Masuk"Gayatri!!! Bangun!!! Mau sampai kapan kamu tidur terus, hah?! Jadi orang gak guna banget!"
Gayatri membuka matanya dengan perlahan. Kepalanya sangat pusing hingga pandangannya pun berkunang-kunang. Dengan sekuat tenaga dan memang memaksakan diri, Gayatri bangun dari tidurnya. Matanya melirik ke arah jam dinding berwarna cokelat kehitaman itu, ternyata sudah pukul lima pagi.Ghifari yang juga terbangun karena suara teriakan dari neneknya itu langsung berlari ke luar kamar, memberitahukan keadaan ibunya yang sekarang sedang sakit. Ghifari tahu karena tadi dirinya menyentuh pipi Gayatri yang suhunya cukup panas.Bu Nining masuk ke kamar, dengan wajah yang terlihat kesal, dirinya memarahi Gayatri meskipun tahu kalau menantunya itu katanya kurang enak badan."Kamu itu tidak usah manja. Jangan sakit! Ibu tidak mau mengurus kamu dan anak-anak kamu. Nyusahin aja!" Sebelum Bu Nining angkat kaki dari kamar, beliau menambahkan. "Sana pergi ke warung beli obat biar cepat sembuh. Kalau sakit itu jangan dirasa."Mencoba turun dari tempat tidur, tetapi kepalanya benar-benar berat membuat tubuh Gayatri terjatuh. Ghifari yang kebingungan itu melirik ke arah luar pintu dan ke arah ibunya. "Ibu tidur lagi. Ibu sakit, kan?" tanyanya pelan.Dengan sigap Ghifari membuka laci dan mengambil satu lembar uang lima ribu kemudian ia berlari menuju warung terdekat. Meskipun Ghifari takut keluar karena masih gelap, tetapi ia akan berpapasan dengan orang-orang yang pulang dari mesjid. Jadi dirinya tidak takut akan bertemu hantu atau penculik."Lho? Ghifari? Mamanya mana?" tanya Alin, anak pemilik warung."Ibu lagi sakit, Mbak. Badannya panas. Tadi juga pas bangun jatuh dari kasur.""Sakit? Ghifari ke sini sendirian?"Ghifari mengangguk pelan. "Iya.""Nenek sama Damilah ke mana?""Nenek marah, suruh ibu beli obat sendiri. Katanya ibu jangan sakit."Alin memberikan obat pada Ghifari. Setelah memberikan uang kembalian, Alin pamit pada ibunya yang baru saja datang ke warung. Alin akan mengantarkan Ghifari pulang dan sekalian menjenguk Gayatri.Bu Nining sedang sibuk di dapur, tidak menyadari kalau Alin datang ke rumah sambil menenteng kantong plastik kecil berisi bubur."Seharusnya kamu tidak perlu repot-repot, Lin. Ibu juga bisa sendiri," ucap Bu Nining merasa tidak enak."Tidak apa-apa kok, Bu. Lagipula tadi sekalian saya antar Ghifari pulang soalnya kasihan dia takut nanti takut pulang sendiri apalagi sekarang masih gelap.""Anak ini dasar, padahal nanti bisa Damilah yang pergi ke warung buat beli obat, tapi malah dia duluan yang pergi gak bilang-bilang.""Saya ijin ke kamar Gayatri dulu, Bu Nining." Setelah memindahkan bubur ke piring, Alin langsung pergi ke kamar Gayatri dan memberikannya makan dan menyuruhnya untuk cepat meminum obat."Maafin aku nyusahin kamu ya, Lin," ucap Gayatri lirih."Gak apa-apa, Tri. Justru aku itu kasihan sama kamu, makanya aku datang. Tuh, Ghifari sampai bela-belain beliin obat buat kamu. Katanya dia gak mau kamu dimarahin terus sama Bu Nining." Alin menempelkan kain kompresan pada kening Gayatri. "Kamu mau ke dokter?"Gayatri menggeleng. "Gak usah, Lin. Nanti juga sembuh.""Nanti anak-anak kamu titipin lagi ke aku, ya. Kayaknya ibu mertua kamu mau pergi ke kebun lagi.""Iya. Kemarin bilang mau petik kapulaga. Nanti kalau aku udah mendingan mau nyusul ke sana.""Kamu gak perlu pergi ke sana, Tri. Kamu lagi sakit. Biarin aja mertua kamu ke kebun sendiri, toh hari ini hari Minggu, anaknya pasti libur, kan?" Alin terlihat kesal mendengar Gayatri yang selalu bela pada mertua menyebalkan itu."Damilah mana mau diajak kerja di kebun, Lin."Alin mengembuskan napas. Dirinya memilih untuk pergi karena tidak mau nanti penghuni rumah curiga dan menguping pembicaraan mereka. Alin juga tahu sedari tadi Damilah berdiri di balik tembok kamar. Untung saja Alin berbicara berbisik-bisik, jadi Damilah tidak akan bisa laporan kepada ibunya.***Pukul sepuluh pagi Gayatri sudah menyelesaikan pekerjaan rumah. Sedikit memaksakan diri meskipun pusing di kepalanya belum juga hilang, tetapi jika Gayatri terlihat bekerja itu akan cukup baik, mengingat di rumah masih berantakan karena jam enam pagi Bu Nining langsung pergi ke kebun sementara jam tujuh pagi Damilah sudah pergi main entah ke mana dan dengan siapa.Tukang sayur keliling juga sudah datang membawa pesanan Gayatri. Uang belanjaannya kurang dan terpaksa Gayatri mengutang, mengatakan pada tukang sayur itu jangan bilang-bilang ke Bu Nining kalau Gayatri punya utang.Setelah semua pekerjaan selesai, Gayatri langsung tidur. Dia tidak mencari Ghifari dan Baiq karena kedua anaknya itu tadi terlihat sedang bermain bersama Bu Mina, guru PAUD, yang meskipun hari Minggu, di rumahnya tetap ada aktifitas mengajar kala anak-anak didiknya ingin bermain atau belajar. Jadi terserah mereka mau yang mana. Seharusnya Ghifari juga sudah masuk PAUD, tetapi Bu Nining tidak mengijinkannya."Gayatri! Gayatri!"Suara ibu, batin Gayatri.Gayatri bangun dari tidurnya. Suara Bu Nining masih jelas terdengar. Ternyata sekarang sudah hampir pukul satu, Bu Nining sudah datang dari kebun sementara Gayatri belum masak nasi."Gayatri cepat angkat jemuran mau hujan! Jangan tidur terus! Bangun!!!"Hujan?Dengan tergopoh-gopoh, Gayatri berlari ke luar rumah dan membantu Bu Nining mengangkat jemuran. Hujan belum turun, baru saja mendung dan suara guntur terdengar dari kejauhan."Bisanya tidur mulu! Tidur terus! Sudah tahu mau hujan, malah enak-enakan tidur. Dasar, gak punya pikiran." Bu Nining melemparkan jemuran ke teras depan. "Ibu, kan, sudah bilang, kalau sakit itu jangan dirasa. Harus dilawan. Manja banget, sih, jadi orang. Sana pergi petik kapulaga. Ibu mau mandi dulu."Belum ada lima menit Bu Nining masuk ke rumah, Bu Nining berteriak karena Gayatri belum memasak nasi."Gayatri!!!"Gayatri menghela napas. "Iya, Bu? Ada apa?""Ada apa, ada apa. Cepat sini masak nasi! Sudah siang belum ada nasi juga. Sudah tahu ibu cape harusnya kamu masak, jangan semua pekerjaan ibu yang ngurus."Gayatri meninggalkan pekerjaannya. Ia berlari ke dapur untuk menanak nasi.Selesai mandi, Bu Nining kembali berteriak karena Gayatri tidak kunjung ke halaman depan membantunya memetik kapulaga."Gayatri! Kamu ini orangnya males banget. Kamu dari tadi ngapain aja? Kenapa kapulaga ini malah ditinggal bukannya dipetik, hah?""Kan saya lagi masak nasi, Bu. Ibu tadi yang nyuruh saya buat cepat-cepat masak nasi."Bu Nining terdiam. Malu mungkin karena sudah memarahi Gayatri.Tidak berapa lama Damilah datang, hujan juga mulai turun. Damilah pergi ke dapur untuk makan karena lapar, tetapi di dapur belum ada makanan sama sekali.Bu Nining yang tadi sempat tenang kembali marah dan meluapkan kekesalannya pada Gayatri."Cepat masak sana! Dari tadi kamu ngapain aja, sih? Anak-anak kamu ke mana? Kalau nitipin anak ke orang itu jangan lama-lama. Sana pergi jemput anak kamu sambil beli makanan sana. Nanti kita makan sama apa? Makan batu?"Gayatri mengambil payung dua. Tubuhnya mulai panas dingin lagi. Gayatri mencoba menguat-nguatkan tubuhnya supaya bisa sampai ke warung Alin. Tapi sayangnya, karena tubuhnya terlalu lemah dan lelah soalnya dari tadi pagi hanya makan bubur dan belum makan apa-apa lagi, tubuh Gayatri jatuh ke jalanan yang mulai becek. Gayatri pingsan akibat kelelahan."Maksud kamu? Tolong jelaskan."["Bu Nining sama Damilah akan pergi ke pulau Jawa besok lusa, Tri."]Gayatri memijat pelipisnya. Baru saja masalah yang satu selesai, datang lagi masalah baru yang kali ini akan membuatnya pusing tujuh keliling dan sangat menguras emosi baik jiwa maupun raga.["Waktu kalian sidang di pengadilan agama, besannya mertua kamu kebetulan juga lagi ke sana, ngantar anaknya yang tengah buat cerai sama menantu lakinya. Kamu mungkin nggak nyadar sama kehadiran mereka, tetapi besan ngeliat, malah ada buktinya foto kamu sama Hendar pas lagi keluar dari ruang sidang. Awalnya mertua kamu nggak percaya, tapi pas nanya sana-sini barulah dia percaya. Kali ini maaf aku nggak bisa bantu, Tri. Aku bantu support sama doa aja."]"Iya, Lin, nggak apa-apa. Dengan kamu ngasih tau aku, aku udah bersyukur banget. Makasih ya, Lin. Aku di sini akan jaga diri baik-baik.""Iya, Tri. Tapi kayaknya sebelum mertua kamu nyari kamu, kayaknya dia bakal nyari dulu anaknya. Orang tua mana, s
Sebulan setelah Gayatri resmi bercerai, kehidupannya berjalan seolah-olah tidak terjadi apa-apa. Seolah ia benar-benar sudah melupakan Hendar dan seolah tidak pernah mengenal Hendar sama sekali.Cindy juga tidak menanyakan apa-apa perihal masalah rumah tangganya Gayatri. Ia hanya tahu cerita lengkapnya dari obrolan kedua orangtuanya dan juga dari Bram. Dari mereka pun tidak ada yang menanyakan, hanya menanyakan kondisi Gayatri dan menyemangatinya.Akhir-akhir ini juga Bram sering mengajak keluarganya untuk berlibur sekaligus refreshing untuk Gayatri dan terbukti Gayatri bisa cepat menyembuhkan kesedihannya meskipun mereka tidak tahu tiap malam Gayatri sering melamun dan tidak fokus."Mbak, malam Minggu nanti kita nonton film di bioskop, yuk!" Ajak Cindy.Gayatri tersenyum tipis. "Nggak dulu deh, Non. Saya lebih suka nonton drama di rumah dan nonton kartun. Kalau ke bioskop kan anak-anak gak bisa masuk.""Hmmm... iya juga, sih, soalnya bulan ini emang nggak ada film kartun yang rilis..
Hendar POVEntah sudah berapa lama kami hanya duduk terdiam. Satupun dari kami tidak ada yang ingin membuka pembicaraan. Aku sudah lelah bersabar, akhirnya aku dulu yang membuka suara, tetapi hal tersebut malah membuat mereka makin terdiam, membisu."Jadi, apakah kalian bisa menjelaskan dengan sejujurnya padaku apa yang sebenarnya sedang terjadi?"Lima menit kutunggu tetapi tidak ada jawaban."Kenapa kalian diam saja? Tolong kalian jelaskan padaku supaya aku bisa mengambil keputusan antara memilih istri pertamaku atau Hita."Barulah mereka bereaksi ketika aku mengatakan hal demikian."Hendar, Nak, dengarkan Papa. Tapi Papa mohon kamu jangan marah."Ayah mertuaku, Pak Diman menghela napas berat. Aku bersabar mendengarkan perkataan dari beliau."Kami memang sudah tau kalau kamu sudah menikah."Bu Astri, ibu mertuaku mengangguk. Kini beliau yang berbicara, "Mama pikir kamu memang sudah bercerai soalnya dulu waktu mau menikahi Hita, kamu memang berniat menceraikan istri pertamamu, makanya
Hendar POVSuasana di pantai hari ini rasanya membuat perutku mual, apalagi ketika aku melihat air laut. Tiba-tiba saja aku merasa ketakutan dan kesadaranku langsung menghilang. Yang kuingat hanya suara teriakan Hita saat panik ketika melihatku pingsan tak sadarkan diri. Samar-samar dadaku juga berdetak kencang, entah kenapa berdebar seperti seseorang yang sedang dilanda kasmaran.Saat sadar, rasanya aku mengingat kenangan yang abstrak, entah itu mimpi atau bukan tetapi rasanya seperti nyata dan aku pernah mengalami peristiwa tersebut. Ketika mencoba terus untuk mengingatnya, kepalaku kembali merasakan sakit seperti sebelumnya. Kata dokter aku harus beristirahat dan jangan terlalu banyak pikiran. Aku didiagnosis serangan panik akibat trauma otak. Kata istriku dan mertuaku, aku ini memang hilang ingatan, kata mereka aku kecelakaan. Aku hidup sebatang kara dan bekerja di keluarga istriku dan mereka memberikan restu antara hubunganku dan anak gadisnya.Awalnya aku tidak percaya, aku mer
Gayatri menatap suaminya dari kejauhan. Tak terasa air matanya kembali menetes. Laki-laki yang tengah bersama seorang perempuan itu dulu adalah laki-laki yang paling mencintainya dan menyayanginya. Tetapi sekarang laki-laki itu sudah melupakannya dan mencintai perempuan lain yang kecantikannya sangat jauh dari Gayatri, gayanya yang sangat berbeda dari Gayatri. Laki-laki mana yang tidak menyukai perempuan cantik dan pandai bergaya itu? Berbeda dengan Gayatri yang terlihat lusuh dan tidak terawat.Kenapa Gayatri tidak berusaha kembali mendekati Hendar dan menjelaskan semuanya? Jawabannya sudah. Gayatri sudah melakukannya. Ia sudah mendatangi kediaman Hendar dan memohon untuk kembali padanya, memohon supaya suaminya itu percaya padanya tetapi hasilnya nihil. Gayatri gagal karena keburu diusir oleh Hita dan keluarganya yang ikut turun tangan. Bahkan ibunya Hita memohon pada Gayatri untuk tidak datang lagi ke rumahnya karena ibunya takut kandungan Hita kenapa-kenapa.Gayatri kini tidak bis
"Tri?"Gayatri mengusap air mata. Ia mencoba baik-baik saja di depan Bu Nela dan Cindy yang tengah menatapnya dengan sorot mata prihatin."Iya, Bu?"Bu Nela dan Cindy saling pandang. Cindy kemudian mengambil Citra dari pangkuan Gayatri. Sepertinya Gayatri tidak sadar kalau Citra tengah tertidur di pangkuannya dan sekarang tubuhnya hampir terjatuh karena Gayatri tidak memeluknya erat."Kamu istirahat saja. Biar saya dan Cindy yang mengurus anak-anak," ucap Bu Nela."Tidak usah, Bu. Kan ini sudah tugas saya, pekerjaan saya jadi saya yang harus tanggung jawab.""Tidak apa-apa, Tri. Kamu istirahat saja. Wajah kamu pucat gitu.""Iya, Mbak Tri. Mbak istirahat saja, kasihan anak-anak nanti kalau lihat Mbak sakit." Cindy juga ikut menyarankan.Gayatri mengangguk. Walaupun sekarang ia bekerja, pekerjaan pasti akan kacau karena pikiran dan perasaan sekarang sedang tak keruan.Bu Nela menghela napas. Ia sudah tahu apa yang terjadi pada Gayatri. Kemarin Asti sudah menceritakan semuanya tentang Ga







