohon?”

Aku membalikkan badanku, memberanikan diri menatap guru pengampu matematikaku itu. Dia terlihat berbeda. Penampilannya sama sekali berbeda saat ini. Dia tidak memakai seragamnya yang membosankan, tapi memakai kaos ketat berlapis kemeja santai dengan celana soft jeans yang membuatnya terlihat jauh lebih muda. 

“A–aku ….” Tentu saja aku nggak mungkin bilang kalau aku mau minggat. “... cuma mau … bawa beberapa mangga buat oleh-oleh.” 

Aku menarik sudut bibirku, memberinya seulas senyum kemenangan karena berhasil menemukan sebuah jawaban lainnya. 

“Sudahlah, Alea. Hari ini belajar di rumah saja. Lagipula kamu nggak mungkin ninggalin calon suami kamu,” ucap papaku, “kalian harus saling kenal dan mendekatkan diri sebelum pernikahan kalian.” 

Aku segera mengedarkan pandanganku. Tapi seluas apapun kutebarkan pandanganku, tak ada orang lain selain kami bertiga. “Papa ngeledek, ya? Calon suami Alea invisible gitu, macem X-Man? Alea nggak liat siapa-siapa selain kita bertiga.”

“Iya. Dia Jonathan, calon suami kamu.”

“Hah!” teriakku saking terkejutnya. 

“Udah, nggak usah melototin papa gitu,” tegur papa.

“Kok Papa nggak bilang kalo calon suami Alea itu  si sim … euh, Pak Jonathan,” protesku. 

“Kamu kan sejak kemarin nggak mau dengerin papa,” sahut papaku. 

Aku merengut kesal. Seandainya papa tahu kalau hubunganku dengan Pak Jonathan bahkan sangat buruk. Tapi … ah, pasti papa tetep belain simba. 

“Apa Papa nggak tahu kalo Pak Jonathan itu guru Alea di sekolah?” tanyaku. Sepertinya aku bisa memanfaatkan hal ini untuk membatalkan perjodohanku. 

“Tahu. Jonathan sudah memberitahu papa semuanya.” 

Aku benar-benar terperangah. Apa ini yang dinamakan solidaritas sesama lelaki? Bagaimana bisa mereka begitu kompak hingga membuatku terpojok seperti ini. 

“Alea nggak mau, Pa,” sahutku cepat, “Alea nggak bisa. Gimana kalau semua teman-teman Alea tahu? Gimana kalau mereka jadiin hal itu sebagai bahan candaan mereka? Gimana kalau ….” 

“Gimana kalau kamu dan Jonathan sama sama diam. Mana mungkin semua yang kamu cemaskan itu terjadi jika tak satupun dari kalian menceritakan hal yang sebenarnya,” putus Papa. 

“Hah!” 

Tiba-tiba kulihat Pak Jonathan menggelengkan kepalanya. Sepertinya ia juga tidak menyukai ide ini. Perjodohan di jaman semodern ini, tentu saja lelaki seperti Pak Jonathan akan menolaknya.

“Sebenarnya aku juga tidak ingin menikahi putri Bapak.” 

Ucapan itu sontak membuat papa terkejut. “Bukannya kemarin kita sudah membicarakan semuanya?”

“Aku rasa Alea itu tidak akan bisa menikahi siapapun. Dia itu manja, pemalas, pemarah dan …” 

“Nah, kan. Apa Alea bilang. Kita berdua sama sekali nggak cocok, Pa. Pak Simba tiap hari kerjaannya cari gara-gara sama Alea. Dia hobi banget emang, kasih hukuman buat Alea,” potongku sebelum lelaki itu menceritakan semuanya. 

“Simba?” Ulang papaku seolah mendengar sebuah kata yang aneh.

“Euh … dia kan emang galak macem singa itu. Simba,” sahutku dengan memasang mimik muka polosku, “hobinya loh, marah-marah nggak jelas.” 

Sumpah! Itu nggak sengaja. Aku keceplosan saking emosinya menceritakan sifat laki-laki di depanku yang tampak seperti bunglon di hadapan papa. 

Rasanya ingin aku menghilang atau bersembunyi di balik pohon tomat. Tapi percuma, mereka sudah terlanjur menatapku seakan ingin menelanku hidup-hidup. 

“Jadi kamu rupanya yang kasih julukan itu di sekolah.” Dari suaranya, Pak Jonathan terdengar gusar. 

“Seperti janji yang kakek kalian berdua ikrarkan. Papa harap kalian berdua bisa saling mengisi, menjaga dan mencintai,” tutur papaku seolah ucapanku tak berarti apapun baginya. 

“Nggak mau, Pa. Alea masih mau sekolah, ngerasain namanya pacaran dan senang-senang. Ini hidup Alea, Papa nggak bisa acak-acak hidup Alea seenak Papa. Alea bukan kucing peliharaan Papa. Alea ini manusia, Pa.” 

“Justru karena kamu itu anak Papa, maka Papa mau kamu nikah sama Jonathan. Kamu bisa pacaran, senang-senang atau apapun juga dengan suamimu walaupun sudah menikah,” jawab papa, “dan papa nggak perlu cemas kalau kamu bakal dirusak oleh pergaulan nakal anak jaman now, karena ada Jonathan di sisimu.” 

“Pa!” teriakku kesal, “tapi Alea nggak mau. Alea cuma mau nikah sama laki-laki pilihan Alea. Titik!”

Aku segera berlari masuk kembali ke dalam kamarku. Lelah rasanya berdebat dengan papa yang sikapnya otoriter. Dia hanya mau didengar, dipatuhi, tanpa mau mendengar pendapatku. 

“Alea!” 

Kuabaikan teriakan itu dan masuk ke dalam kamarku.

Beberapa saat kemudian, terdengar ketukan di pintu kamarku. Aku yakin papa pasti masih ingin membahas hal yang sama. 

“Alea, ada yang mau aku bicarakan.”

Mendengar suara Pak Jonathan, jantungku tiba-tiba berdebar. Aku tahu dia tidak bisa menghukumku karena posisinya tidak sedang di sekolah saat ini. Tapi aku tidak bisa mengendalikan jantungku yang entah kenapa justru berdegup kencang. 

“Alea, berikan aku kesempatan bicara denganmu

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Komen (8)
goodnovel comment avatar
Viva Oke
tu kan bener Simba alias pak Jonathan yg dijodohkan dengan Alea..eh Alea bersyukur tuh GK jadi civm tanah udh ditangkap pak Jo
goodnovel comment avatar
Nurhayati
syok gak tuh begitu tau ternyata calon suami adalah pak Jonathan lea?? pasti lebih berwarna deh saking seringnya berdebat . wkwkwk...
goodnovel comment avatar
annisa syifa
haha...ketahuan dong kamu sekarang alea ,kalau kamu kasih julukan buat pak Jhonatan 🫢🫢 awas aja siap siap dapat hukuman yg lebih berat
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terbaru

  • Menikahi Guru Killer   Bab 142

    Kurasakan hangatnya hembusan napas di leherku. Seperti menyapu di setiap inci kulit leherku, memagut dengan liar bersama napasnya yang memburu. Tangannya dengan gesit menarik lepas kaos berukuran jumbo yang kupakai. Gegas aku menyilangkan kedua tanganku, menutupi sepasang gundukan kenyal, tempat Kiara biasa mendapatkan nutrisinya. “Kamu makin seksi, Alea.” “Ish! Emang dulu enggak?” “Semakin berisi dan menggemaskan,” godanya sembari menarik tanganku yang berusaha menyembunyikan puncak dadaku. Bagian berwarna merah itu saat ini sedang membengkak lebih dari biasanya karena Kiara sering kali menggigitnya, dan aku malu untuk sekedar memperlihatkannya. Tapi … Pak Jonathan justru tersenyum saat melihatnya. Dan, sumpah! Itu membuatku semakin nggak percaya diri. Tapi lagi-lagi Pak Jonathan justru menahan tanganku agar aku tak bisa lagi menyembunyikannya. Tangannya menggapai dan mengusap di puncaknya, menciptakan sensasi yang membuatku tak mampu menahan desah yang keluar dari bibirku.Sen

  • Menikahi Guru Killer   Bab 141

    Suara tangis itu menyadarkan aku. Samar kulihat bayi dengan kulitnya yang merah menangis dengan kencangnya. “Bayi perempuan yang cantik. Semuanya lengkap, sempurna.” Seorang perawat memperlihatkan bayi itu kepadaku. Namun aku merasa tanpa daya, bahkan untuk mengucapkan sebuah kata. Ingin kusentuh makluk mungil itu, namun aku tak sanggup untuk meraihnya. Mungkin efek dari anestesi itu benar-benar kuat di tubuhku. Dan aku kembali ke alam bawah sadarku.Saat aku terjaga, aku telah berada di dalam ruang kamar inapku. Ruangan dengan wallpaper bernuansa merah jambu itu seperti sengaja di desain untuk penghuninya. Rasa dingin itu terasa sampai ke tulangku. Aku benar-benar menggigil seperti sedang berada dalam lemari pendingin. Bahkan selimut yang menutup tubuhku seperti tak berarti. “Alea … kamu sudah sadar?” tanya Pak Jonathan sembari menggenggam tanganku. Wajahnya terlihat sangat cemas. “Dingin,” ucapku. Pak Jonathan segera menekan tombol di dinding untuk memanggil tenaga medis.“Ap

  • Menikahi Guru Killer   Bab 140

    “Dia menendangku! Aku bisa merasakannya!” teriak Pak Jonathan dengan wajah sumringah seakan baru pertama kalinya merasakan gerakan bayi di dalam perutku. Tentu saja, ini bukan yang pertama kalinya. Apalagi di usia kehamilanku yang sudah sembilan bulan ini. Ia bukan hanya menyentuh dan mengamati perutku sekali ini saja, tapi hampir setiap malam!Kini hanya tersisa beberapa hari sebelum jadwal kelahiran putra pertama kami. Sepertinya ia lebih kerap memperhatikan perutku. Gerak yang membuat perutku menjadi tak simetris pun, tak luput dari pandangannya. “Kamu nggak takut, kan?” tanyanya.“Jujur. Aku takut.” Pak Jonathan tersenyum, namun terlihat canggung. “Aku … sebenarnya aku juga. Aku mungkin … justru lebih takut dari kamu, Alea.” “Takut?” “Iya, aku takut tidak bisa menjadi suami yang baik. Aku takut tidak bisa menjadi sosok ayah yang baik buat anak kita. Aku takut gagal menjadi seorang imam dalam keluarga kecil kita,” sahutnya.Aku menarik sudut bibirku. “Kamu itu suami yang palin

  • Menikahi Guru Killer   Bab 139

    “Jujur, katakan sama aku. Kamu masih ada perasaan kan, sama dia?” tanyaku dengan perasaan tak karuan. Mungkin seharusnya aku tak pernah mengatakan pertanyaan seperti ini. Pertanyaan yang justru seperti bom waktu yang kupasang di antara kami. “Masih.” Jawaban itu seakan membuat jantungku berhenti berdetak. Aku masih menatapnya dalam diam. Sebuah jawaban yang akan menentukan nasib sebuah pernikahan. “Tapi perasaan yang berbeda dengan yang kurasakan untukmu,” lanjutnya, “dan aku sadar … dulu maupun sekarang, hubungan kami bukan tentang cinta.” “Lalu apa kalau bukan cinta? Tapi, kalian pacaran, kan. Mana mungkin nggak cinta?” cecarku. “Kamu mau dengar ceritaku?” tanyanya.Aku mengangguk dengan perasaan ragu. Tentu saja karena aku tidak yakin akan cerita yang akan dituturkannya. Bisa saja semua itu hanya karangannya agar aku memaafkannya. Tapi tak urung, aku ingin mendengar pembelaannya. Apa yang sebenarnya dirasakannya pada perempuan itu.Pak Jonathan menarik kursi dan duduk tepat

  • Menikahi Guru Killer   Bab 138

    Setelah mengatakan semua yang mengganjal di hatiku, aku segera menutup panggilan itu. Napasku bahkan terengah hanya karena menyampaikan emosiku yang meluap hebat. Bagaimana bisa dia menuduhku seperti itu, sementara dirinya sendiri melakukan hal yang tak berbeda. Hah! Seandainya saja dia tahu kalau Doni bahkan sudah tak ada lagi di hatiku. Seandainya saja dia tahu kalau perasaanku hilang begitu saja setelah mengenal keluarganya, setelah aku merasakan betapa takutnya kehilangan dirinya saat ditahan dulu. Seandainya saja dia tahu, bahwa aku bahkan hanya mengurung diri di kamarku sejak kedatanganku, menikmati kesendirianku. Seandainya saja dia tahu bahwa kenyataan bahwa keantusiasannya datang ke acara itu telah menorehkan luka di hatiku tentang masih adanya jejak cinta di hatinya. “Ah, pusingnya kepalaku,” keluhku. Kuangkat tanganku dan mulai memijit keningku yang terasa berdenyut. Suara telepon kembali terdengar. Kali ini sengaja aku tidak mengangkatnya. Kepalaku semakin terasa pusin

  • Menikahi Guru Killer   Bab 137

    “Aku ada ide!” teriak Vena tiba-tiba. Suara cempreng itu membuatku melompat saking terkejutnya. Ditambah lagi tepukannya di pundakku yang membuat jantungku berdegup lebih cepat. “Kamu pergi aja sama Kak Bernard!” “Vena …. Kali aja dia nggak marah, ngeliat aku sama kakak kamu,” keluhku, “kamu inget kan, terakhir kali mereka ketemu juga berantem. Aku nggak mau Kak Bernard terluka cuma gara-gara jagain aku.”“Lah … memang mesti ada pengorbanan buat mencapai suatu tujuan, kan. Seperti Kak Bernard, ngelakuin itu pasti ada tujuan. Walau nggak semua tujuan itu bakal tercapai,” ucapnya, “butuh effort buat mencapai sesuatu yang kita ingini, Al.” “Iya, kamu benar. Tapi aku tetap harus memperhitungkan kerugian apa yang bakal aku terima kalau melakukan semua itu, kan?” Vena mengedikkan pundaknya. “Jadi … kamu nggak mau datang ke acara itu?” Aku menghela napas dan menggeleng pelan. “Mungkin aku akan membuat kekacauan besar, yang bisa menahannya agar tidak bisa datang ke acara itu.” “Kekacau

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status