Share

Bab 4. Menyebut Nama Wanita Lain

Pada malam harinya, Kinara tampil memukau untuk melancarkan aksinya agar Dipta mau sedikit melunak, dia mengenakan pakaian minim yang diyakini bisa mengundang keinginan terpendam pria itu.

Meskipun merasa tidak terbiasa, Kinara berusaha melakukannya untuk memperbaiki hubungan mereka yang terkesan dingin dan datar, Kinara tak bisa hidup seperti ini untuk waktu yang lama, dia harus membuat perubahan besar.

Sudah berkali-kali wanita itu melirik jam dinding yang terus berdetak, menunjukkan bahwa waktu sudah semakin malam. Dia berdecak keras dan mulai menghubungi Dipta, masa bodoh jika pria itu akan marah karena Kinara lancang menghubunginya.

Panggilan itu tidak kunjung dijawab, sampai Kinara berkali-kali menghubungi Dipta tanpa mau menyerah. Akhirnya pada percobaan kelima, panggilan tersebut baru dijawab.

“Halo, Kinara?”

“Ya, ini siapa?” Suara itu terdengar asing di telinga Kinara, terlebih suara berisik di seberang telepon membuat Kinara tak bisa mendengarnya dengan jelas.

“Aku Gavin, sahabat Dipta.”

Mulut Kinara terbuka setengah, matanya melebar, dia lantas berdiri dari sofa. Tentu saja dia mengenal Gavin, pria itu adalah General Manager di Pratama Corporation dan sangat terkenal karena keramahan serta parasnya yang rupawan.

“Oh iya, apa Mas Dipta ada di sana?” Kinara tidak tahu Gavin mengetahui soal hubungannya dengan Dipta atau tidak, tapi melihat pria itu yang berbicara santai kepadanya, sepertinya Gavin tahu semuanya.

Suara musik yang terdengar keras membuat Kinara menjauhkan ponsel dari telinganya selama beberapa saat, dia sudah bisa menebak ke mana perginya suaminya itu, pasti ke tempat hiburan malam dan meneguk beberapa gelas minuman yang membuat mabuk.

“Ada, dia mabuk dan aku tidak tahu harus membawanya pulang ke mana. Katanya dia baru saja menjual rumahnya dan pindah ke apartemen. Bisa kamu beri aku alamatnya?”

Rumah katanya, bahkan Kinara tidak tahu bahwa sebelumnya Dipta punya rumah sendiri selain milik orangtuanya, meskipun tidak menutup kemungkinan karena pria itu pasti ingin menghabiskan uangnya untuk hal-hal yang penting seperti membeli rumah sendiri.

“Aku kirim alamatnya lewat pesan singkat,” putus Kinara. “Terima kasih, Pak Gavin.” Setelah itu panggilan terputus, Kinara mulai mengirimkan pesan berisikan alamat apartemen kepada nomor suaminya.

Beberapa kali dia menghembuskan nafas kasar, lalu mulai beranjak untuk meraih kimono yang senada dengan gaun tidurnya, tak mungkin dia menyajikan pemandangan tubuhnya kepada Gavin.

***

Setengah jam berlalu sejak Kinara menelepon suaminya, sekarang bunyi bel yang ditekan membuat Kinara bergerak cepat untuk membuka pintu, dia tersenyum canggung kala melihat Gavin kesusahan menahan berat beban tubuh Dipta yang mabuk berat.

“Tolong bawa masuk, Pak.”

Tanpa mengatakan apa pun Gavin membawa pria mabuk itu ke ruang tamu, lalu membaringkannya di atas sofa panjang. Kinara hanya memperhatikannya sambil melipat kedua lengan di depan dada. “Dia sangat merepotkan.”

Gavin terkekeh. “Lumayan,” katanya sambil meregangkan sendi dan ototnya yang terasa pegal.

“Terima kasih banyak, Pak Gavin,” ucap Kinara, merasa tidak enak dengan atasannya itu.

Pria berlesung pipi itu tersenyum sopan. “Gak masalah, dia sudah sering seperti ini dan merepotkanku.”

“Oh ya?” Sejujurnya Kinara ingin menggali lebih dalam lagi soal suaminya, namun merasa tak yakin Gavin mau memberi tahu soal itu.

Keduanya saling memandang dalam hening, seperti sama-sama bingung mau bicara soal apa lagi, sampai akhirnya Gavin mengelus tengkuknya dengan gerakan canggung. “Kalau begitu aku pulang dulu.”

Kepala Kinara mengangguk singkat dan mengikuti langkah Gavin menuju pintu keluar. “Sekali lagi, terima kasih, Pak.”

Pria itu mengangguk dan tersenyum tipis, lalu mulai pergi meninggalkan apartemen tersebut. Begitu hanya tinggal Kinara dan suaminya yang sedang tertidur di atas sofa, wanita itu berjalan cepat sambil memperhatikan pria bertubuh atletis yang tampak tak berdaya malam ini.

“Bukannya bersenang-senang denganku malam ini, kamu lebih memilih meneguk minuman di kelab malam?”

Sambil memasang ekspresi kesal, Kinara melepaskan sepatu Dipta beserta kaus kakinya, setelah itu dia duduk di atas karpet bulu yang digelar di bawah sofa, kedua lengannya bertumpu pada bagian kosong di atas sofa, tatapan matanya mengarah pada wajah Dipta yang terasa dekat namun tidak tersentuh. “Tampan sekali,” pujinya sambil mengelus lembut satu sisi wajah suaminya.

Pria berwajah tegas, hidung bangir, bibir yang tebal, serta kedua mata tajam yang kini terpejam itu seperti mengambil alih poros dunia Kinara.

Tiba-tiba kedua matanya perlahan terbuka, dia menatap Kinara dengan tatapan sayu, terlihat belum sadar dari mabuknya. Lalu suara tawa ringan mulai terdengar, senyum manis milik Dipta yang akhir-akhir ini tidak bisa Kinara lihat mulai muncul kembali.

Untuk sesaat Kinara merasa terhipnotis, terlebih pria itu juga mengulurkan tangannya untuk menyentuh lembut bibir Kinara yang ranum. “Kamu cantik sekali,” puji Dipta dengan suaranya yang terdengar serak.

Wajah Kinara memunculkan semburat merah, bulu matanya yang lentik alami bergerak pelan ketika dia berkedip, dadanya juga berdebar hebat. “Mas,” lirih Kinara.

Dipta mempertahankan senyuman manisnya, dia tiba-tiba bangun dengan mata yang sesekali masih terpejam, membuat Kinara menegakkan tubuhnya dan mendongkak untuk membalas tatapan Dipta yang kini menunduk ke arahnya.

Tangan pria itu berganti mengelus satu sisi wajah Kinara, lalu kepalanya bergerak maju, seperti hendak melakukan hal yang Kinara nantikan selama ini.

Ketika hanya tinggal tersisa beberapa sentimeter lagi untuk bibir itu mendarat di tempat yang tepat, Dipta berucap, “Kamu cantik sekali, Maura.”

Kesadaran Kinara yang sempat hilang langsung muncul kembali, wanita itu menatap suaminya dengan tatapan nanar, lalu menyingkirkan tangan Dipta dari wajahnya dengan gerakan kasar, selanjutnya dia mengambil jarak dengan kedua mata yang berkaca-kaca.

“Sialan!” umpatnya.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status