เข้าสู่ระบบPesan dari kepala keamanan itu menghantam Alex dan Clara seperti kejutan listrik (Bab 124). Ny. Marissa di Yayasan. Bersama seseorang yang sangat mirip Alex. "Siapa lagi?" desis Alex, amarahnya kembali memuncak. Dia sudah mengira dia menang total. Clara segera meraih lengan Alex. "Kita tidak boleh menembus. Itu panti asuhan. Anak-anak ada di sana. Kita pergi sekarang. Kita hadapi dia di tempat yang paling dia benci: tempat kau membangun moral." Mereka bergerak cepat. Alex, Clara, dan tim keamanan kecil mereka menuju Yayasan Anggara-Clara (YAC). Yayasan itu sunyi. Mereka menemukan Ny. Marissa berdiri di tengah halaman, tepat di samping patung Jangkar yang dibuat anak-anak. Di sampingnya berdiri seorang pria. Pria itu mengenakan pakaian sederhana. Wajahnya memang memiliki garis rahang yang sama tajamnya dengan Alex, tetapi matanya lebih tua, lebih lelah. Dia bukan Elang. Dia bukan Alex. Dia adalah... "Ayah," bisik Alex, suaranya benar-benar hancur. Pria di samping Ny. Marissa a
Kepanikan menyebar di penthouse Alex di Berlin . Berita kaburnya Ny. Marissa sudah sampai ke media, dan ancaman pembongkaran Warisan membuat Alex dan Clara tegang. "Dia kabur?" desis Alex, matanya memancarkan kemarahan dingin. "Dia tidak punya apa-apa lagi. Pengakuan Elang sudah direkam. Dokumen Warisan sudah ditandatangani Clara. Apa lagi yang dia miliki?" Ben, yang masih pucat setelah mengurus pelarian di Kroasia, menggeleng. "Dia mengancam akan membakar semuanya, Tuan. Dia bilang dia akan membongkar rahasia abu Warisan." Clara langsung teringat kata-kata Ben. "Abu? Alex, waktu kita di gudang, dia menyebut Warisan Anggara yang busuk. Dia tidak hanya mengancam dokumen. Dia mengancam bukti fisik yang disembunyikan Ayahmu." Alex berjalan mondar-mandir. Wajahnya keras. "Ayahku menyimpan rahasia kotor tentang bagaimana dia membangun Warisan. Jika itu terungkap, bukan hanya reputasi yang hancur, tapi semua aset Warisan yang sah bisa dibatalkan." Alex berhenti, menatap Clara. "Kau pu
Di kabin jet pribadi Alex yang mewah, udara terasa tebal oleh pengakuan gila yang baru saja mereka dengar di Amsterdam .Clara duduk di seberang Alex. Elang, saudara kembar Alex, tertidur pulas karena kelelahan, bersandar di bahu Ben.Clara menatap Alex, mengabaikan kemewahan jet itu. Dia memproses kata-kata Elang: Alex sengaja ingin ditembak."Kau gila," bisik Clara, suaranya tercekat. "Kau mempertaruhkan nyawamu hanya untuk membuktikan aku mencintaimu?"Alex bersandar, matanya dingin. Dia tidak menyangkal."Aku perlu tahu," ujar Alex, lugas. "Kau melanggar semua aturanku, bekerja dengan Vega, menembakiku. Aku butuh kepastian. Aku butuh tahu apakah kau akan melindungiku, bahkan jika itu berarti kau harus melanggar hukum. Rompi anti peluru itu adalah taruhan terakhirku.""Itu bukan cinta," balas Clara, suaranya sedikit meninggi. "Itu kontrol yang keji. Itu keposesifan yang sakit.""Itulah caraku mencintai, Nyonya Anggara," potong Alex, tidak ada penyesalan. "Kau tahu itu. Sekarang, pe
Jeritan Elang mengguncang koridor laboratorium yang gelap. Pengakuan yang dibaca Elang dari pikiran Ny. Marissa: Pembunuhan Ayah Alex. Ny. Marissa terdiam, wajahnya pucat pasi, matanya membelalak ketakutan. Senjatanya jatuh ke lantai logam, menimbulkan suara denting yang nyaring. Pengawalnya terkejut, tidak mengerti apa yang terjadi. Alex, yang baru saja bangkit dari lantai setelah melindungi Clara, menatap ibunya. Ekspresinya bukan lagi amarah posesif, melainkan keterhancuran dan kepastian yang dingin. "Kau membunuhnya," desis Alex, suaranya nyaris tak terdengar, tetapi mengandung kekuatan yang mematikan. "Tidak! Elang bohong! Anak itu gila!" teriak Ny. Marissa, mencoba menyangkal sambil menutupi telinganya. Elang menjerit lagi, memegang kepalanya sendiri. "Dia berbohong! Dia takut! Dia melihat racun di gelas Ayah... dia senang... dia ingin Warisan Anggara sendiri!" Clara segera berlari ke sisi Elang, meraih Elang dan menariknya mundur dari jangkauan Ny. Marissa. "Tar
Keheningan yang mencekam meliputi laboratorium di Amsterdam. Alex masih menodongkan pistol ke kaki Elang, Saudara Kembar yang baru saja dia temukan. Elang, meskipun ketakutan, terlihat lebih syok karena Alex bisa merasakan apa yang dibacanya. Clara tidak gentar. Dia tahu, Alex tidak akan menembak adiknya, karena Elang adalah satu-satunya senjata mereka melawan Ny. Marissa. "Anda tidak akan menembaknya," kata Clara, suaranya mantap. "Anda membutuhkannya hidup dan utuh. Saya tahu itu." Alex menyeringai, senyum dingin dan posesif. "Kau benar. Tapi aku akan menembak kakinya jika kau mencoba kabur atau bernegosiasi tanpa seizinku. Sekarang, kita bekerja sebagai tim. The Anchor and The Dark Queen. Dan aku yang memegang kendali." Alex menurunkan pistolnya sedikit, tetapi matanya tidak lepas dari Clara. "Elang, dengarkan aku," ujar Alex, beralih ke adiknya. "Aku Alex. Aku saudaramu. Aku di sini untuk melindungimu dari Ibu kita. Kau tidak perlu takut padaku. Tapi jika kau ingin tet
Jet tempur Alex mendarat mulus di hanggar rahasia dekat Amsterdam. Udara Belanda terasa sejuk dan lembap. Clara dan Alex melangkah keluar, dikelilingi oleh tim keamanan Alex yang sigap. Mereka berdua sama-sama berbahaya, tetapi kendali kini sepenuhnya di tangan Alex. Clara mengenakan setelan gelap baru yang disediakan oleh Alex. Dia terlihat elegan, tetapi mata Alex terus mengawasinya, membaca setiap gerak-gerik dan niat pemberontakan. "Kita akan menyusup melalui terowongan bawah tanah," ujar Alex, nadanya datar. "Laboratorium tempat Elang berada adalah fasilitas lama, dan aku punya cetak biru rahasianya. Kau akan tetap berada di sisiku. Setiap langkah, setiap detik." "Mengapa tidak memberitahu polisi tentang rencana Ny. Marissa?" tanya Clara, suaranya pelan. Alex menatap Clara dengan tatapan membekukan. "Hukum tidak bisa menangkap Ny. Marissa. Dia terlalu licin. Kita butuh pengakuan darinya, dan hanya Elang yang bisa memaksanya bicara. Aku akan mendapatkan pengakuan itu, lalu ak







