Share

Nostalgia

Penulis: Auphi
last update Terakhir Diperbarui: 2024-08-13 13:00:36

Seperti biasa, tuan Jhon yang terhormat tak mau dipersalahkan. Oleh sebab itu, Julia pun tak melanjutkan bantahannya. Dengan tatapan penuh intimidasi, dia hanya menunjukkan gestur tubuh yang isyaratnya jelas. Meminta pria di depannya segera membuka baju.

Tanpa banyak bicara, Jhon membuka kancing kemejanya dan menunjukkan bagian bahu yang lebam gara-gara hantaman bola bisbol.

"Tahanlah, ini akan sedikit sakit." Julia berkata sambil menempelkan balok es ke bagian tersebut.

Gara-gara rasa bersalah, dia bergerak sepelan mungkin sambil mengamati wajah Jhon yang berkerut menahan rasa sakit.

"Kenapa kau harus berjaga dibalik pintu dengan tongkat bisbol? Seolah kita hidup di negara berkonflik saja," protesnya.

"Kau mungkin tidak, tapi aku punya."

"Maksudmu dengan bocah Ramirez? Tenang saja, dia masih terkapar di rumah sakit."

Julia menekan bahu Jhon sedikit lebih keras hingga pria itu mengaduh. "Bagaimana kau tahu?"

"Aku bisa tahu informasi apapun yang kumau. Sekarang lepaskan tanganmu dari bahuku kalau memang tak berniat mengobati."

"Maaf, maaf, aku cuma kaget. Lagi pula, kenapa kau mesti memakai mobil yang mirip dengan punyanya."

"Apa?" Alis Jhon menukik tajam. "Bagaimana mungkin mobil mahalku mirip dengan Chevrolet bututnya?"

"Yah... setidaknya bentuk dan warnanya sangat mirip."

Kehabisan akal, Jhon hanya bisa menggeleng lemah. "Kalian perempuan kadang membuatku bingung. Persoalan otomotif, benar-benar buta tapi bicara soal fashion dan makeup, segala detailnya bisa kalian ingat."

"Karena itulah kami disebut perempuan." Julia berkomentar singkat lalu mengoleskan salep.

Usai mengurusi Jhon, dia segera menyimpan peralatan P3K lalu menyajikan segelas teh hangat dan biskuit pada tamunya.

"Kau benar-benar cekatan!"

Dalam kesempatan yang langka, Jhon berseru takjub setelah Julia duduk di hadapannya.

Meski jantungnya berdebar mendapat pujian, Julia menjaga cara bicaranya tetap tenang. "Ah, itu cuma hal kecil. Bagi orang miskin sepertiku, tak ada pilihan selain bekerja keras sepanjang waktu."

Jhon tak berkomentar lebih jauh. Tangannya yang kekar terawat, mencomot sepotong biskuit dan mencobanya. Setelah itu, dia menyesap teh yang masih mengepul panas."

"Hmm, rasanya lumayan. Kurasa, hidup denganmu kelak, tidak akan buruk."

Tentu saja! Hidupku yang bakal suram tinggal seatap dengan pria arogan sepertimu.

Lagi-lagi, Julia yang tak berdaya cuma bisa mengumpat dalam hati. Meski sudah menyiapkan mental, tetap saja reaksi angkuh Jhon terkadang membuatnya sebal setengah mati.

"Drdrtdrtdrtdrt."

Keheningan yang canggung di dapur kecil itu, tiba-tiba pecah oleh dering ponsel Jhon yang keras dan lama.

Pria bertubuh jangkung itu mengangkatnya enggan sebelum raut muka yang tadinya santai mendadak suram. Rahangnya yang kokoh dan bersih, tampak mengeras. Setelah panggilan usai, dia langsung bangkit dan menatap Julia sekilas.

"Aku harus pulang sekarang. Ada situasi yang harus ditangani."

"Baiklah, hati-hati mengemudi."

Jhon menggumam tak jelas sebelum menghilang dibalik tangga.

Perjalanan dari Delicacy Forest ke rumahnya memakan waktu sekitar setengah jam dan selama itu pula, dia tak henti-hentinya mengumpat wanita yang pernah sangat dia dambakan.

"Akhirnya kau datang, Jhon." Vivienne berkata begitu dia membuka pintu mansion mereka yang megah.

Wanita yang masih tampak menawan diusia yang sudah lewat kepala tiga itu sedang duduk bersantai dengan tangan bersedekap. Sementara itu, si kembar Jim dan Jill duduk tanpa ekspresi di depannya.

"Mau apa lagi kau datang kemari? Bukannya urusan kita sudah selesai?"

Mata indah Vivienne menyipit. "Tadinya iya, namun begitu melihat wanita yang kau pilih untuk merawat anak-anak, aku berubah pikiran."

Jhon mengusap wajah lelah. "Apa maksudmu? Seolah kau peduli dengan mereka."

"Tentu saja aku peduli. Walau sangat sibuk, aku selalu memperhatikan perkembangan mereka."

Jhon nyaris tertawa, namun demi menjaga citra istrinya didepan kedua anak mereka, dia menahan diri.

"Tentu saja kau ibu yang peduli makanya mau repot-repot bertengkar denganku didepan anak-anak, iya kan?"

Sindiran Jhon menusuk dengan tepat. Meski tak terima, Vivienne tak punya pilihan selain meminta si kembar kembali ke kamar.

Begitu hanya mereka yang tinggal di ruang tamu, Jhon tak mau lagi repot-repot bersilat lidah.

"Vivienne Sayang, apa maksudmu perhatian? Setahuku sejak hamil, kau sudah benci mereka. Katamu, kehadiran anak-anakku membuat bentuk tubuhmu tak seindah dulu."

Vivienne berdecak sebal. "Dasar payah! Kenapa omongan perempuan hamil kau pedulikan? Kami memang suka meracau karena situasi hormonal."

"Begitukah?" Mengangkat alisnya tinggi, Jhon duduk di atas meja, tepat dihadapan Vivienne. "Ketika mereka sudah sekolah, kau juga terus merengut. Berapa kali kau katakan bahwa mereka cuma beban, sesuatu yang membuatmu tertekan dan tak bebas."

"Oh, ayolah Jhon, kita semua punya masa-masa sulit. Aku cuma sedang tertekan dengan pekerjaan, itu saja."

Sekali lagi Jhon menghembuskan nafas lelah. Dia sendiri tak habis pikir kenapa masih sudi membuang nafasnya untuk berdialog dengan Vivienne, yang tak pernah mau mengaku salah dalam hal apapun.

Apa secinta itu dia pada ibu anak-anaknya?

"Sudahlah Vivienne, apa gunanya mengungkit masalah yang sudah lewat, toh kita sudah menandatangani berkas perceraian. Hanya tinggal menunggu surat pengadilan," ujarnya pasrah.

"Betul, bahkan kata ayahku surat itu akan dikirim besok. Tapi perlu kau tahu Jhon, aku tak sudi bila anakku dijaga perempuan rendahan dengan bentuk tubuh mirip pe-lacur."

"Tutup mulutmu, Vivienne!"

Kesabaran Jhon habis. Dia memukul meja dengan tangannya hingga wanita yang sekejap lagi sah jadi mantan istrinya tampak sangat kaget.

"Jhon! Ada apa denganmu? Lihatlah, hanya sebentar mengenal perempuan itu, kau sudah seperti preman jalanan."

"Apa bedanya denganmu? Mukamu cantik tapi kata-kata yang kauucapkan bukan sesuatu yang pantas keluar dari mulut perempuan terhormat."

Kedua manusia yang dirasuk amarah ini saling tatap, mencoba mencari setitik rasa yang masih tersisa di wajah masing-masing. Akan tetapi, sama-sama punya sifat keras kepala, membuat rasa apapun, tertutup dibawah lapisan harga diri.

Pada akhirnya, baik Jhon maupun Vivienne sama-sama membuang pandang, seolah melihat wajah masing-masing sangat melelahkan.

"Kurasa kita memang tidak tercipta untuk satu sama lain," ujar Jhon pada akhirnya. "Terlalu banyak pertengkaran, terlalu banyak perselisihan, dan itu... sangat tidak menyenangkan untuk kita maupun anak-anak."

Vivienne bangkit berdiri, berjalan menuju jendela, memandangi taman indah di depan mansion. Entah apa yang dia pikirkan, namun sejurus kemudian dia berbalik menghadap Jhon yang tengah terpekur menatap permadani Persia di bawah kakinya.

"Sejujurnya Jhon, aku sudah memberimu banyak kesempatan. Kau sama sekali tak berusaha, selalu sibuk dengan pekerjaanmu dan membuatku hampir gila di rumah."

Penyangkalan sang istri membuat nostalgia yang sempat menguar dalam benaknya, perlahan lenyap. Wajah Jhon yang tadi sendu, mendadak dingin.

"Ya, aku memang salah sedangkan kau tak pernah... dan tak akan mungkin salah. Sekarang, katakan saja apa maumu? Jangan bertele-tele."

"Dari awal sudah kubilang, tak sudi bila perempuan murahan itu yang kau pilih jadi penggantiku. Aku tak bisa membayangkannya ada di perjamuan kelas atas."

"Untuk apa dia di sana? Memangnya sepertimu, selalu haus perhatian?"

Mengabaikan ironi dalam kalimat terakhir sang suami, Vivienne memilih fokus pada yang terakhir.

"Jadi, kau tak akan membuatnya tampil di muka umum?"

"Apa pedulimu?"

Tak menyerah, Vivienne terus mendesak ayah dari kedua anaknya. "Oh, ayolah Jhon. Kau tak memikirkan perasaan dan harga diriku ketika membawa perempuan itu di lingkungan kita?"

Bagi khalayak ramai, Vivienne mungkin lajang. Akan tetapi dalam pergaulan kelas atas, semua orang tahu bahwa dirinya adalah istri Jhon Westwood, salah satu pria paling berpengaruh dalam industri hukum New York.

"Baiklah, Julia hanya akan tinggal di rumah. Tapi ingat, kau jangan mengusik apalagi sampai mendatanginya seperti tadi."

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Menjadi Ibu Pengganti Anak Kembar Milyuner Tampan   Penutup

    Lima tahun kemudianJulia duduk santai di tepi danau. Matanya tak luput memandang suami dan kedua anaknya yang sedang naik perahu di tengah sana. Cahaya mentari memantul indah, membuat permukaan air seperti permata yang berkilauan. "Mom, lihat! Aku bisa mengayuh."Seruan si bungsu Jill membuat senyum lebar terbit di wajahnya. Ya, beberapa tahun terakhir, si kembar memutuskan untuk memanggilnya Mommy, sementara Vivienne mereka panggil Mother. Hal ini bikin hidup Julia terasa lengkap. Dia bisa saja kehilangan dua anak, tetapi dia mendapat dua anak juga sebagai gantinya. "Mom, aku jauh lebih kuat dari pada Jim." Seruan si bungsu terdengar lagi.Julia balas melambai sembari meneriakkan kata-kata penyemangat. Saat perahu makin jauh berlayar, barulah dia melirik pesan yang sudah sejak tadi singgah di gawainya. Pengirim pesan ini adalah Luke. [Dear July, aku bangga dengan pencapaianmu. Kulihat beberapa bukumu mas

  • Menjadi Ibu Pengganti Anak Kembar Milyuner Tampan   Bintang yang Bersinar Terang

    Besok paginya, setelah memutuskan dengan penuh pertimbangan, Julia berangkat bersama Jhon. Saat akan naik ke mobil, Olivia tak hentinya menangis seraya berpesan. "Kalau suatu saat nanti hidupmu tak baik-baik saja, kembalilah kemari. Bibi akan selalu menerima."Tak ada yang bisa diucapkannya selain memeluk Olivia lebih erat. Setelah keduanya selesai melepas haru, Jhon pun pamit pada Olivia. "Kami pergi dulu. Di masa mendatang, kami akan berkunjung lagi."Usai berpamitan, mobil pun menderu, meninggalkan rumah pertanian semakin jauh. Julia terus menoleh ke belakang, hingga rumah tempatnya lahir dan menghabiskan masa muda, lenyap dari pandangan. "Kau sedih, Sayang?" tukas Jhon. "Sedikit. Bagaimana pun, aku sudah sebulan tinggal di sana.""Kapan-kapan kita kemari lagi."Jauh dalam hatinya, Julia tahu bahwa janji ini sulit ditepati. Begitu kembali ke Manhattan, sudah pasti Jhon akan kembali jadi robot gila kerja.

  • Menjadi Ibu Pengganti Anak Kembar Milyuner Tampan   Pulang ke Rumah

    Sudah lewat waktunya makan siang saat mereka sampai di sana. Suasana agak gelap karena tempat yang mereka datangi tertutup pepohonan besar. "Jadi, tempat ini yang kau maksud?" tanya Jhon seraya memandang sekelilingnya takjub. "Tentu saja. Waktu kecil, aku sering bersembunyi di sini agar tak disuruh mencuci piring."Dengan gesit, Julia masuk ke dalam celah bebatuan tersembunyi, lalu duduk pada ceruk yang dalam. Tak butuh waktu lama bagi Jhon menyusul sang istri. Pria itu langsung duduk di sisi Julia dan melanjutkan asmara yang sempat terjeda. Api kerinduan membuat keduanya terbakar gairah. Beberapa saat berselang, ketika mereka terbaring bersimbah peluh, barulah hasrat yang menggelora itu padam. "Terima kasih, Sayang." Jhon berbisik lembut seraya mengecup kening istrinya. Perlakuan yang begitu manis membuat Julia makin larut dalam dekapan Jhon. Hari ini, dia mempertaruhkan segenap keyakinan demi bisa mereg

  • Menjadi Ibu Pengganti Anak Kembar Milyuner Tampan   Kencan di Tengah Hutan

    Kata-kata bibinya tempo hari masih terngiang di benak Julia. Meski demikian, hatinya masih dilema, antara kembali ke Manhattan atau menetap di tanah kelahiran. Saat ini, dia sedang serius menekuni laptopnya, namun jumlah kata yang diketik pada jendela aplikasi, tak bertambah satu huruf pun. Alih-alih berpikir, dia malah sibuk berandai-andai, bagaimana jadinya jika dia tak bersama Jhon lagi untuk selamanya. Dia menarik nafas kesekian kali, dalam upaya sia-sia untuk mengumpulkan niat menulis. Tetapi, belum sempat terlaksana, deru halus mobil terdengar di pekarangan rumah, diikuti Ketukan pada daun pintu sejurus kemudian. "Siapa?!" serunya seraya beranjak dari duduknya. Orang asing yang berdiri di balik sana tidak menyahut. Hal ini bikin Julia was-was, sebab bukan cuma sekali dia nyaris mati dalam percobaan pembunuhan. "Siapa di sana?" ujarnya lagi. Kali ini lebih keras dari yang tadi. Ketika tamu tak diundang ini bu

  • Menjadi Ibu Pengganti Anak Kembar Milyuner Tampan   Mencintai Lebih Dalam

    "Papa, aku datang hari ini... ."Tangis Julia tak bisa dibendung saat berkunjung ke pusara laki-laki yang sangat dia kasihi. Pada nisan yang usang, tertulis nama Sebastian Hernandez beserta tahun kelahiran dan kematian. Sedangkan di baris paling akhir tertera kutipan ayat kitab suci : Segala jalan Tuhan adalah kasih setia dan kebenaran bagi orang yang berpegang pada perjanjianNya dan peringatan-peringatanNyaJulia tersenyum getir. Menjelang kematiannya, Sebastian memang kerap menyendiri di kamar, mengerjakan entah apa. Dan saat ajalnya tiba, Julia hanya menemukan tubuh yang terbujur beserta ayat yang ditandai dengan stabilo kuning pada kitab yang terbuka di sebelah tubuh kaku sang ayah. Apakah ayahnya tidak berpegang pada perintahNya sehingga Dia tidak menunjukkan belas kasihan? Pertanyaan ini berputar-putar di benak Julia untuk waktu yang lama, tetapi hingga detik ini dia belum menemukan jawaban. "Ah, Papa." Dia be

  • Menjadi Ibu Pengganti Anak Kembar Milyuner Tampan   Mati Rasa

    Dua pasang mata saling tatap, mencoba menyelami pikiran masing-masing. Sudah sepuluh menit berlalu, namun belum ada yang mulai bicara. Saat keheningan makin canggung, Jhon akhirnya menyerah. "July... kau sudah makan?"Dari begitu banyak kalimat yang mau diucapkan, yang keluar justru yang paling garing. Jhon langsung menyesal begitu mengatakannya. "Sudah."Hatinya melonjak girang saat Julia menyahut. Walau bukan jawaban paling ramah, setidaknya sudah mau bicara. Harap-harap cemas, Jhon melanjutkan lagi. "Kau mau keluar? Udara segar bisa bikin kesehatanmu cepat pulih."Julia tak mengangguk, tetapi bahasa tubuhnya menunjukkan bila dia tak keberatan. Jhon bergegas melepas selang dari kantung cairan infus, lalu memapah Julia ke atas kursi roda. Hatinya sakit saat menyadari betapa ringkih badan istrinya. Sudah memasuki musim gugur, namun udara di luar masih agak dingin. Jhon melepas coat panjangnya, lal

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status