Home / Romansa / Menikahi Pamannya Tunanganku / Bab 1 : Pengkhianatan

Share

Menikahi Pamannya Tunanganku
Menikahi Pamannya Tunanganku
Author: Iris Moonvale

Bab 1 : Pengkhianatan

Author: Iris Moonvale
last update Last Updated: 2025-07-14 15:26:49

“Ahhh... Sayang, jangan sekarang. Kamu lupa, ya? Aku sedang hamil anak kamu."

Suara perempuan manja dan menggoda terdengar dari dalam kamar tidur Laura. Kamarnya sedikit terbuka, membuat langkah Nadine terhenti.

Nadine berdiri mematung di depan kamarnya yang bersebelahan dengan kamar Laura. Tangannya yang sudah menyentuh gagang pintu menjadi kaku.

"Cuma sebentar saja, kok. Bagaimana?"

Telinga Nadine berdiri tegak mendengar suara pria yang sangat familiar.

Itu suara tunangannya!

Nadine mengerutkan alis. Ruang tamu rumah keluarga Wijaya sore itu seharusnya hanya diisi pelayan dan beberapa kru dekorasi pernikahan.

Tapi suara barusan? Kenapa Rafael bisa masuk ke kamar Laura?

Kepala Nadine terasa sakit, memikirkan berbagai kemungkinan. "Itu tidak mungkin Laura dan Rafael, kan?"

Perasaan tak enak menggeliat di dada Nadine. Ia menarik napas, membuka pintu perlahan.

Di sanalah mereka! Berpelukan mesra.

“Kalau Kakak tiriku tahu, kita bisa tamat” Suara Laura bergetar. Tangannya memeluk Rafael.

Rafael meraih wajahnya. “Tenang. Kita sudah sah di mata hukum. Dia tidak bisa membatalkan pernikahan ini. Karena semuanya sudah diatur.”

Jantung Nadine memompa lebih cepat. Ia merasakan emosinya meningkat. Tapi, napasnya tercekat di tenggorokan.

Nadine memilih mundur, lalu perlahan menutup pintu kembali.

Tangan Nadine gemetar, tapi wajahnya dingin. Bukti dan firasatnya tentang hubungan perselingkuhan adik tiri dan tunangannya terbukti benar.

Dan sekarang, Nadine sudah melihatnya sendiri.

Seharusnya Nadine menangis, meraung, atau marah. Tapi yang ia lakukan justru berjalan kembali ke kamarnya.

Nadine mengenakan blazer putih gading. Ia mengambil amplop yang berisi bukti pengkhianatan Rafael dan Laura. lalu, turun menghampiri ayahnya di ruang rapat keluarga.

Sesampainya di dalam, Nadine menatap Ayahnya.

"Pa, aku mau batalkan pernikahanku dengan Rafael," kata Nadine, mencoba tetap tegar.

“Apa maksudmu membatalkan pernikahan ini, Nadine?”

Suara Yusuf Wijaya terdengar berat. Matanya menatap tajam ke arah putri semata wayangnya.

Nadine meletakkan amplop di atas meja kayu panjang yang terletak di tengah ruang rapat keluarga Wijaya Group.

“Buka saja, Pa. Semua ada di situ.”

Suara Nadinetenang. Hampir seperti bukan Nadine yang biasanya emosional.

Cecilia, ibu tirinya, buru-buru meraih amplop. Lalu, membuka isinya.

Dalam hitungan detik, wajah Cecilia memucat. “Ini … ini pasti palsu!”

“Sayangnya tidak,” potong Nadine cepat.

Tiba-tiba pintu ruangan terbuka. Nadine menoleh ke arah Rafael yang datang belakangan. Langkahnya berat dan gelisah.

“Kamu mau bilang itu bukan wajahmu yang mencium Laura di parkiran klinik?!" tanya Nadine dengan nada marah.

Rafael tidak menjawab. Ia hanya mengepalkan tangan dan menatap Nadine tajam.

"Kenapa kamu begitu drama, Nadine? Aku tetap akan menikahimu. Kamu bisa jadi istri kedua ku … atau kamu bisa jadi istri pertama dan Laura yang kedua. Semua bisa diatur.”

Cecilia mencengkeram lengan Yusuf, berharap suaminya menghentikan percakapan ini.

Yusuf berkata dengan lugas, “Nadine, kamu tetap harus menikah besok walaupun itu hanya untuk formalitas. Semuanya demi reputasi keluarga Wijaya.”

“Menikah karena terpaksa demi reputasi keluarga?” Nadine tertawa pelan. “Itu bukan hidup yang aku mau.”

“Kamu harus menuruti perkataan Papa, Nadine,“ timpal Cecillia agak kesal.

Suasana hening. Nadine hanya mengepalkan tangannya dan menahan amarah.

Lalu, tiba-tiba pintu ruang rapat terbuka.

Seorang pria tinggi berjas biru tua masuk dengan langkah tenang. Sorot matanya tajam dengan dagu yang terangkat dengan percaya diri.

Nadine menyipitkan mata. 'Dia ... Leonhart Armand, kan?'

“Maaf mengganggu,” kata Leonhart datar, lalu menatap Nadine. “Kau punya keberanian yang mengagumkan."

“Pa-Paman ….”

Rafael melangkah cepat. Tapi Leonhart hanya mengangkat tangan ringan, menyuruhnya diam.

“Saya sudah mendengar semuanya. Tujuan saya datang ke sini ingin membereskan masalah yang dibuat keponakan saya ini.”

Semua mata tertuju pada Leonhart.

Leonhart menatap Yusuf dan berkata dengan pelan namun mantap, “Biarkan saya yang menggantikan Rafael. Saya yang akan menikahi Nadine.”

Nadine membeku.

Ucapan itu seperti bom yang dilempar ke tengah ruangan.

Yusuf mendadak berdiri. “Apa kamu sadar apa yang kamu katakan?”

Leonhart tetap tenang. “Saya tahu ini terdengar gila. Tapi inilah satu-satunya cara menyelamatkan reputasi keluarga Anda … dan juga Nadine.”

tiba-tiba Rafael berteriak dan menolak mentah-mentah usulan itu.

“Kau sudah gila, Paman!”

Cecilia membentak, “Apa kau gila? Kau ingin mengkhianati keluargamu?”

Nadine masih diam. Sorot matanya tak lepas dari Leonhart.

Apa ini penyelamatan … atau jebakan baru?

Nadine menarik napas pelan dan akhirnya bersuara.

“Kenapa? Kenapa Anda melakukan ini, padahal kita tidak saling mengenal?”

Leonhart menatapnya, dan dengan nada tenang menjawab, “Karena aku tak tahan melihat seseorang dihancurkan atas nama kehormatan palsu.”

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Menikahi Pamannya Tunanganku   Bab 43 : Sadar

    “Aku ingin minta maaf.”Nadine terkejut mendengar ucapan Tasya. Ia tak menyangka Tasya akan mengatakan hal itu dalam pertemuan ini. Sejenak Nadine bertanya-tanya, ada apa hingga Tasya mengajaknya bertemu di kafe dekat kantor. Perubahan ini terasa begitu tiba-tiba, apalagi mengingat semalam mereka sempat berkonflik.“Minta maaf?” tanya Nadine memastikan.“Ya, selama ini sepertinya aku selalu mengganggumu … semalam aku dinasehati orang tuaku, dan aku jadi sadar bahwa selama ini aku telah banyak berbuat salah padamu,” ucap Tasya sambil menunduk malu.Nadine tidak tahu harus merespons bagaimana. Ia sangat bingung dengan perubahan sikap yang begitu mendadak ini. Namun, ia tidak ingin menyimpan dendam atau memiliki musuh. Ia hanya ingin berteman dan hidup dengan damai.“Ya, aku memaafkanmu,” ucap Nadine akhirnya, tersenyum lembut.Tasya mengangkat kepalanya, matanya berbinar penuh antusias.“Benarkah? Terima kasih, Nadine,” ujarnya sambil memegang kedua tangan Nadine.“Ya, mari bekerja deng

  • Menikahi Pamannya Tunanganku   Bab 42 : Pengganggu

    “Kita seharusnya tidak pulang bersama.”Perkataan itu keluar begitu saja dari mulut Nadine. Namun, apa yang dikatakannya memang tidak sepenuhnya salah. Ia tidak mau reputasi Leonhart tercoreng karena ulah yang telah dibuatnya.“Kenapa? Apa kau takut reputasiku turun?” tanya Leonhart, mencoba memastikan.Nadine mengangguk pelan.“Hah … ya, aku tidak bisa mengatakan aku tidak terdampak karena perbuatanmu, tapi… aku percaya kau sebenarnya tidak ingin melakukan itu, kan?” ucap Leonhart, mencoba menenangkan Nadine.Nadine mengangguk sambil memajukan bibirnya. Ia juga menahan air matanya yang ingin jatuh, karena merasa bersalah sekaligus terharu mendengar perkataan Leonhart.“Yah … aku tersulut emosi karena dia selalu mencari masalah denganku … maaf,” ucap Nadine menyesal.Leonhart menepuk pelan kepala Nadine.“Tidak apa-apa, lain kali cobalah untuk menghiraukannya saja,” ucapnya lembut.Nadine mengangguk pelan.Akhirnya mereka sampai di apartemen. Leonhart memarkir mobilnya dan mereka pun

  • Menikahi Pamannya Tunanganku   Bab 41 : Peringatan!

    “Jadi, apa yang kalian ributkan?”Leonhart bertanya dengan tenang kepada Nadine dan Tasya. Namun, mereka berdua hanya diam, tak satupun dari mereka membuka suara.Nadine tertunduk malu, bisa-bisanya ia terbawa suasana dan menimbulkan masalah di kantor suaminya.Leonhart kembali membuka suara.“Tidak ada yang mau menjawab? Apa ini pertanyaan sulit untuk kalian?” tanyanya lagi.Nadine masih terdiam, sedangkan Tasya akhirnya membuka mulut.“Saya … saya hanya menegur Nadine untuk tidak bermalas-malasan, tetapi dia malah marah,” ucapnya dengan ekspresi sedih, seolah-olah Nadine lah yang memulai perkelahian.“Hah?” Nadine terperangah sambil menggelengkan kepala.Saat Nadine hendak membalas perkataan itu, Leonhart menghentikannya.“Sebentar … biarkan Tasya berbicara lebih dulu,” ucapnya sambil memberikan kode tangan untuk berhenti ke arah Nadine.“Kamu, silahkan ceritakan lebih lengkap,” ucapnya lagi, menunjuk Tasya.Tasya, yang merasa Leonhart seperti berpihak padanya, langsung menceritakan

  • Menikahi Pamannya Tunanganku   Bab 40 : Pertengkaran

    “Padahal aku sudah mengatakan untuk makan siang bersama, tapi kau malah makan siang bersama temanmu.”Leonhart mengucapkannya dengan nada tenang, tetapi jelas menyiratkan sindiran. Tatapannya lurus dan tajam ke arah Nadine, membuat wanita itu salah tingkah.Sambil menampilkan senyum kaku, Nadine mencoba merespons.“Maaf, aku sedang membahas pekerjaan.”Leonhart mengangguk perlahan, seolah menerima penjelasan itu.“Baiklah, kalau begitu aku juga ingin bergabung. Boleh kan?” tanyanya dengan ramah, meski nada suaranya tetap terasa mendesak.“Ya … baiklah,” jawab Nadine, merasa tak enak pada teman-temannya.Dari sudut matanya, Nadine bisa melihat Mira tampak salah tingkah, sedangkan Revan hanya bergantian menatap Nadine dan Leonhart, jelas membaca suasana yang canggung.Kehadiran Leonhart di sebelahnya membuat Nadine semakin kaku. Para karyawan yang sedang makan di kantin pun mulai memperhatikan mereka, beberapa bahkan berbisik-bisik.“Kalian silahkan lanjutkan pembicaraan kalian. Aku tid

  • Menikahi Pamannya Tunanganku   Bab 39 : Menghindar

    “Apa Anda memanggil saya?”Nadine berbicara sambil menundukkan kepala, ia tidak berani menoleh ke arah depan, karena di sana duduk seseorang yang sangat ingin ia hindari.“Ya, sebenarnya tidak ada hal khusus,” ucap Leonhart sambil mengetuk-ngetukkan jari-jarinya ke meja.“Baiklah, kalau begitu saya akan kembali bekerja,” ucap Nadine sambil berbalik dan hendak melangkah keluar pintu.Namun sebelum ia benar-benar keluar, Leonhart menambahkan sesuatu.“Makan sianglah denganku nanti,” ucapnya tenang.Nadine sempat mendengar kalimat itu, tapi ia buru-buru pergi ke ruang kerjanya tanpa memberikan jawaban. Ia merasa Leonhart semakin aneh. Tidak biasanya ia bertingkah seperti itu.Begitu masuk ke ruang kerjanya, Mira langsung menghampiri dan membombardir Nadine dengan pertanyaan.“Kenapa, Nad? Apa Pak Leonhart memberitahumu tentang tanggal launching Intershow? Atau ada masalah dengan desainmu?” tanyanya panik.Nadine terkekeh kecil, lalu menggeleng pelan.“Bukan keduanya. Pak Leonhart membaha

  • Menikahi Pamannya Tunanganku   Bab 38 : Canggung

    “Ah, maaf, aku tidak bermaksud ….”Perkataan Leonhart terputus ketika melihat wajah Nadine yang memerah.Nadine sempat terdiam, wajahnya makin panas. Lalu tiba-tiba ia berdiri.“Maaf, aku harus kembali ke kamar karena masih ada pekerjaan yang belum selesai,” ucapnya, lalu segera pergi.Saat masuk ke kamar, Nadine langsung menutup pintu dan melempar tubuhnya ke ranjang sambil kedua tangannya menutupi wajah.Untuk pertama kalinya, dalam keadaan sadar, mereka melakukan kontak fisik yang cukup intens. Nadine bangun dari tidurnya, berjalan ke arah cermin, lalu memegangi bibirnya sambil membayangkan kejadian sebelumnya.“Bibirnya … rasa obat,” gumamnya sambil terkekeh, kemudian menggeleng pelan karena tersadar. Ia merasa seperti wanita mesum.Nadine kembali merebahkan tubuhnya di kasur, tapi bayangan tadi tidak juga pergi dari kepalanya. Semakin ia pikirkan, semakin gila rasanya. Akhirnya, untuk menghilangkan pikiran itu, ia menelpon Mira agar bisa mencurahkan hatinya.“Halo, Mir?” sapanya.

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status