“Ternyata kau ada di sini lagi,” ucap Cella setelah Abimanyu berangkat ke kantor di ruang makan. Helena mendongak, tersenyum tipis.
“Ternyata kau masih tidak punya urat malu masih tinggal di rumahku,” balas Helena, menyindir wanita yang duduk di kursi bersebrangan dengannya.“Jaga bicaramu, Helena!” tegur Saraswati pada anak sambungnya. Helena tersenyum sinis, menggelengkan kepala. Sedikit pun dirinya tidak merasa takut pada istri kedua papanya.“Kenapa bicaraku mesti aku jaga? Faktanya kan memang begitu. Kalian berdua hanya menumpang tinggal di rumahku! Oh ya, Cella ... apa kau sudah tahu kalau aku akan menikah dalam waktu dekat?” tanya Helena mencondongkan tubuh lebih ke depan, menatap lekat. Cella mengerutkan kening, menoleh pada Mamanya.“Memangnya siapa pria yang mau menikahimu? Setahuku, kau tidak punya kekasih!”Beruntung, selama ini Helena menyembunyikan Samuel pada keluarganya. Mengingat status Samuel masih suami orang. Sebelumnya Helena pikir, Samuel akan memilihnya dari pada Angela, nama istri Samuel. Nyatanya, si brengsek Samuel justru mencampakkannya seperti binatang.“Tentu saja ada yang mau menikahiku. Kurangnya aku apa? Aku cantik, banyak uang, anak konglomerat! kalian lihat saja nanti, aku akan menjadi ratu di rumah ini dan kalian berdua ... akan aku depak! Hahahaha ....” Helena sangat bahagia karena sekarang ia memiliki keberanian melawan mereka.Cella dan Saraswati mengepalkan kedua telapak tangan. Ucapan yang terlontar dari mulut Helena sangat menyakitkan hati.“Kau jangan kurang ajar, Helena. Apa kau lupa? Kalau kami pernah berhasil mendepak Bella dari rumah ini? Heuh, jangan-jangan kau yang akan didepak Papa Abi! Ya, ‘kan, Ma?”Cella tidak mau kalah. Ia berusaha mengancam dan memberi tekanan pada Helena. Sedikit pun Helena tidak gentar mendengar ancaman yang terucap dari Cella.“Oke. Kita buktikan saja nanti, siapa yang menjadi pemenangnya. Kalian atau aku?” Jari telunjuk Helena mengarah pada dirinya dan Cella serta Saraswati. Helena beranjak, tanpa menunggu tanggapan mereka, meninggalkan ibu dan anak yang menurutnya tidak tahu malu.“Ma, apa benar dia mau menikah?” tanya Cella pada wanita yang tengah menegak segelas air putih.“Iya,” jawab Saraswati singkat, meletakkan gelas di tempat semula.“Kenapa semalam Mama tidak bilang padaku?” Kecemasan terdengar dari nada bicara Cella. Jika Helena sampai menikah, bisa gawat! Helena pasti akan menyuruh suaminya bekerja di perusahaan Abimanyu. Bisa saja, Helena sendiri berkecimpung di perusahaan. Kalau sampai terjadi, keberadaan Cella di perusahaan akan terancam.“Bukankah semalam kepalamu pusing? Mama semalam mau bilang, tapi kau ... kau justru mengusir Mama bahkan membentak Mama!” Ketus Saraswati mengingat perlakuan Cella semalam, Saraswati sangat sakit hati. Anak yang sedari kecil dibesarkan penuh kasih sayang, berani menghardikanya.Mendengar sindiran Saraswati, Cella menghela napas berat. Sejenak, hatinya merasa bersalah. Namun, kata maaf seolah berat diucapkan.“Semalam aku memang sangat pusing. Ya mungkin ... karena terlalu banyak minum alkohol,” imbuh Cella, sebelah tangannya mengangkat segelas air putih, meneguknya hingga tandas.“Cella, Mama mohon berhentilah mabuk-mabukan. Kalau Mas Abi tahu, dia akan membencimu, Cella!”Saraswati terlihat sangat kesal pada anak kandungnya. Cella membuang muka seolah mengabaikan ketakutan yang dialami Saraswati.“Semalam aku hanya ... hanya merayakan ulang tahun Papa Toni, Ma.”“Apa?” Saraswati terkejut mendegar nama mantan suami diucapkan anak semata wayangnya.“Kau ... kau berani merayakan ulang tahun si keparat itu? Di mana otakmu, Cella? Apa kau lupa, kalau dahulu si keparat itu sudah menelantarkan kita berdua? Kau lupa?” Sungguh, Saraswati sangat kecewa akan sikap Cella yang masih saja menemui Papa kandungnya.“Ma, seburuk-buruknya Papa Toni, dia tetap Papaku! Aku tidak mau menjauhinya! lagi pula, sekarang Papa Toni sudah kaya raya! Sudah banyak uang! Kalau nanti Papa Abi mengusir kita dari sini, Papa Toni pasti mau menerima kita. Mama tahu tidak? Sekarang rumah Papa Toni sangat besar dan mewah!”Emosi dalam diri Saraswati semakin meluap, tidak suka anaknya dekat mantan suaminya. Perlakuan Toni di masa lalu, membuat Saraswati mengalami trauma. Dia tidak sudi melihat apalagi berjumpa dengan lelaki yang dahulu sempat menjadikannya seorang pelacur.Tanpa ingin menanggapi ucapan Cella, Saraswati meninggalkan ruang makan, masuk ke dalam kamar.***Hari ini, Helena mengajak Jaka untuk melakukan fitting baju pengantin. Jaka seperti bermimpi akan dinikahi majikannya sendiri. Helena gadis yang cantik, bahkan sangat cantik. Semalaman juga Jaka tidak bisa tidur, memikirkan rencana Helena yang akan mengajaknya berumah tangga. Meskipun ajakan menikah itu untuk menutupi kehamilan Helena, tetapi rasanya ... bagai mimpi!“Nona ....”“Eh, kemarin aku bilang apa? panggil aku A ... yang! Mengerti?" Helena memberi peringatan tegas. Mereka kini sedang berada di dalam mobil menuju ke salah satu butik yang terkenal.“I-iya, maaf ....” lirih, Jaka berucap.“Oke, dimaafkan. Kamu kenapa manggil aku? Ada yang ingin kau bicarakan?” Helena mengubah posisi duduk, lebih menghadap pria yang duduk di balik kemudi.“Apa ... Apa kau ... sungguh-sungguh mau menikahiku?” Pertanyaan itu diiringi keringat dingin yang mengucur di pelipis Jaka.“Kau pikir aku main-main? Aku serius, Jak ... sudahlah, kau tidak perlu tegang. Dua puluh delapan hari lagi kita akan resmi menjadi sepasang suami istri! Oke?”“Ta-tapi, No ... Eh, Ayang ... Aku ... Aku hanya orang kampung.”“Stop! Aku tak suka kalau kau insecure! Sudahlah, anggap saja kau adalah seorang pria yang aku sebutkan di hadapan Papa semalam.”“Baiklah ....” Tidak ada yang dapat Jaka lakukan selain mengiyakan keinginan Helena. Entah bahagia atau menderita, Jaka akan memiliki istri secantik Helena. Helena memiliki darah Rusia. Ibunya berasal dari Negara Rusia, bernama Christine Dominice. Christine meninggal dunia karena tumor di kepala. Kematian Christine membuat Helena dan Bella kehilangan sosok seorang Ibu. Perhatian yang dahulu mereka dapatkan dari Christine, tidak ia dapatkan dari Saraswati. Justru Saraswati bermuka dua. Di depan Abimanyu seolah sangat baik, di belakang Abimanyu sangat menyebalkan.Tiba di butik, tanpa ragu Helena menggamit mesra lengan Jaka. Masker yang biasa Jaka kenakan, dilepas Helena.“Jak, buang ini! wajahmu gak jelek-jelek amat, Jake! Gak usah ditutupi begini!”“Baik, No ... Hmm ... Yang ....”Helena tersenyum manis, menggamit lengan Jaka. Kemudian, dengan langkah pasti Helena mengajak Jaka masuk ke dalam butik.Helena dan Jaka memilih beberapa gaun pengantin yang terpajang di butik itu. Helena langsung dilayani oleh pemilik butik, mengingat Helena adalah salah satu pelanggan butik ini.“Aku ... Aku gak suka gaun-gaun ini, Tya ... Aku ingin desain gaun pengantin yang lain. Apa kau bisa melakukannya?” cetus Helena pada Tya yang tiada lain pemilik butik.“Tentu saja bisa. Bagaimana kalau besok kau datang lagi ke sini, nanti akan aku pertemukan dengan desainernya?”“Oh, oke. Sekarang aku mau pilih-pilih pakaian yang lainnya saja. Pakaian untukku dan juga untuk calon suamiku!” Helena melirik pada Jaka yang berdiri tegap di sampingnya. Jaka tampak gagah dengan kemeja yang dikenakan.“Hemmm ... Aku ikut bahagia mendengar kau akan menikah.”“Terima kasih, Tya.”Kemudian, Helena dan Jaka memilih pakaian yang ada di dalam butik. Alangkah terkejutnya Helena ketika sebuah suara yang tak asing baginya memanggil.“Helena?”Helena dan Jaka menoleh, membalikkan badan. Ternyata Samuel. Helena mengitari sekeliling, memastikan Samuel datang dengan siapa ke butik?“Hai, apa kabar?” Helena berusaha menyikapi dirinya agar tidak terlihat salah tingkah di depan pria yang telah menghamilinya.“Dia siapa?” tanya Samuel dingin. Helena melirik Jaka, bergelayut manja pada lengan lelaki yang usianya lebih muda dari Samuel.“Oh ya, kenalkan ... Dia adalah Jake Abraham, calon suamiku!”Raut wajah Jake sangat sumringah mendengar kalimat yang diucapkan kakak iparnya. Kali ini Jake sangat bahagia karena benih yang ada di dalam rahim Helena adalah benih darinya. Jake menaiki anak tangga dengan senyum lebar. Membuka pintu kamar, terlihat Helena tengah tergolek lemah. Jake langsung mendekati, menggenggam telapak tangan istrinya. "Ada apa, Jake?" tanya Helena lemah, pandangannya sangat sendu, wajah putihnya semakin memucat. "Kata Kak Bella dan Mama Saraswati, kamu sedang hamil." Ucapan yang disampaikan Jake membuat kening Helena mengkerut. Ia berpikir sejenak, bagaimana mungkin dirinya hamil padahal belum lama mengalami keguguran?"Tapi, aku kan Jake---"Kalimat Helena terpotong. Ia tak boleh merusak kebahagiaan yang terlihat dari raut wajah suaminya. Lebih baik, ia ke dokter kandungan saja, memeriksakan kondisinya. "Baiklah. Kita ke dokter aja, ya? Supaya lebih pasti.""Iya, Sayang. Aku siap-siap dulu. Kamu mau ganti pakaian gak?" Jake bertanya tergesa-gesa. Helena meng
Roger mencaci maki istrinya. Dia tentu terkejut mendengar Cella menyerahkan sertifkat apartemen pada Toni Sanjaya yang tak lain papa kandung Cella sendiri. Sebenarnya Roger tak pantas bicara demikian. Terserah Cella mau memberikan sertifikat apartemen ke siapapun. "Kamu kenapa marahin aku? Memangnya kenapa dengan papaku? selama ini ke aku baik kok." Cella tidak terima Roger membentak, mencaci maki dirinya. Toni dulunya memang pernah jahat, tetapi belakangan lelaki itu sering membantu Cella dan juga menunjukkan perhatian dan kasih sayangnya terhadap Cella. Kasih sayang yang selama ini tidak pernah Cella dapatkan. "Kenapa marahin kamu? Ya karena kamu bodoh. Papamu baik ke kamu karena ada maunya. Kalau kamu gak percaya padaku, buktikan saja nanti sendiri. Aku yakin seratus persen, papamu itu akan menjual apartemenmu," tandas Roger tanpa keraguan. Sedikit banyak Roger sudah tahu sifat Toni. Lelaki itu selalu saja memanfaatkan kesempatan. Sekarang Cella telah menyerahkan surat berharga p
"Cella, kalau boleh, Papa ingin lihat sertifikat apartemen ini. Ya takutnya ada yang salah," ucap Toni beralasan. Padahal dalam hati, ia menyimpan rencana busuk. Tak peduli dia adalah istrinya, anaknya, atau pun temannya. "Takut ada yang salah gimana, Pah?" Cella tak mengerti. Dia sudah lama membeli apartemen ini. Sampai sekarang tidak ada masalah apa-apa."Ya kamu gak tau aja, di luar sana ada banyak orang yang tertipu membeli apartemen gara-gara sertifikatnya palsu." Cella menyimak penuturan yang disampaikan Toni. "Masa sih, Pah? Aku selama ini gak pernah bermasalah.""Ya coba bawa ke sini dulu. Papah ingin lihat." Toni mengeluarkan sebungkus rokok, mengambil sebatang dan memantiknya. "Baiklah." Cella beranjak, masuk ke dalam kamar, mengambil sertifikat apartemen yang disimpan rapi di laci bawah meja rias. Kemudian, menunjukkan pada Toni yang tak lain ayah kandungnya. "Ini, Pah. Aku bikin ini langsung ke notaris. Kayaknya gak mungkin kalau palsu."Toni mengabaikan ucapan Cella.
"Kamu kenapa terlihat murung, Saras?" tanya abimanyu saat mereka berada di dalam kamar."Aku teringat Cella," jawab Saraswati, wajahnya terlihat sendu. Bertemu kembali dengan Cella membuatnya murung. Kesedihan yang dialami Saraswati jauh dari Cella begitu dalam. Sebagai seorang ibu, Saraswati pun merindukan wanita yang dulu terlahir dari rahimnya."Kenapa Cella? apa dia meneleponmu? menyakiti hatimu lagi?" Abimanyu tampak mengkhawatirkan istrinya. Ia merangkul pundak Saraswati, membelai pelan dan berusaha menenangkan.Saraswati menatap Abimanyu dengan wajah kebingungan. Dia tidak tahu harus menjawab apa. "Enggak, Mas. Cella gak telepon aku. Aku hanya merindukannya. Kamu tentu tau, kalau aku selama ini selalu membelanya. Apapun yang dia lakukan, aku selalu berada di dekatnya. Aku hanya tidak membelanya saat ia lebih memilih menikah dengan lelaki yang telah memiliki istri. Itu seperti mengorek lukaku di masa lalu, Mas. Aku merasa kalau Cella gak ubahnya dengan wanita yang telah mengha
Setelah hidup bersama selama beberapa waktu, Cella mulai merasa bahwa Roger telah berubah menjadi seorang yang berbeda dari saat pertama mereka bertemu. Roger semakin sering merendahkan Cella, memarahinya dan mengabaikan kebutuhan dan perasaannya. Cella merasa sangat kesal pada awalnya, tetapi dia bersikeras untuk tetap bersama Roger dan tetap berharap bahwa akan ada perubahan di masa depan.Namun, semakin lama, sifat Roger yang buruk semakin jelas, terutama setelah dia mulai membandingkan Cella dengan istri pertamanya. Roger sering menyebutkan istri pertamanya dengan nama yang buruk dan menyatakan bahwa ia lebih memilih Cella daripada istri pertamanya. Cella merasa sangat terhina dan keberatan dengan perlakuan Roger tersebut.Suatu hari, Cella tidak tahan lagi dan menghadap Roger, marah dan bertanya mengapa dia begitu berubah dan tidak mencintai dia seperti saat dia memilihnya untuk menjadi istrinya."Kenapa kamu begitu berubah, Roger? Aku tahu bahwa kamu lebih memilih aku daripada i
Bella dan Helena berdiri di depan butik mereka yang baru saja dibuka pada hari pertama bisnis mereka. Wajah mereka dipenuhi dengan antusiasme dan harapan untuk menjadi sukses dalam bisnis mereka. Keduanya saling berpandangan selama beberapa menit, kemudian Bella mulai membuka pintu toko dan para pelanggan mulai berdatangan untuk memeriksa produk-produk yang mereka tawarkan."Sudahkah kamu siap untuk menjadi pengusaha hebat?" tanya Bella kepada Helena dengan antusiasme."Sudah siap di hari pertama yang indah ini!" jawab Helena sambil tersenyum.Bella dan Helena saling menatap dan tersenyum, kemudian Bella menunjukkan produk-produk terbaru mereka, termasuk pakaian dan aksesoris terbaru yang menyenangkan."Produk-produk itu sangat indah, Kak Bella. Aku yakin kita akan sukses dalam waktu singkat!" kata Helena dengan senyum lebar.Namun, tidak lama setelah butik dibuka, Bella dan Helena mendapati bahwa persaingan di bisnis fashion cukup ketat. Orang-orang yang menjual produk yang sama deng