Share

Orang asing

Author: AuthorS
last update Huling Na-update: 2025-07-23 17:56:47

"Ya ampun, baru saja keluar rumah satu kali aku sudah mendapatkan sikap tidak baik dari penduduk sini. Tapi, bagaimana aku akan mendapat pekerjaan kalau di rumah terus." Kata Kinan yang baru saja berlalu dari hadapan Axel. 

Dia berjalan cepat dengan tubuhnya yang bergetar ketakutan karena sikap Axel tadi. Dia merasa terancam, bahkan berpikir buruk tentang Axel yang dianggapnya tengah mengalami gangguan kejiwaan. 

Tak berapa lama gadis itu sampai di sebuah rumah. Dia segera masuk, lalu dengan cepat mengunci pintu rumahnya.

"Ada apa Kinan? Kenapa pintunya tiba-tiba di kunci?" tanya salah seorang wanita berrambut pendek yang tengah menikmati secangkir teh hangat di atas meja makan. 

"Tidak apa-apa, aku ke kamar dulu!" jawabnya sambil terburu-buru masuk ke dalam kamarnya.

Kinan duduk di atas ranjang dengan tatapan kosong dalam lamunannya. Dia mengingat kejadian pahit dalam hidupnya beberapa minggu yang lalu. 

Mendapati pacarnya tengah bermesraan bersama kakaknya sendiri dalam sebuah ruangan. Hal yang tidak pernah dia duga sebelumnya. Sebuah hal yang sangat menyakitkan setelah mengetahui perselingkuhan mereka, bahkan mereka tidak merasa bersalah sedikitpun. Keduanya malah dengan sengaja melangsungkan acara pernikahan setelah gosip itu menyebar luas. 

Seluruh anggota keluarga merestui hubungan mereka. Itulah yang membuatnya hampir tidak waras dan memutuskan untuk pergi, meninggalkan kediaman orangtuanya. Kini, dia tinggal bersama Bibinya di kota. 

Tok! Tok! Tok! 

Suara ketukan itu membuyarkan lamunan Kinan. Dia melirik ke arah sosok wanita yang selama ini selalu ada untuknya. Dia masih berdiri di depan pintu yang terbuka menunggullllllllll di persilahkan masuk. 

"Masuklah Bibi!" ucap Kinan. 

Wanita bernama Resa itu tersenyum, lalu duduk di samping keponakannya. Dia tahu betul apa yang di rasakan Kinan saat ini. Dari tatapan kosong dan wajah cantiknya yang layu membuatnya bisa menebak dengan pasti jika Kinan kini tengah bersedih. 

"Ada apa? Apa yang terjadi? Bibi tahu, pasti kamu sedang menyembunyikan sesuatu dari Bibi." Kata Resa dengan lembut. 

Kinan menoleh ke arahnya sambil tersenyum seolah tidak terjadi apapun dan dia ingin Bibinya itu beranggapan bahwa dia selalu baik-baik saja.

"Tidak apa-apa kok Bi, tidak terjadi apa-apa. Aku hanya sedikit gugup saat mencoba menghirup udara segar di luar tadi." Jawab Kinan. 

Resa menghela nafas dengan lega. Dia tersenyum mendengar jawaban itu. "Syukurlah kalau tadi tidak terjadi apa-apa. Sering-seringlah mencari udara segar di luar agar kamu terbiasa dan tidak merasa gugup dengan kehidupan luar. Semua akan baik-baik saja. Tidak ada satupun orang disini yang tahu akan gosip itu." Jelas Resa mencoba menenangkan keponakannya. 

"Iya, Bibi, terimakasih ya," ucap Kinan sambil tersenyum. 

Resa memeluk gadis itu dengan lembut. Dia mengusap rambut panjang  Kinan seperti biasa. Hanya itu yang bisa dia lakukan agar Kinan tetap merasa aman dan merasa di sayangi olehnya. Karena hanya dialah satu-satunya orang yang mengulurkan tangan disaat Kinan terpuruk dalam keadaan. 

                         ———

"Siapa gadis tadi, aku lupa tidak menanyakan namanya, aku lupa tidak meminta nomer telponnya. Bahkan aku hanya diam saja saat dia pergi. Bodoh sekali! Harusnya aku mengejarnya, lalu mminta nomer telponnya!" gerutu Axel tak hentinya berkata sambil terus berjalan kesana-kemari bak cacing kepanasan. 

"Hei-hei, ada apa? Kenapa panik sekali?" tanya seorang perempuan tua berjalan menghampiri Axel yang masih gelisah. 

"Aku bertemu dengan Lea Nenek!" jawab Axel yang membuat neneknya mendadak terkejut. 

"Apa?! Maksudmu...Lea masih hidup dan Kamu baru saja bertemu dengan Lea?!" tanyanya. 

"Maksudku..." 

"Tuan Axel, Tuan Lian sedang menunggu anda di ruangannya." Angga mengingatkan. 

"Maaf Nenek, lain kali aku bercerita lagi. Aku harus menemui Ayah dulu," ucap Axel sambil pergi menuju ruang kerja Ayahnya. 

Nenek Axel hanya terpaku sambil mengangguk dengan wajahnya yang masih syok dan tak percaya. Apa yang dia dengar barusan membuatnya sangat terkejut. 

Lalu dia pergi setelah mendengar suara tangisan seorang bayi dari dalam kamar. 

Terlihat seorang suster yang kini tengah kewalahan mencoba menenangkan seorang bayi kecil yang tidak berhenti menangis dalam pangkuannya. 

"Aduh, kenapa kau ini tidak mau diam! Aku capek dan kelelahan, dari tadi subuh kau terus saja menangis, dasar bayi cengeng!" ujar suster itu sambil menepuk keras bagian belakang bayi laki-laki yang semakin keras menangis. 

Nenek yang melihat hal itu dengan mata kepalanya sendiri merasa geram.  Dia berjalan menghampiri suster tersebut dengan emosi yang menggebu-gebu. 

Plak! 

"Kurang ajar kau! Apa yang barusan kau lakukan pada cicitku hah?! Beraninya kau memukul bayi kecil tak berdosa ini dengan tangan kotormu! Kembalikan bayi ini, dan mulai sekarang kau di pecat!" teriaknya dengan penuh ketegasan serta berapi-api. 

"Nenek, ma-maafkan aku nek, a-apa yang nenek lihat tadi tidak seperti yang nenek pikirkan, aku tidak memukulnya, aku hanya mencoba menenangkannya nek," ucap suster tersebut dengan ketakutan. 

Nenek tidak mau mendengar alasan itu. Dia merebut paksa cicitnya, lalu menyeret suster itu keluar dari kamar. 

"Kepala Pelayan!" teriaknya lantang sekali. 

Tak berapa lama kemudian seorang perempuan setengah baya dengan seragam kerjanya datang menghampiri.  Dia mengangguk hormat sambil melirik ke arah suster dengan penuh arti. 

"Iya, Nenek ibu, ada yang bisa saya bantu?" tanyanya lembut.

"Kemas semua barang-barang perempuan ini, dan biarkan dia pergi dari rumah ini. Jangan pernah biarkan dia menginjakkan kaki di rumah ini lagi, aku tidak sudi mempekerjakan seorang kriminal penjahat seperti dia! Dan siapkan juga laporan pada kepolisian untuknya hari ini juga!" kata Nenek dengan tegas. 

"Baik, Nenek!" ucap kepala pelayan yang langsung pergi dan tak ingin bertanya lebih lanjut lagi karena dia sudah tahu betul tentang sikap majikannya. 

Suster itu sangat terkejut, dia yang masih ketakutan mencoba berlutut di depan majikannya, sambil menangis dia meminta maaf berulang kali. Namun Nenek tidak ingin memaafkan bahkan dengan sengaja nenek memundurkan kakinya agar suster tersebut melepaskan tangannya. 

"Aku mohon nenek, jangan pecat aku dan jangan penjarakan aku, hiks...hiks...maafkan aku nenek..." ucapnya sambil terus menangis. 

"Aku tidak akan memaafkanmu! Aku tidak sudi melihatmu, keluar dari rumahku sekarang juga!" ujarnya dengan lantang.

                         ———

Kinan menatap kosong ke arah jendela, tiba-tiba saja dia menjerit seakan kehilangan kesadaran. 

"Keterlaluan! Sangat keterlaluan!" teriak Kinan tanpa sadar. 

Dengan khawatir Resa berjalan cepat menghampirinya. "Kinan, ada apa?" tanyanya yang begitu khawatir sambil memegang kedua pipi Kinan. 

"Bibi? Kenapa bibi bisa ada disini?" tanya Kinan yang baru tersadar dari lamunannya. Dia mengusap air mata yang sudah membasahi pipinya. 

Resa yang mengerti akan keadaan psikis keponakannya langsung memeluk lembut gadis itu. "Tidak apa-apa, tenanglah," ucapnya lembut. 

Kinan kembali sadar, dia menyadari hal yang dia ucapkan tadi diakibatkan oleh lamunannya yang terlalu dalam. Dia seolah masih berada dalam situasi beberapa minggu yang lalu. 

Kejadian menyakitkan yang terus menghantui, luka yang tidak bisa di sembuhkan selalu menghantuinya setiap waktu. Psikisnya terganggu, jiwanya begitu hacur. 

"Bibi, aku..." 

"Tidak usah berpura-pura baik-baik saja, tidak usah berpura-pura tersenyum dalam luka. Jika kamu ingin menangis, menangislah, jika kamu ingin meluapkan semuanya, lakukanlah. Tapi ingat, kamu tidak harus melakukan hal itu untuk orang-orang jahat seperti mereka. Karena kamu begitu berharga, tunjukkan bahwa kamu itu kuat dan bisa bahagia tanpa mengingat luka itu." Ucap Resa pada Kinan yang kini hanya bisa memandang nanar ke arahnya. 

Kinan kembali menangis. Dia memeluk kembali bibinya dengan eurat. Dia tumpahkan segala rasa sakit dan luka di hati yang selama ini terpendam melalui tangisan. 

"Ingat! Kamu adalah wanita yang tangguh. Dan ingat, bibi tidak akan meninggalkanmu, bibi akan selalu ada untukmu Kinan. Jadi, jangan pernah khawatir, kamu pasti akan bahagia suatu saat nanti." Ucap Resa lagi. 

"Terimakasih bibi..." ucap Kinan masih dalam pelukan. 

Beberapa jam berikutnya Kinan keluar dari kamarnya. Dia melihat bibinya sedang melakukan panggilan telpon bersama seseorang. 

"Aku harap anda bisa lebih bersabar sedikit. Aku belum mendapatkan pekerjaan. Jika uangnya sudah ada, akan segera ku kembalikan. Aku janji." Ucap Resa.

Tanpa dia sadari Kinan sudah mendengar semuanya. Ternyata selama ini Resa mempunyai banyak hutang. Dia terpaksa harus berhutang untuk biaya oprasi almarhum suaminya waktu lalu. 

Setelah kematian suaminya Resa belum bisa mendapatkan pekerjaan yang mengharuskannya hidup dalam lilitan hutang untuk menyambung hidup karena bisnis restaurant yang dia miliki saat ini terancam bangkrut. 

"Bibi, ternyata selama ini Bibilah yang menyembunyikan sesuatu dari aku. Bahkan hal seperti itu saja dia tidak ingin sampai aku mengetahuinya demi menjaga perasaanku. Mulai hari ini aku harus bekerja, pokoknya aku harus mendapatkan pekerjaan agar bisa membantunya." Ucap Kinan dalam hatinya. 

Setelah memastikan bibinya berhenti menelpon, Kinan mendekat. Dia berpura-pura tidak tahu apapun. 

"Bibi, aku pamit keluar sebentar ya, aku mau mencari udara segar di luar." Kata Kinan sambil menyalami tangan bibinya yang kini tersenyum. 

"Oke, boleh saja. Tapi ingat, jangan sampai pulang malam ya!" kata Resa. 

"Siap Bibi!" jawab Kinan memberi hormat sambil tersenyum diikuti bibinya yang kini tertawa. 

Kinan keluar dari rumah itu, dia berjalan kaki menelusuri jalanan sambil sesekali melihat ke arah beberapa kertas yang terpajang di depan toko. 

Disana tertera lowongan pekerjaan. Tapi, pekerjaan itu tidak sesuai dengan kemampuannya. Alhasil Kinan kembali mencari pekerjaan di tempat lain. Namun berkali-kali dia keluar masuk toko beserta kafe tidak ada satupun yang bisa menerima lamaran kerjanya. 

"Segitu susahnyakah pekerjaan di jaman sekarang? Kenapa seharian ini aku tidak bisa mendapat pekerjaan?" ucapnya yang kini duduk di kursi taman tempat biasa dirinya menenangkan hati. 

Taman yang kini berada di bawah pohon dengan menghadap sebuah danau itulah tempatnya menenangkan hati. Kinan sangat sering pergi ke tempat itu hanya untuk sekedar bercerita sendiri mencoba meluapkan emosi karena tidak ada yang bisa dia lakukan selain meluapkan emosinya dengan bercerita. 

Tanpa dia sadari, ada seseorang yang memperhatikannya dari kejauhan. Dia tersenyum saat Kinan terus saja mengomel sambil melempar batu ke arah danau.

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App

Pinakabagong kabanata

  • Menjadi Ibu Susu Untuk Putra Sang Pewaris   Memeriksa Kandungan 2

    Tak ingin menjawab. Kinan hanya duduk di atas ranjang sambil menatap kosong. Tasnya terjatuh begitu saja tanpa dia pedulikan. Meri duduk di sampingnya sambil menatap iba. "Pasti kamu baru saja mendapat hal yang buruk 'kan?" ucapnya sambil memegang tangan Kinan. Kinan melirik ke arahnya memaksa memberi sebuah senyuman agar sahabatnya itu tidak merasa sedih. "Aku baik-baik saja." Katanya. "Ganti pakaianmu! Kita ke rumah sakit sekarang!" ujar Axel yang tiba-tiba saja datang. Kinan dan Meri saling berlirikkan. Karena takut kena omel, Meri segera pergi. Sementara Axel tetap menunggu. "Tunggu apalagi? Cepat ganti pakaianmu!" bentak Axel lagi. "Bagaimana bisa aku mengganti pakaian kalau Tuan masih berada disini!" jawab Kinan tegas. Axel tersadar. Dia menutupi rasa malunya dengan berbalik badan. "Kalau begitu aku tunggu di luar!" katanya pergi sambil menutup pintu dengan keras. Kinan tersentak kaget. Dia segera berjalan menuju lemari, mengganti bajunya lalu sesegera mungkin menyusul A

  • Menjadi Ibu Susu Untuk Putra Sang Pewaris   Memeriksa Kandungan

    "Bohong! Tadi dia sempat mengatakan sesuatu, apa itu? Apa dia sudah mengetahui tentang kehamilamu hah?!" "Tidak! Tuan Axel tidak mengatakan apapun." Jawab Kinan tegas membuat Sania melotot padanya. "Awas saja jika kau berbohong. Aku akan mengadukanmu pada Nenek Rianti. Kau akan tahu akibatnya!" Sania pergi setelah mengatakan hal itu. Sedangkan Kinan kembali ke dapur untuk mengerjakan aktivitas lain. "Ada apa? Kenapa wajahmu muram sekali?" tanya Meri yang kini sedang mencuci piring di wastafel. "Haruskah aku pergi darisini?" tanya Kinan tiba-tiba yang membuat Meri segera menghentikan pekerjaannya. Dia membasuh tangan lalu duduk di samping Kinan. "Apa maksudmu Kinan? Kau ingin pergi? Memangnya ada masalah apalagi?" tanya Meri lagi. "Ceritanya panjang Meri. Rasanya aku tidak sanggup lagi hidup di neraka ini." Jawab Kinan dengan suara parau menahan tangisnya. Meri mendekat, lalu memeluk sahabatnya. "Aku tahu dan aku sangat paham dengan keadaanmu. Tapi bayimu harus mendapat pengaku

  • Menjadi Ibu Susu Untuk Putra Sang Pewaris   Fakta Yang Terungkap

    "Aku harap kau bisa berbicara dengan kedua orangtuamu agar pernikahan ini di undur. Maaf aku harus segera pergi, ada pekerjaan yang sangat penting yang harus segera aku kerjakan." Kata Axel pergi terburu-buru meninggalkan Stella yang kini berdiri sendiri di depan gedung. "Axel..." panggil Siella yang sudah terlambat. Axel memasuki sebuah taxi yang baru saja lewat. Dia melihat ke arah handphone yang terdapat video CCTV di rumahnya. Axel ingin tahu apa saja yang dilakukan Adrian pada Kinan.Terlihat dalam rekaman itu Adrian yang memaksa Kinan untuk mengambil beberapa paper bag hasil belanjaannya tadi. Ternyata Adrian sengaja membeli beberapa kebutuhan Kinan. "Terimalah Kinan. Anggap saja ini sebagai rasa terimakasihku padamu karena kamu sudah menemaniku berbelanja dan memberi banyak saran yang baik untukku." Kata Adrian. "Tapi Adrian...aku tidak bisa menerima semuanya. Maaf, aku merasa tidak pantas menerimanya." Tolak Kinan."Kenapa tidak pantas? Kau melakukan kebaikan, dan ini sang

  • Menjadi Ibu Susu Untuk Putra Sang Pewaris   Cemburu

    Setelah mendengar nama Axel membuat Kinan seketika kehilangan nafsu makannya. "Jadi...Tuan Axel yang membelinya?" tanyanya dengan suara yang memelan."Tentu saja Kinan, dia memesankan makanan ini untukmu." Jawab Meri dengan wajahnya yang masih sumringah. Wajah Kinan berubah menjadi murung. Dia mengingat kejadian di dapur. "Makanlah, jangan pikirkan soal tadi, yang terpenting keinginan si cabang bayi terpenuhi." Kata Meri mencoba menenangkan. Mendengar hal itu membuat Kinan tersenyum. Kemudian dia melahap sesuap demi sesuap makan yang sangat dia inginkan. Tanpa sadar, ada seseorang yang tersenyum memperhatikannya dari balik pintu yang terbuka. ————"Rencana kita yang kedua gagal! Aku malah mendapat malu dan hal itu malah membuat Axel memarahiku!" ucap Sania setengah berbisik sambil menelpon. Axel yang baru saja turun dari atas tangga merasa heran dengan tingkah mantan kakak iparnya itu. Dia melihat gelagat yang mencurigakan dari Sania yang dianggapnya be

  • Menjadi Ibu Susu Untuk Putra Sang Pewaris   Kalung Berlian

    Karena merasa senang akan mencicipi makanan itu, dengan terburu-buru Kinan duduk. Dia menaruh makanan itu di atas meja makan. Lalu bersiap menyantapnya. Tapi, baru saja hendak menyuapkan sendok itu ke mulutnya, tiba-tiba saja seseorang menepis sendok tersebut sampai isinya tumpah berhamburan. Kinan tercengang. Dia melirik ke arah pemilik tangan tersebut. "Tuan Axel..." lirihnya dengan air matanya yang menggenang. "Apa yang kau lakukan?! Itu makanan bekas!" bentak Axel, dia melempar piring di atas meja makan sampai pecah berhamburan. Prang! "Menjijikan! Bahkan kau ingin memakan makanan bekas dari wastafel dalam keadaan hamil seperti ini?! Apa kau sudah tidak waras?!" bentaknya lagi. Kinan menatap tajam ke arah majikannya. Air matanya mulai berjatuhan. Dia memungut beberapa pecahan piring dan makanan yang berhamburan di atas lantai. "Bersihkan dan jangan sampai kau memakannya dari lantai!" ujar Axel, hampir pergi, tapi urung ketika mendengar jawaban dari Kinan. "Aku mengidam maka

  • Menjadi Ibu Susu Untuk Putra Sang Pewaris   Rencana Selanjutnya

    Mendengar ucapan dari Neneknya membuat Axel seketika tersadar. Apa yang neneknya lakukan tidak seberapa dengan perbuatan Kinan yang dia pikir sudah melenyapkan nyawa putrinya. Tapi dia tidak menyukai cara kasar seperti itu, meski dia sudah sangat membenci Kinan. Axel yang lama berdiri dalam keheningan sambil memandang ke arah Kinan akhirnya pergi. "Kinan, sepertinya Tuan Axel membelamu, mungkin saja dia percaya bahwa kamu bukanlah seorang pembunuh." Kata Meri. "Entahlah Meri, aku tidak tahu," balas Kinan. ———Sania dan Nenek Rianti kini sedang duduk di kursi taman sambil menikmati secangkir kopi hangat yang tersedia di atas meja. Tiba-tiba saja Siella datang bersamaan Tuan Safir dan Nyonya Tisa. Mereka melempar senyuman pada Nenek Rianti dari kejauhan. "Apa kabar Nenek?" ucap Nyonya Tisa. "Baik, aku sudah lebih baik dari sebelumnya." Ucap Nenek Rianti sambil mencium pipi kanan dan kiri calon besannya. "Semoga Nenek sehat selalu ya," ucap Siella melakuka

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status