Beranda / Romansa / Menikahi Pewaris Dingin / Bab 8:Sarapan pertama

Share

Bab 8:Sarapan pertama

Penulis: SolaceReina
last update Terakhir Diperbarui: 2025-10-20 14:32:58

Matahari baru menembus tirai sutra ketika Clara membuka mata. Bau kopi memenuhi ruangan—bukan dari pelayan hotel, tapi dari dapur kecil di sisi ruang makan. Suara gesekan sendok dan langkah sepatu kulit menandakan seseorang sudah bangun lebih dulu.

Ia keluar dengan hati-hati. Di sana, Alex berdiri dengan kemeja putih tergulung di siku, menuang kopi hitam ke dua cangkir. Tanpa melihatnya, ia berkata datar,

“Duduk. Sarapan sudah siap.”

Clara duduk di seberang, masih berusaha menyesuaikan diri dengan kenyataan: semalam mereka menikah—bukan karena cinta, tapi karena kontrak.

“Tidur nyenyak?” tanya Alex, sekadar basa-basi.

“Cukup,” jawab Clara pelan.

Ia tidak menanyakan balik, dan pria itu tidak memaksa percakapan. Hening di antara mereka hanya dipecah oleh bunyi sendok menyentuh piring.

Clara memandangi meja: roti panggang, telur rebus, jus jeruk segar—semuanya sederhana, tidak seperti bayangannya tentang sarapan seorang miliuner.

“Ini... kamu yang masak?”

Alex mengangkat alis. “Pelayan datang jam delapan. Aku lapar jam tujuh.”

Nada datarnya membuat Clara ingin tertawa, tapi ia menahan diri.

Mereka makan dalam diam sampai Alex meletakkan sendok dan menatapnya lurus.

“Kita perlu membicarakan beberapa hal. Tentang kontrak.”

Clara menegakkan punggung. “Ada yang salah?”

“Tidak salah,” jawabnya tenang. “Hanya tambahan.”

Ia mengeluarkan map hitam dan mendorongnya ke arah Clara. Dokumen di dalamnya penuh angka, tanda tangan, dan satu lembar di halaman depan bertuliskan **‘Amandemen Kontrak – Revisi 2’**.

“Aku ingin menambahkan pasal baru. Tentang pembagian aset jika salah satu dari kita menarik diri sebelum batas waktu.”

Clara membaca cepat. *Lima puluh miliar rupiah penalti jika pihak perempuan mundur.* Ia menatapnya tak percaya.

“Ini... tidak adil.”

Alex menatapnya datar. “Aku tidak menahanmu, Clara. Tapi aku butuh jaminan. Banyak yang ingin memanfaatkan pernikahan ini. Aku tidak bisa ambil risiko.”

“Dan kamu pikir aku salah satunya?” suaranya meninggi.

Alex bersandar tenang di kursinya. “Aku pikir kamu cukup cerdas untuk tahu nilai lima puluh miliar.”

“Nilai yang bahkan tidak kumiliki,” balas Clara, menatapnya dengan mata berkilat.

Ia meletakkan pena di atas dokumen. “Kalau kamu yakin bisa menjalankan semua ini tanpa kabur, tandatangani.”

Clara menatap kertas itu lama. Baginya, ini bukan sekadar kontrak—ini borgol. Tapi menolak berarti menghancurkan seluruh rencana penyelamatan Arta Group.

Tangannya bergetar saat menulis tanda tangan di baris bawah.

“Sudah puas?” katanya pelan.

Alex menatap hasil tanda tangan itu sebelum menjawab, “Sekarang aku tenang.”

Hening menggantung. Clara mendorong piringnya pelan, kehilangan selera.

“Kau selalu begini ke semua orang?” tanyanya akhirnya.

“Begini bagaimana?”

“Dingin. Seolah semua orang cuma alat dalam rencanamu.”

Alex mengangkat bahu. “Lebih mudah begitu. Perasaan hanya membuat orang bodoh.”

Clara menatapnya lama, seperti menimbang apakah pria di depannya masih punya sisi manusia.

“Kalau begitu, semoga suatu hari kamu menemukan orang yang cukup bodoh untuk membuatmu merasa.”

Alex hanya menatapnya, matanya tenang tapi tidak kosong. “Aku sudah pernah. Dan aku tidak akan mengulangnya.”

Kalimat itu menampar udara. Clara menunduk. Ada sesuatu di nada suaranya—bukan kemarahan, tapi bekas luka yang belum sembuh.

Beberapa menit kemudian, pelayan masuk membawa tumpukan surat dan koran pagi. Di halaman depan, foto besar mereka terpampang dengan judul:

**‘Pernikahan Mendadak Pewaris A&A Group dan Clara Hartono, Strategi Bisnis atau Cinta Rahasia?’**

Clara menatap gambar itu: senyum palsu mereka di depan altar.

“Kita tampak bahagia,” ujarnya hambar.

“Media suka cerita bahagia,” jawab Alex. “Itu menjual.”

Clara menatap fotonya sendiri—senyum terlatih, mata kosong.

“Kalau ini sandiwara, kapan kita berhenti berpura-pura?”

“Sampai semua pihak percaya,” jawab Alex tanpa ragu.

“Atau sampai salah satu dari kita kehabisan napas,” gumam Clara.

Alex menatapnya sejenak, lalu berdiri. “Aku harus ke kantor. Kamu tinggal di sini sampai acara makan malam keluarga nanti malam. Pakai sesuatu yang sopan, tapi jangan terlalu berusaha terlihat bahagia.”

“Perintah?” tanya Clara sinis.

“Saran,” jawabnya sambil mengambil jasnya. “Kau bebas menolak, tapi aku tidak menyarankan.”

Ia berjalan menuju pintu. Namun sebelum keluar, suaranya terdengar lagi, pelan tapi tajam:

“Clara, jika aku terlihat kejam, itu karena dunia tempatku berdiri tidak memberi ruang bagi yang lembut.”

Clara menatap punggungnya yang menghilang di balik pintu. Ia ingin membenci pria itu, tapi entah kenapa, bagian kecil dalam dirinya justru merasa iba.

Ia menatap meja makan—dua cangkir kopi, satu masih utuh, satu sudah dingin.

Baru disadarinya, Alex tidak pernah menyentuh sarapannya. Ia hanya duduk di sana, menjaga jarak, memastikan semuanya tetap di bawah kendalinya.

Clara menarik napas panjang. Ia tahu hari-hari ke depan tidak akan mudah.

Namun untuk pertama kalinya, ada tekad di matanya: kalau permainan ini harus dimainkan, ia tidak akan jadi pion. Ia akan belajar membaca bidak lawan.

Di luar, matahari sudah tinggi. Di meja, tanda tangannya di kertas revisi itu tampak jelas—jejak kecil dari keputusan besar yang tak bisa ditarik kembali.

Dan di dalam hati Clara, mulai tumbuh sesuatu yang tidak ada dalam kontrak: rasa ingin tahu terhadap pria yang hidup tanpa warna, tapi meninggalkan bayangan di setiap langkahnya.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Menikahi Pewaris Dingin   BAB 125: Wajah yang Sama dan Rahasia Abu

    Pesan dari kepala keamanan itu menghantam Alex dan Clara seperti kejutan listrik (Bab 124). Ny. Marissa di Yayasan. Bersama seseorang yang sangat mirip Alex. "Siapa lagi?" desis Alex, amarahnya kembali memuncak. Dia sudah mengira dia menang total. Clara segera meraih lengan Alex. "Kita tidak boleh menembus. Itu panti asuhan. Anak-anak ada di sana. Kita pergi sekarang. Kita hadapi dia di tempat yang paling dia benci: tempat kau membangun moral." Mereka bergerak cepat. Alex, Clara, dan tim keamanan kecil mereka menuju Yayasan Anggara-Clara (YAC). Yayasan itu sunyi. Mereka menemukan Ny. Marissa berdiri di tengah halaman, tepat di samping patung Jangkar yang dibuat anak-anak. Di sampingnya berdiri seorang pria. Pria itu mengenakan pakaian sederhana. Wajahnya memang memiliki garis rahang yang sama tajamnya dengan Alex, tetapi matanya lebih tua, lebih lelah. Dia bukan Elang. Dia bukan Alex. Dia adalah... "Ayah," bisik Alex, suaranya benar-benar hancur. Pria di samping Ny. Marissa a

  • Menikahi Pewaris Dingin   BAB 124: Jejak Abu

    Kepanikan menyebar di penthouse Alex di Berlin . Berita kaburnya Ny. Marissa sudah sampai ke media, dan ancaman pembongkaran Warisan membuat Alex dan Clara tegang. "Dia kabur?" desis Alex, matanya memancarkan kemarahan dingin. "Dia tidak punya apa-apa lagi. Pengakuan Elang sudah direkam. Dokumen Warisan sudah ditandatangani Clara. Apa lagi yang dia miliki?" Ben, yang masih pucat setelah mengurus pelarian di Kroasia, menggeleng. "Dia mengancam akan membakar semuanya, Tuan. Dia bilang dia akan membongkar rahasia abu Warisan." Clara langsung teringat kata-kata Ben. "Abu? Alex, waktu kita di gudang, dia menyebut Warisan Anggara yang busuk. Dia tidak hanya mengancam dokumen. Dia mengancam bukti fisik yang disembunyikan Ayahmu." Alex berjalan mondar-mandir. Wajahnya keras. "Ayahku menyimpan rahasia kotor tentang bagaimana dia membangun Warisan. Jika itu terungkap, bukan hanya reputasi yang hancur, tapi semua aset Warisan yang sah bisa dibatalkan." Alex berhenti, menatap Clara. "Kau pu

  • Menikahi Pewaris Dingin   BAB 123: Hukuman yang Tertunda dan Pembongkaran Warisan

    Di kabin jet pribadi Alex yang mewah, udara terasa tebal oleh pengakuan gila yang baru saja mereka dengar di Amsterdam .Clara duduk di seberang Alex. Elang, saudara kembar Alex, tertidur pulas karena kelelahan, bersandar di bahu Ben.Clara menatap Alex, mengabaikan kemewahan jet itu. Dia memproses kata-kata Elang: Alex sengaja ingin ditembak."Kau gila," bisik Clara, suaranya tercekat. "Kau mempertaruhkan nyawamu hanya untuk membuktikan aku mencintaimu?"Alex bersandar, matanya dingin. Dia tidak menyangkal."Aku perlu tahu," ujar Alex, lugas. "Kau melanggar semua aturanku, bekerja dengan Vega, menembakiku. Aku butuh kepastian. Aku butuh tahu apakah kau akan melindungiku, bahkan jika itu berarti kau harus melanggar hukum. Rompi anti peluru itu adalah taruhan terakhirku.""Itu bukan cinta," balas Clara, suaranya sedikit meninggi. "Itu kontrol yang keji. Itu keposesifan yang sakit.""Itulah caraku mencintai, Nyonya Anggara," potong Alex, tidak ada penyesalan. "Kau tahu itu. Sekarang, pe

  • Menikahi Pewaris Dingin   BAB 122: Pengakuan dan Kekalahan

    Jeritan Elang mengguncang koridor laboratorium yang gelap. Pengakuan yang dibaca Elang dari pikiran Ny. Marissa: Pembunuhan Ayah Alex. Ny. Marissa terdiam, wajahnya pucat pasi, matanya membelalak ketakutan. Senjatanya jatuh ke lantai logam, menimbulkan suara denting yang nyaring. Pengawalnya terkejut, tidak mengerti apa yang terjadi. Alex, yang baru saja bangkit dari lantai setelah melindungi Clara, menatap ibunya. Ekspresinya bukan lagi amarah posesif, melainkan keterhancuran dan kepastian yang dingin. "Kau membunuhnya," desis Alex, suaranya nyaris tak terdengar, tetapi mengandung kekuatan yang mematikan. "Tidak! Elang bohong! Anak itu gila!" teriak Ny. Marissa, mencoba menyangkal sambil menutupi telinganya. Elang menjerit lagi, memegang kepalanya sendiri. "Dia berbohong! Dia takut! Dia melihat racun di gelas Ayah... dia senang... dia ingin Warisan Anggara sendiri!" Clara segera berlari ke sisi Elang, meraih Elang dan menariknya mundur dari jangkauan Ny. Marissa. "Tar

  • Menikahi Pewaris Dingin   BAB 121: Perangkap Elang

    Keheningan yang mencekam meliputi laboratorium di Amsterdam. Alex masih menodongkan pistol ke kaki Elang, Saudara Kembar yang baru saja dia temukan. Elang, meskipun ketakutan, terlihat lebih syok karena Alex bisa merasakan apa yang dibacanya. Clara tidak gentar. Dia tahu, Alex tidak akan menembak adiknya, karena Elang adalah satu-satunya senjata mereka melawan Ny. Marissa. "Anda tidak akan menembaknya," kata Clara, suaranya mantap. "Anda membutuhkannya hidup dan utuh. Saya tahu itu." Alex menyeringai, senyum dingin dan posesif. "Kau benar. Tapi aku akan menembak kakinya jika kau mencoba kabur atau bernegosiasi tanpa seizinku. Sekarang, kita bekerja sebagai tim. The Anchor and The Dark Queen. Dan aku yang memegang kendali." Alex menurunkan pistolnya sedikit, tetapi matanya tidak lepas dari Clara. "Elang, dengarkan aku," ujar Alex, beralih ke adiknya. "Aku Alex. Aku saudaramu. Aku di sini untuk melindungimu dari Ibu kita. Kau tidak perlu takut padaku. Tapi jika kau ingin tet

  • Menikahi Pewaris Dingin   BAB 120: Gerbang Amsterdam

    Jet tempur Alex mendarat mulus di hanggar rahasia dekat Amsterdam. Udara Belanda terasa sejuk dan lembap. Clara dan Alex melangkah keluar, dikelilingi oleh tim keamanan Alex yang sigap. Mereka berdua sama-sama berbahaya, tetapi kendali kini sepenuhnya di tangan Alex. Clara mengenakan setelan gelap baru yang disediakan oleh Alex. Dia terlihat elegan, tetapi mata Alex terus mengawasinya, membaca setiap gerak-gerik dan niat pemberontakan. "Kita akan menyusup melalui terowongan bawah tanah," ujar Alex, nadanya datar. "Laboratorium tempat Elang berada adalah fasilitas lama, dan aku punya cetak biru rahasianya. Kau akan tetap berada di sisiku. Setiap langkah, setiap detik." "Mengapa tidak memberitahu polisi tentang rencana Ny. Marissa?" tanya Clara, suaranya pelan. Alex menatap Clara dengan tatapan membekukan. "Hukum tidak bisa menangkap Ny. Marissa. Dia terlalu licin. Kita butuh pengakuan darinya, dan hanya Elang yang bisa memaksanya bicara. Aku akan mendapatkan pengakuan itu, lalu ak

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status