Hari-hari berganti minggu, tanpa terasa sudah menginjak bulan dan ini tepat enam bulan pasca kecelakaan nahas itu. Dokter mengatakan hari ini Aurell dan Austin akan menjalani operasi pelepasan pen, tentu saja kabar itu membawa kebahagiaan untuk semua orang.Saat ini semua orang sedang duduk di kursi tunggu yang terletak di depan ruang operasi, ada keluarga Erlando dan keluarga Mahendra di sana. Tiga puluh menit kemudian...Pintu ruang operasi terbuka, Dokter keluar bersama perawat dengan mendorong dua brankar yang masing-masing berisi Aurell dan Austin, mereka dibawa ke ruang pemulihan dan seluruh keluarga turut mengikuti ke sana.•"Bagaimana keadaan anak-anak saya, Dok? Semuanya normal 'kan?" tanya Gavriel, saat ini dirinya sedang berada di dalam ruang Dokter setelah beberapa saat lalu Dokter memanggilnya."Syukurlah operasinya berjalan lancar, juga membawa hasil baik, Pak. Setelah ini Aurell dan Austin cukup menjalani latihan di rumah, dan datang ke rumah sakit untuk kontrol dua b
Keesokan harinya.Aurell dan Austin sudah diperbolehkan pulang oleh Dokter, hari ini Adolf juga tinggal di Mansion Erlando selama satu hari, tentunya bersama si cantik Vessia."Di sini menyenangkan, ya. Banyak makanan," celetuk Vessia yang langsung mendapat senggolan dari Clara."Kenapa, Mah?" Vessia menoleh menatap Mamanya, sejurus kemudian gadis kecil itu menunduk saat melihat Mamamya mendelikkan mata.Azriya yang melihat interaksi ibu dan anak itu hanya mampu mengulas senyum. "Tidak apa-apa, Cla. Namanya juga anak kecil, toh kami menyiapkan ini juga untuk anak-anak," ujar wanita itu."Aku malu, Riy. Anakku seperti tidak pernah makan saja, padahal dia juga setiap hari makan jajan saat di rumah," sahut Clara dengan berbisik, supaya Vessia tidak mendengar dan tidak malu.Azriya terkikik geli. "Sudah, biarkan saja. Lebih baik kita ngopi-ngopi cantik, yuk, di halaman belakang."Clara mengangguk antusias, tetapi sebelum beranjak ia menyempatkan diri mengecup lembut pipi gembul putrinya.
Gavriel memacu mobilnya dengan kecepatan tinggi, membelah jalan raya dengan perasaan was-was dan pandangan mata ke mana-mana seakan bingung."Tenang, Sayang. Semua akan baik-baik saja," ucap Azriya seraya mengelus lembut lengan suaminya.Pria itu hanya mengangguk, ia tidak menyahut karena terlalu fokus dengan kemudinya. Sementara Austin yang duduk di kursi belakang hanya bisa diam karena takut salah bicara dan membuat Daddy-nya semakin pusing.Setelah menempuh perjalanan tidak terlalu lama, mobil mewah itu sudah berhenti di parkiran rumah sakit. Gavriel turun dan berlari masuk untuk menemui Dokter, sementara Azriya menggandeng tangan Austin dan berjalan cepat menyusul Gavriel.Azriya mendapati suaminya tengah berbincang serius dengan Dokter, tubuh atletis itu tiba-tiba lemas dan terduduk luruh ke kursi. Azriya segera menghampiri, khawatir dengan wajah suaminya yang sudah memucat."Ada apa, Dok?" tanya Azriya."Ibu Lauren mengingat kenangan masa lalunya, Bu. Setiap hari beliau melihat a
Hari-hari berlalu, setiap ada kesempatan selalu digunakkan Gavriel untuk mengunjungi Lauren. Pria itu mengajak sang Mommy berbincang, ia juga menceritakan banyak hal. Meskipun tidak ada jawaban dari wanita paruh baya itu, tetapi Gavriel tidak menyerah.Sampai akhirnya hari ini Lauren meminta ditemani berjemur di taman. Gavriel sangat bahagia, ia dengan semangat membantu Mommy-nya untuk turun dari ranjang dan naik kursi roda.Yeah! Terlalu banyak mendapatkan suntikan berefek pada kondisi Lauren yang semakin lemas, bahkan terkadang kakinya mati rasa. "Matahari pagi ini bagus banget, Mom. Udaranya juga segar," ucap Gavriel. "Mommy suka?" Pria itu kembali melontarkan pertanyaan.Lauren hanya mengangguk, bibirnya mengulas senyum memandang langit biru. Meskipun ia hanya menyebut nama Silvana dan Kartika, tetapi Lauren sama sekali tidak membenci Gavriel. Wanita paruh baya itu juga menurut saat beberapa kali Azriya menyuapinya.Ah, entahlah. Lauren tidak membenci, atau ingatannya belum puli
Gavriel ingin tidak percaya, tetapi Dokter sendiri yang mengatakannya. Pria itu akhirnya menuju rumah sakit dengan memacu mobilnya secepat mungkin, hingga tidak seberapa lama kemudian mobil mewah itu sudah berhenti di parkiran gedung rumah sakit.Ia turun dan lantas berlari memasuki rumah sakit dengan Azriya yang mengekor dari belakang, langkahnya menuju ke kamar rawat Lauren. Sampai di sana ia melihat kamar itu sudah penuh dikerubungi tim medis."Dokter!" pekiknya yang sontak membuat semua orang menoleh. "Kenapa bisa seperti ini? Saya tadi meninggalkan Mom, Mom masih baik-baik saja. Bahkan hari ini Mom mau keluar ke taman, bukankah itu suatu perkembangan bagus? Lalu kenapa sekarang bisa seperti ini?" tanyanya lagi."Pak, tolong dengarkan saya dulu." Dokter paruh baya itu menarik napas dalam, kemudian ia mulai berkata," saat suster mengantarkan makan siang untuk pasien, suster mendapati kalau pasien sedang tidur, Pak. Suster berusaha membangunkan, tetapi pasien sama sekali tidak meres
Gavriel luruh ke lantai saat Azriya melipat kembali surat tersebut. Dadanya sakit, seperti ada tangan tak kasat mata yang meremas jantungnya.Gavriel adalah seorang pria, ia sudah membunuh banyak musuh dengan tangannya. Menghadapi segala rintangan dan tantangan dalam hidup. Pahit manis kehidupan dan tipu daya musuh sudah pernah ia rasakan.Namun, kenapa sekarang ia menangis? Kenapa menjadi lemah?Oh, sungguh! Mau sejahat apapun Mommy-nya, Gavriel tetap tidak sanggup kalau harus kehilangan. Lauren adalah seluruh cintanya, baginya posisi wanita paruh baya itu setara dengan posisi Azriya di hatinya."Sayang?" Azriya mengambil posisi jongkok, mensejajarkan tubuhnya dengan sang suami. "Jangan seperti ini, Mom pasti sedih melihat kamu begini," ucapnya lagi."Memangnya apa yang lebih sedih dari ini? Mom sudah mendapatkan ingatannya tiga bulan lalu, tapi Mom berlagak tidak ingat dan tidak mau bicara denganku. Hanya momen saat di taman tadi yang menjadi kebersamaan manis kita, Baby. Bagaimana
"Baby, kamu masih lama?" suara bariton itu sontak membuat Azriya tersentak."Gav, aku menemukan ini," ucapnya tanpa menjawab pertanyaan Gavriel barusan."Apa itu?" Pria itu melangkah masuk ke dalam kamar, meraih sebuah buku kecil yang ditunjukkan istrinya."Apa ini, Baby?" Gavriel kembali melontarkan pertanyaan."Aku tidak tahu, sepertinya itu buku diary Mom. Yeah, meskipun awalnya aku tidak percaya Mom masih menulis di diary, tetapi setelah aku membaca lembar pertama, aku yakin kalau buku itu memang buku diary," jelas Azriya yang membuat Gavriel mengernyit bingung.Selama hidup ia tidak pernah tahu kalau Mommy-nya menyimpan buku ini, ia semakin terkejut saat melihat sekilas isi lembar buku itu yang kebanyakan berisi isi hati Mommy-nya untuk mendiang sang Kakak — Silvana."Aku menemukannya di tumpukan kain batik, Gav," ucap Azriya yang langsung diangguki oleh Gavriel."Baiklah, kita akan melihat nanti saja. Sekarang kita ke depan, pemuka agama sudah menunggu kainnya." Gavriel memasukka
"Tuan, Nyonya," sapa Ghina seraya membungkukkan badan.Wanita paruh baya dengan setelah serba hitam itu mengulas senyum tipis, di tangannya memegangi goodie bag berwarna hitam yang entah berisi apa."Kamu ... datang sendirian?" tanya Azriya."Iya, Nyonya. Tadi saya naik taksi ke sini," sahut Ghina dengan kepala yang masih menunduk."Ayo masuk saja." Ajak Gavriel yang melangkah lebih dulu ke dalam Mansion.Pria itu mendudukkan dirinya di atas sofa diikuti oleh Azriya, sementara ketiga anak itu langsung menuju kamar masing-masing tanpa harus diperintah lagi."Silakan duduk Ghina, tidak usah sungkan. Kamu di sini adalah tamu," ucap Azriya yang lantas diangguki oleh Ghina.Wanita itu duduk dengan kikuk, goodie bag ia letakkan di atas sofa kemudian kedua tangannya ditumpuk di atas paha."Kedatangan saya malam ini karena mendengar kabar Nyonya Lauren meninggal, saya mengucapkan berduka cita yang sedalam-dalamnya." Ghina menjeda ucapannya barang sesaat. "Saya juga ingin mengembalikan barang