Share

03. Mama Baru

"Halo, Pa!" Adora mengangkat panggilan dari papanya yang kini tinggal jauh darinya.

"Halo, Ra. Gimana kabar kamu? Sudah makan?" tanya Nicholas.

"Baik, kok. Kabar aku juga baik. Gimana kabar, Papa? Usaha Papa lancar, kan?" Adora balik bertanya untuk mengetahui kabarnya.

"Baik juga. Restoran berjalan lancar, bulan sekarang bahkan omsetnya besar. Papa barusan sudah kirim uang buat kamu, Ra. Tolong dicek nanti habis kita teleponan, ya!" pesan sang Papa.

"Padahal nggak usah repot-repot kirim, Pa. Aku juga masih ada uang, kok. Mending Papa pakai buat tambah modal usaha lagi. Oh, ya, gimana kabar tante Naura?" Kali ini Adora menanyakan kabar mama tirinya.

"Jangan gitu, ah! Papa juga usaha ya buat kamu juga, Ra. Papa nggak enak sudah tinggalkan kamu sendiri di sana. Kabar tante Naura baik. Dia lagi ngajar les muridnya, paling pulang setengah jam lagi," jawab Nicholas.

"Bukan Papa yang tinggalin aku, tapi aku yang mau tetap tinggal di sini. Lagian aku nggak bisa jauh dari kota ini, Pa. Tanpa aku jelaskan, Papa juga pasti tahu alasannya. Syukur kalau kalian semua baik-baik saja. Aku senang dengarnya," ungkap Adora.

"Seminggu lagi ulang tahun mamamu, kan? Tolong belikan buket bunga mawar kesukaan mama, ya. Papa jauh, jadi nggak bisa belikan dan kunjungi mamamu. Titipkan salam Papa buat mama, nanti Papa kirim doa dari sini," tutur Nicholas.

"Iya, Pa. Sudah tiga tahun mama nggak ada, tapi Papa masih ingat ulang tahun mama. Makasih, Pa, karena tidak lupa soal mama walau sekarang Papa sudah sama tante Naura." Adora pun merasa terharu atas sikap Nicholas yang mengingat hari lahir mendiang istrinya yang telah menghadap Tuhan selama tiga tahun ini.

"Ra, mamamu itu cinta pertama Papa, mana mungkin Papa lupa soal hari lahirnya? Bahkan apa yang dia suka, apa yang dia benci, semua masih Papa ingat, Ra, " sahut Nicholas.

"Mama beruntung karena sempat menikah dengan pria penyayang dan perhatian seperti Papa. Beliau juga pasti senang karena Papa sekarang sudah bisa senyum lagi setelah sama tante Naura. Kalau Papa senang, aku juga tentu merasa sama."

"Makasih, Sayangku. Papa juga sangat berharap kalau kamu bisa memulai kembali membuka hati kamu, Ra. Papa yakin kamu bisa mendapatkan pria yang baik, yang sayang sama kamu, yang cinta sama kamu," ucap Nicholas penuh harap.

"Nggak semudah itu, Pa. Kejadian di masa lalu nggak semudah itu buat aku lupain. Apalagi karena hal itu juga mama sampai meninggal, sakit rasanya, Pa." Suara Adora bergetar, ia tidak dapat menyembunyikan kesedihannya.

"Sabar, Ra. Papa tahu ini nggak mudah buat kamu. Hidup kita sesakit apapun harus tetap berlanjut. Papa yakin akan ada beribu kebahagiaan habis ini yang akan datang ke kamu. Doa Papa selalu buat kamu, Sayang." Nicholas mencoba menenangkan anak tunggalnya itu.

Percakapan mereka berlanjut, Adora sengaja membahas hal lain agar ia tidak kembali terpuruk dalam kesedihan yang sudah payah ia lalui beberapa tahun ini. Melepas rindu dengan papanya yang dua tahun terakhir tinggal jauh darinya adalah hal yang paling membahagiakan untuk wanita itu. Dengan mendengar suaranya saja, rasa lelah menjalani hidup yang keras ini sudah membuat dirinya cukup tenang.

***

Brandon tengah berada di kamarnya. Ia duduk di tempat tidur dengan menyandarkan punggungnya di sandaran tempat tidur. Ia menatap lurus ke arah pigura berukuran besar di dinding. Terdapat potret dirinya dan mendiang istrinya yang tidak pernah ia turunkan dari sana.

Wanita itu meninggalkan dirinya setelah melahirkan Valerie. Ia kehilangan banyak darah dan tidak bisa diselamatkan. Sejak saat itu, Brandon tidak pernah mencoba berpaling kepada wanita lain. Secantik apapun wanita yang mendekatinya, ia akan selalu menghindar dan berjaga jarak.

"Anak kita sudah mulai masuk TK, Bell. Dia semakin cantik kayak kamu. Mata dia selalu ingatkan aku sama kamu. Andai kamu masih ada, pasti kamu yang paling semangat antar jemput Valerie ke sekolah. Dia lucu sekali, hari ini dia gambar aku, tapi karena kamu nggak ada, dia malah gambar ibu gurunya," monolog Brandon dengan mata yang berkaca-kaca dan tawa yang menyedihkan.

Suara ketukan pintu membuyarkan kesedihan Brandon. Terdengar suara Valerie dari luar, sehingga Brandon bergegas turun dari tempat tidur dan membuka pintu.

"Papa, boleh aku tidul sama Papa malam ini?" pinta Valerie dengan wajah kantuknya.

"Tentu saja boleh, tapi Papa boleh tahu kenapa kamu mau tidur sama Papa?" Brandon ingin tahu alasan dari permintaan anaknya itu.

"Aku takut, tadi mimpi buluk, Pa," jawab Valerie.

Brandon membawa putrinya itu dalam dekapannya. "Uh, kasihan sekali anak Papa ini! Ayo, tidur di kamar Papa!"

Mereka berdua pun masuk. Brandon kembali menutup pintu kamarnya. Setelah itu, ia merapikan bantal untuk Valerie. Begitu siap, anak itu langsung naik ke tempat tidur dan merebahkan tubuh kecilnya itu.

"Pa, Bu Lala cantik, ya. Dia baik, aku suka sama Bu Lala," kata Valerie tiba-tiba.

Brandon yang duduk di tempat tidur sambil mengusap kepala anaknya dengan kelembutan pun merasa keheranan karena sejak di sekolah tadi, Valerie terus saja membahas soal gurunya itu.

"Riri, Papa rasa semua ibu guru tentu akan baik kalau di sekolah, bukan cuma ibu Adora saja," kata Brandon.

Valerie menggeleng. "Nggak semua, tadi pas makan siang, aku nggak sengaja nyenggol teman, telus ada ibu gulu yang lihat aku sambil melotot, aku nggak tahu namanya siapa, ih selem, Pa!"

"Masa, sih? Mungkin ibu gurunya lagi sakit mata, makanya melotot begitu, Ri," gurau Brandon agar anaknya tidak takut untuk pergi ke sekolah nantinya.

"Selius, Pa! Untung nggak ada di kelas aku. Di kelas aku adanya bu Lala sama bu Ayumi. Meleka baik, tapi bu Lala yang paling baik, sih," curhat Valerie.

"Bagus, deh. Papa jadi tenang kalau begitu. Nanti kalau ada ibu guru yang melotot itu lagi, kamu nggak usah dekat-dekat, cukup sama bu Rara atau bu Ayumi saja, ya!" pesan Brandon.

"Oke, Pa. Pa, mama senang nggak, ya lihat aku sekolah? Aku sudah besal sekalang." Valerie menatap potret mendiang mamanya di pigura.

Brandon menghentikan usapannya di rambut Valerie. Seketika hatinya terasa sakit mendengar apa yang dikatakan putrinya barusan. Ia sadar betul bahwa sesungguhnya Valerie juga merindukan sosok mamanya yang sama sekali tidak pernah ia lihat sejak lahir.

"Dia pasti sangat senang dan bangga sama kamu, Ri. Anak Papa sangat hebat. Makin besar, tambah cantik. Apalagi sekarang sudah mulai sekolah. Mama pasti senang lihat kamu dari Surga, Ri," ungkap Brandon.

"Kalau kita cari mama balu, mama Bella bakalan sedih, nggak?" Valerie melihat wajah papanya dan dengan polos ia bertanya demikian.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status