“Aaahh..” Intan masih mendesah saat lelaki itu menghujam miliknya dengan kuat.Sangking enaknya, wanita itu sampai memejamkan matanya. Selama ini merasa tidak puas dengan Rendra hingga ia mencari kepuasan di lelaki lain.Hingga suara notifikasi ponselnya membuat Intan membuka matanya, dengan gerakan perlahan ia mengambil ponselnya tersebut membiarkan lelaki yang sudah membayarnya itu bergerak sesuka hati pada tubuhnya.“Aahh..pelan-pelan,” ucap Intan dengan lirih.Tetapi lelaki itu sama sekali tidak mendengarkan ucapannya. Hingga Intan diambang batas kenikmatan, tubuhnya bergetar dengan hebat.“Bagaimana enak?” tanya lelaki itu dengan menyeringai.“Tentu saja,” ucap Intan dengan tersenyum puas.Intan kembali fokus pada ponselnya, membiarkan lelaki itu menyentuhnya kembali.Mata Intan melotot membaca pesan dari suaminya. Ia langsung mendorong lelaki itu hingga tubuh mereka tak lagi menyatu.“Kamu apa-apaan, hah? Saya sudah membayar kamu dengan mahal. Jangat macam-macam dengan saya,” ha
Sheina dan Rayden masih berada di kediaman Raka. Mereka akan menemani Raka yang masih tampak terpukul dengan kepergian Mona.Adanya Nevan dan Nessa sedikit mengobati rasa sedihnya karena kehilangan Mona.Begitu pun dengan Rendra, pria itu juga sudah beberapa hari tinggal di sini. Namun, Rendra sering melamun, rasa bersalahnya dengan mamanya semakin menyesakkan dadanya.Ada rindu yang tidak bisa ia obati kembali. Namun, Rendra sebisa mungkin untuk ikhlas.“Saya ke kamar dulu,” ucap Rendra setelah sarapannya selesai. Padahal hanya dua suapan saja pria itu sudah merasa kenyang.“Kita semua harus ikhlas dengan kepergian mama kalian. Walaupun Papa sendiri pun merasa ini seperti mimpi buruk,” gumam Raka dengan lirih.“Iya, Pa. Tapi saya belum bisa melupakan kesalahan saya. Maafkan saya,” gumam Rendra dengan lirih.Rendra menunduk, berulang kali ia sudah memohon ampun di kaki papanya. Dan bagaimanapun Rendra adalah anak Raka. Seburuk apa pun sifat anaknya, maka Raka akan tetap memaafkan Rend
“Di mana Mama, Pa?” tanya Rendra menatap ke arah papanya yang sejak tadi tampak diam.Rendra terus memanggil mamanya, tetapi sama sekali tidak ada sautan. Ia masih tidak percaya dengan papan ucapan bela sungkawa di halaman depan.“Ma, ini Rendra. Mama di mana?” teriak Rendra mencari keberadaan mamanya itu.“Kakak mau lihat, Mama? Sini ikut saya!” ucap Rayden dengan dingin.Rayden menarik tangan kakaknya begitu saja, padahal ini sudah 7 hari kepergian ibunya. Dan orang-orang tadi adalah tetangga dan rekan bisnis papanya maupun dirinya yang mendoakan mamanya.Tetapi Rendra baru saja pulang. Bukankah itu sudah sangat terlambat?Rayden membawa kakaknya menuju mobil, keduanya pergi bersama ke makam Mona. Namun, Rendra masih bingung dengan apa yang terjadi sebenarnya.Rendra masih denial dengan apa yang ia baca di papan ucapan tadi. Ia terus bertanya kepada Rayden di mana mama mereka sebenarnya.“Bisa diam tidak, Kak? Ini kita mau ketemu mama,” bentak Rayden dengan kesal.Rendra terdiam, ia
Rayden menatap tajam ke arah Diandra yang tidak berdaya. Ia tidak sendiri di sini, tetapi ditemani oleh Sheina dan juga Raka.Saat mereka hendak melajukan mobil, penjaga makam memanggil mereka karena ada wanita pingsan di makam Mona.Dan Rayden tidak menyangka jika wanita tersebut adalah Diandra.Diandra membuka matanya dengan perlahan, ia menelan ludahnya dengan kasar ketika ia bangun dikagetkan dengan kehadiran tiga orang yang sudah sangat ia hindari.“Setelah apa yang kamu lakukan terhadap keluarga saya bahkan sampai meninggal. Kamu masih hidup tenang, Diandra?” tanya Rayden dengan tajam.Diandra langsung tercekat, ia menatap Rayden dengan ekspresi ketakutan. Hilang sudah keberaniannya dulu, bahkan dulunya ia ingin merebut Rayden dari Sheina. Kini, ia tidak punya nyali untuk itu.“R-rayden, Aku…”“Kamu masih mau membela diri, Diandra? Padahal kamu tahu istri saya sangat menyayangi kamu sebagai anaknya sendiri. Tetapi kamu tega melakukan ini semua. Lihat karena ulah kamu saya dan an
Rayden, Raka, dan Sheina menatap Mona yang sedang ditangani oleh dokter, ketiganya berharap-harap cemas dengan keadaan Sheina.Alat defibrillator sudah diletakkan di dada Mona memberikan kejutan listrik untuk mengembalikan detak jantung Mona yang berhenti mendadak menjadi normal.Dokter tersebut terus berusaha, tetapi suara monitor yang untuk mengetahui ritme jantung Mona terlihat bergaris lurus. Hingga alat itu dihentikan pun detak jantung Mona tidak kembali. Tentu saja Raka tahu apa arti garis lurus pada monitor tersebut, ia menangis menatap Mona yang sudah menutup mata.“Maaf, kami sudah melakukan semaksimal mungkin tapi nyawa pasien tidak tertolong,” ucap Dokter dengan penuh sesal.“Mama bangun,” pinta Sheina menggoyang tubuh Mona yang sudah tidak bernyawa.Tentu saja Sheina histeris, wanita itu menangis pilu karena baru saja Mona menerimanya tetapi wanita itu sudah meninggalkan dirinya.Padahal Sheina ingin merasakan mempunyai ibu kembali. Tetapi takdir kembali memisahkan denga
“Gimana ini?” ucap Diandra dengan mondar-mandir.Sungguh ia sangat takut terjadi sesuatu dengan Mona. Ingin tidak peduli, tetapi ada perasaan di sudut hatinya, yang tidak bisa ia jelaskan begitu saja.Selama ini, ia sudah sangat dekat dengan Mona. Di balik sikapnya yang jahat, ada sisi di mana ia juga menyayangi Mona. Tak sepenuhnya hatinya menerima keadaan Mona sekarang, hatinya ikut menyalahkan dirinya sendiri.Bisikan-bisikan itu membuat Diandra mengacak rambutnya dengan kasar. Ia tidak ada keberanian untuk menemui Mona saat ini, Diandra frustasi, kepalanya seakan hendak pecah karena hidupnya yang berantakan saat ini.“A-aku harus melihat keadaan Tante Mona,” ucapnya dengan penuh tekad.Tetapi setelah itu, ia membayangkan akan bertemu Rayden. Keberaniannya kini hilang, ia takut bertemu dengan pria itu. Dan pasti akan menyalahkan dirinya.Diandra yakin, Dean sudah menceritakan semuanya kepada Rayden dan juga yang lain. Pria itu benar-benar brengsek, dan ia membenci Dean. Sungguh sa