"Saya setuju. Saya tidak menyangka bisa bertahan tiga jam tanpa merasa bosan. Semua berkat penjelasanmu," jawab Ergan."Aku senang kalau Mas merasa terbantu," ucap Dona dengan tulus.Ergan menatap Dona dengan penuh penghargaan."Saya benar-benar bersyukur kamu ada di sisi saya. Kamu bukan hanya istri, tapi juga guru sekaligus penopang saya," ucap Ergan.Dona tersenyum hangat, lalu menghela napas lega. "Itu sudah tugasku, Mas. Aku hanya ingin melihat Mas semakin kuat, baik sebagai suami maupun sebagai pemimpin perusahaan," jawab Dona.Setelah menutup buku catatannya, Dona berdiri sambil merenggangkan tubuh. "Sudah tiga jam kita belajar, Mas. Dari jam delapan sampai sekarang jam sebelas. Saatnya kita turun, istirahat, dan makan siang," ucap Dona dengan nada lembut namun tegas."Saya setuju. Kepala saya sudah penuh angka, tapi jujur, saya senang sekali karena akhirnya mulai mengerti. Terima kasih banyak, Dona," ucap Ergan."Aku juga senang, Mas, tapi jangan berlebihan dulu, belajar itu
"Benar, Mas, aku suka caramu menangkap poin penting. Sekarang mari kita lanjut ke laporan neraca, ini lebih kompleks, tapi aku yakin Mas bisa memahaminya kalau pelan-pelan," jawab Dona sambil memberi tanda centangapada kertas catatan Ergan.Ergan sedikit mengernyitkan dahi. "Kalau neraca itu kan membandingkan aset, kewajiban, dan ekuitas pemilik, ya? Tapi jujur, saya masih sedikit bingung bagaimana cara membedakan aset lancar dengan aset tetap," ucap Ergan.Dona membuka halaman baru pada laptopnya lalu menampilkan contoh neraca salah satu perusahaan. "Aset lancar itu yang bisa segera diuangkan dalam waktu singkat, biasanya kurang dari satu tahun. Contohnya kas, piutang usaha, dan persediaan barang, sedangkan aset tetap adalah sesuatu yang digunakan dalam jangka panjang, seperti gedung, tanah, mesin. Jelas ya, Mas?" tanya Dona kepada suaminya setelah ia menjelaskannya."Lumayan jelas, jadi intinya, aset lancar lebih cepat dicairkan jadi uang, sementara aset tetap lebih lama dan digun
Mereka terus berdiskusi hingga berjam-jam, berpindah dari satu laporan ke laporan lain. Dona menjelaskan dengan sabar, menggunakan bahasa sederhana agar mudah dipahami, Ergan bertanya dengan kritis, memastikan dirinya benar-benar mengerti.Sampai akhirnya, Ergan bersandar di kursinya, wajahnya tampak lelah namun puas. "Saya tidak menyangka belajar laporan keuangan bisa membuat kepala saya pening sekaligus bersemangat. Rasanya seperti membuka pintu baru," ucap Ergan."Aku senang mendengarnya, Mas. Kalau Mas mau, besok aku bisa menyiapkan simulasi laporan keuangan sederhana, supaya Mas bisa mencoba membuat analisis sendiri," tawar Dona."Itu ide bagus, saya akan coba. Saya ingin benar-benar bisa, bukan hanya paham di permukaan," jawab Ergan mantap.Dona tersenyum lembut, matanya memancarkan kebanggaan. "Aku yakin Mas bisa. Asal terus belajar dan tidak mudah menyerah."Dona duduk di kursi empuk ruang kerjanya dengan sebuah laptop terbuka di hadapan, di sampingnya, Ergan menatap layar p
"Aku bangga sama Mas. Nanti kita lanjut lagi ke laporan arus kas, karena itu sama pentingnya. Banyak orang terkecoh, laba besar tapi kas habis," ucap Dona dengan lembut.Ergan mengangguk, kali ini dengan senyum penuh percaya diri."Saya siap belajar, Dona. Teruskan membimbing saya," jawab Ergan.Wanita itu mulai membuka laptopnya, menampilkan laporan keuangan salah satu perusahaan milik Ergan. Angka-angka yang tertera di layar cukup rumit, banyak kolom, grafik, serta tabel yang memenuhi layar."Aku tahu ini terlihat membingungkan, Mas. Tapi kalau kita pelajari pelan-pelan, Mas akan terbiasa," ucap Dona.Ergan memperhatikan layar dengan seksama. "Bagian mana yang seharusnya saya pahami lebih dulu?" tanya Ergan."Mulai dari laporan laba rugi dulu, ini yang paling sering ditanya oleh pemegang saham atau auditor. Di sini ada pendapatan, lalu ada biaya operasional, dan hasil akhirnya adalah laba bersih," jelas Dona sambil mengarahkan kursornya. "Kalau biaya operasional itu apa saja conto
Pagi itu, udara masih terasa segar. Matahari baru saja merangkak naik, sinarnya menembus kaca besar kamar utama mansion. Ergan sudah lebih dulu terbangun, duduk di kursi dekat meja kerja dengan setumpuk berkas di hadapannya. Pandangannya serius, meski sesekali dahi berkerut melihat deretan angka yang tampak asing baginya.Tak lama kemudian, pintu kamar terbuka. Dona masuk dengan rambut yang masih sedikit basah habis mandi, mengenakan kemeja putih sederhana yang dipadu celana panjang krem. Ia tersenyum tipis ketika melihat suaminya sudah larut dalam tumpukan kertas."Mas, kamu bangun pagi sekali," ucap Dona sambil berjalan mendekat.Ergan menoleh, tersenyum kecil."Saya memang mau bangun lebih awal, kalau tidak, kapan lagi saya bisa belajar. Laporan ini… luar biasa rumit, Dona," jawab Ergan sambil tersenyum.Dona duduk di sampingnya, lalu meletakkan secangkir kopi hitam di meja. "Aku tahu, tapi jangan kamu pikir ini mustahil. Semua bisa dipelajari. Yang penting, kamu sabar," ucap Dona
Semua tertawa kecil mendengar komentar polos itu.Ergan mengusap kepala Jihan dengan lembut. "Papa harus rajin belajar," jawab Ergan.Damar tersenyum lebar."Justru itu, Pak Ergan. Anggap saja proses ini seperti kembali ke sekolah. Ada tahap belajar, latihan, dan ujian," ucap Damar.Dona menoleh penuh perhatian."Kalau begitu, kapan sebaiknya Mas Ergan mulai, Pak Damar?"tanya Dona."Semakin cepat semakin baik," jawab Damar mantap. "Saya sarankan minggu depan Pak Ergan mulai masuk ke kantor, bukan hanya sebagai pendamping Anda, Bu Dona, tapi juga untuk mulai mengenal karyawan," lanjut Damar.Dona menoleh ke arah suaminya."Bagaimana menurut Mas?" tanya Dona menatap suaminya.Ergan menghela napas, lalu mengangguk. "Saya… akan mencoba. Kalau kamu percaya pada saya, Dona, maka saya juga harus percaya pada diri sendiri," jawab Ergan sambil tersenyum ke arah istrinya.Dona tersenyum haru, matanya sedikit berkaca-kaca. "Itu yang aku tunggu, Mas," ucap Dona.Jihan tiba-tiba meraih tangan