Mag-log in"Jika marah, kenapa harus melempar batu ke danau?" tanya Axel, sambil tersenyum, kini dia sudah berdiri di samping Kinan, yang membuat gadis cantik itu seketika terlonjak kaget.
"Astaga!" ujarnya.
"Maaf aku sudah membuatmu terkejut," ucap Axel pada Kinan yang tampak ketakutan.
"Siapa anda? Kenapa anda tiba-tiba berada disini lagi? Apa yang sebenarnya anda inginkan? Oh, aku tahu, anda ingin memanfaatkan kesempatan dalam kesempitan 'kan? Anda ini seorang penjahat wanita 'kan?!" tak hentinya sederet pertanyaan itu dia lontarkan seakan tak mengizinkan Axel untuk menjelaskan semuanya.
"Bukan begitu Nona, a-aku hanya..."
"Memang di dunia ini tidak ada satupun pria yang baik, semua pria itu sama! Pria hanya ingin memanfaatkan kepolosan wanita, kebaikan wanita dan pria hanya menyakiti wanita, semua pria itu penjahat!" ujar Kinan mengomel sambil terus mundur karena Axel berusaha mendekatinya ingin menjelaskan.
"Tidak Nona, tidak seperti itu, anda salah. Pemikiran anda salah, tidak semua pria seperti itu dan aku bukan orang jahat." Jelas Axel lagi.
"Tapi kemarin anda....aaaaa!" baru saja ingin kembali bicara, Kinan menjerit karena kakinya terpleset dan dia hampir saja jatuh jika Axel tidak menarik tubuhnya dengan cepat.
Tak sengaja Kinan jatuh ke dalam pelukkan Axel yang baru saja berusaha menyelamatkannya. Bukannya merasa pangling atas sikap pahlawan yang dilakukan Axel untuknya. Dia malah merasa itu adalah sebuah trik laki-laki untuk bisa menarik perhatian mangsanya. Karena yang dia ingat hanyalah sikap Januar yang buruk yang berdampak pada psikisnya.
"Lepaskan! Jangan menyentuhku! Anda sengaja memelukku untuk memanfaatkan aku 'kan?" tuduh Kinan sambil mendorong tubuh Axel yang kebingungan dibuatnya.
Axel mengernyitkan dahinya. Dia merasa ada yang salah dengan gadis itu. Tapi Axel diam saja, dia merasa Kinan memang mengalami masalah pada psikisnya, sama seperti yang dia alami.
"Mulai sekarang, jangan pernah mendekatiku lagi dan ingat! Aku bukan orang yang anda cari!" ujar Kinan sambil berlalu pergi.
Mendengar hal itu membuat Axel tersenyum. "Gadis itu, benar-benar mirip dengan Lea, wajahnya mirip, cara dia bicara mengomelpun mirip sekali dengan Lea..." ucapnya bergumam sendiri.
"Astaga! Aku lupa bertanya soal namanya!" ujarnya lagi saat tersadar Kinan sudah pergi.
Dengan cepat dia berlari mencari keberadaan Kinan yang entah pergi ke arah mana. Axel berjalan kesana kemari sambil terus melihat ke sekeliling.
"Tidak ada. Kemana dia pergi? Cepat sekali dia pergi?" gumamnya dengan kecewa.
———Malam hari Kinan tidak bisa tidur. Kejadian tadi siang sangat mengganggu pikirannya. Dia turun dari atas ranjang, lalu keluar dari kamar dan duduk sendiri di atas sofa memandang ke arah jendela kaca yang masih terbuka gordengnya.
"Kinan, kenapa belum tidur?" tanya Resa yang datang dari arah dapur sambil mengenakan plastik tangan.
"Eu...tidak apa-apa bi, aku hanya belum bisa tidur saja." Jawab Kinan.
Resa melepas sarung tangan plastik, lalu duduk di samping keponakannya.
"Pasti ada hal yang sedang di pikirkan. Cerita saja, apa yang sebenarnya kamu pikirkan sampai tidak bisa tidur?" tanya Resa.
"Sebenarnya tadi aku bertemu dengan seorang laki-laki. Menurutku dia itu terlalu aneh Bibi, beberapa hari yang lalu dia tiba-tiba saja datang, lalu mendadak memelukku dari belakang, dia memanggil nama seseorang yang tidak aku kenal. Itu aneh k'an? Dan lagi, tadi siang dia datang lagi." Jelas Kinan yang membuat Bibinya tersenyum.
"Jangan khawatir Kinan, mungkin saja dia salah orang, jangan terlalu di pikirkan, lebih baik kamu tidur sekarang. Bibi masih ada pekerjaan." Kata Resa.
"Pekerjaan? Pekerjaan apa yang sedang bibi lakukan? Kenapa tidak bilang dari tadi, kalau bibi bilang dari tadi aku bisa bantu bibi." Cerocos Kinan kesal.
"Bibi bekerja membuat kue pesanan. Tadi sudah selesai," Kata Resa sambil berjalan menuju dapur diikuti oleh Kinan.
Saat tiba di dapur terlihat beberapa alat yang begitu berantakan. Kinan melihat sekeliling lalu dengan segera dia membantu bibinya membereskan semua alat memasak.
———"Kinan, kamu mau kemana?" tanya Resa setelah melihat Kinan yang baru saja pergi keluar dengan pakaian yang rapih.
"Eu...aku... aku ingin pergi mencari pekerjaan bi," jawab Kinan ragu tapi dia harus berkata jujur.
"Astaga Kinan, untuk apa kamu mencari pekerjaan. Sudah, lebih baik kamu masuk dan berhenti berpikir untuk mencari pekerjaan. Biar bibi saja yang bekerja." Kata Resa, dia menggiring tubuh keponakannya masuk ke dalam rumah.
"Tapi, Bi. Aku ingin bekerja, aku juga butuh pengalaman hidup, bukan hanya ingin bisa membantu bibi saja, tapi aku juga ingin bekerja supaya aku bisa mendapatkan pengalaman." Balas Kinan.
Resa berpikir sejenak. Perkataan Kinan ada benarnya juga. Setiap manusia harus memiliki pengalaman, bahkan harus banyak pengalaman hidup agar kita tidak selalu bergantung hidup kepada orang lain.
"Baiklah. Tapi ingat! Kamu harus tetap menjaga diri, dan berhati-hati, oke?" kata Resa.
Kinan tersenyum mendengarnya. Dia tahu betul dengan sikap posesif bibinya yang begitu khawatir.
"Tenang saja bibi, aku selalu membawa semprotan cabe yang aku buat semalam, ini senjata baruku." Jawab Kinan sambil tersenyum menunjukkan sebuah semprotan kecil dari dalam tasnya.
"Hahaha...kamu memang pandai Kinan, pergilah, dan hati-hati ya!" ujar Resa lagi.
"Oke, bibi sayang..." ucap Kinan, dia berlalu pergi setelah mendapat izin.
Seperti biasa Kinan berjalan kaki menelusuri jalanan kota untuk mencari pekerjaan. Di sisi lain, Axel yang ternyata tengah mengendarai mobilnya tak sengaja melihat gadis itu yang terlihat ketakutan saat ingin menyebrang jalan.
Dia tersenyum, menghentikan mobilnya di pinggir jalan, lalu keluar dari mobil dan berjalan menghampiri Kinan yang masih berdiri di tepi jalan.
Tak ingin membuat gadis itu merasa risih dengan ucapannya, Axel memegang tangan Kinan lalu membantunya menyebrangi jalan. Sedangkan Kinan yang merasa terkejut kebingungan dengan sikapnya.
"Terimakasih," ucap Kinan pada Axel setelah Axel membantu dia menyebrang jalan.
"Sama-sama," ucap Axel tersenyum sambil sedikit membungkuk.
"Kalau begitu aku pergi dulu, permi..."
"Tunggu sebentar!" cegah Axel saat Kinan hendak berpamitan.
"Ya?"
"Bisakah kita bertukar nomor handphone?" ucap Axel to the poin karena dia tidak ingin sampai kehilangan jejak Kinan lagi.
"Bertukar nomer handphone? Untuk apa?" tanya Kinan polos.
"Eu...untuk..." Axel menggaruk tengkuknya yang tak gatal mencoba mencari alasan yang tepat. "Untuk kepentingan bekerja. Apa kamu sudah bekerja?" katanya asal saja.
"Darimana anda tahu kalau aku sedang mencari pekerjaan?" tanya Kinan balik.
"Jadi, kamu sedang mencari pekerjaan?" tanya Axel lagi.
"Astaga, apa-apaan ini? Kenapa kita malah saling bertanya satu sama lain? Aku tidak boleh kehilanga kesempatan, aku harus meyakinkannya." Ucap batin Axel.
"Ya, aku memang sedang mencari pekerjaan. Tapi belum dapat." Jawab Kinan.
"Bagaimana kalau kamu bekerja di tempatku saja?" tawar Axel.
"Bekerja di tempat anda?" tanya Kinan lagi.
"Sebaiknya kita bicarakan tentang ini di restaurant terdekat, mari ikut aku!" kata Axel, tanpa sadar menarik tangan Kinan yang merasa risih.
Kinan melepaskannya dengan pelan, membuat Axel menyadari tingkahnya. "Oh, maaf," ucapnya.
Mereka melanjutkan obrolan di restaurant terdekat. Axel memesan beberapa makanan untuk dirinya dan Kinan. Tak lupa dia juga memesan minuman kesukaan Lea—mantan kekasihnya. Dia ingin tahu seberapa mirip gadis itu dengan mendiang kekasihnya.
"Bagaimana makanannya? Enak 'kan?" tanya Axel antusias sekali.
"Enak sekali, ini adalah makanan dan minuman kesukaanku," jawab Kinan yang membuat Axel semakin mengagumi gadis itu.
"Benarkah?" tanyanya dengan senang.
———Beberapa hari berikutnya Axel tiba di rumah Kinan. Dengan mengendarai sebuah mobil mewah, dia siap menjemput Kinan untuk bekerja sebagai suster di rumahnya.
"Sebenarnya bibi tidak ingin kamu menginap disana dan bekerja sebagai suster. Bibi rasa itu akan sangat melelahkan apalagi anak yang kamu asuh masih bayi. Tapi..."
"Bibi tidak usah khawatir, apapun pekerjaan yang aku dapatkan akan aku syukuri, apapun itu, aku ingin berpengalaman menjaga bayi karena suatu saat aku akan mempunyai bayi juga bi. Jadi, bibi jangan khawatir, aku tidak akan melupakan bibi, aku akan berkunjung di waktu libur, jaga diri bibi baik-baik ya!" ucap Kinan berusaha menennagkan hati bibinya yang begitu gelisah.
"Kinan...bibi sangat menyayangi kamu nak, berjanjilah kamu akan selalu berkunjung kesini setiap libur." Ucap Resa sambil memeluk Kinan dengan deraian air mata yang membasahi pipinya.
Dari kejauhan Axel memandang mereka penuh haru. Kehangatan yang ada dalam diri mereka membuatnya yakin jika Kinan adalah wanita yang baik. Dia tidak salah mempekerjakan orang asing sebagai pengasuh anaknya.
"Aku juga sayang bibi," ucap Kinan sambil melepas pelukkan.
Kebetulan sekali Axel sudah berada di sampingnya. Dia menyalami Resa dengan sopan. Tersenyum ramah meminta izin untuk menjemput Kinan secara baik.
Setelah mendapat izin dari Resa barulah Axel membawa Kinan pergi menuju rumahnya.
——— Tak lama kemudian mereka sampai di rumah kediaman keluarga Axel. Keduanya turun dari mobil setelah dua orang satpam membukakan pintu.Mereka berjalan berdampingan setelah pintu rumah di buka. Dua orang pelayan menunduk hormat pada Axel. Seketika raut wajah mereka berubah terkejut saat melihat siapa wanita yang kini berada di sampingnya.
"Tolong panggilkan nenek kemari!" perintah Axel pada seorang pelayan.
"Baik, Tuan!" ucapnya sedikit membungkuk lalu pergi.
"Rumahnya besar sekali, ternyata dia benar-benar orang kaya," ucap Kinan dalam hatinya. Matanya menelusuri setiap sudut rumah yang bernuansa Eropa dengan segala kemewahan yang terdapat di dalamnya.
"Axel!" panggil Sania saat Axel berniat akan pergi menuju kamar Kinan. "Ya?" balas Axel menoleh ke arah mantan kakak iparnya. "Eu...boleh aku meminta tolong padamu?" tanyanya sedikit canggung."Maaf Sania aku..." "Ini bukan tentangku Axel. Tapi tentang Nenek Rianti, keinginannya yang sempat tertunda dan kau mungkin tidak tahu itu." Kata Sania yang membuat kening Axel mengerut. "Keinginan apa maksudmu? Baru saja aku keluar dari kamarnya dan dia tidak membicarakan hal apapun denganku." Jawab Axel. "Kau salah Axel. Justru Nenekmu sangat merahasiakan semua ini darimu agar kau tidak banyak pikiran. Dan aku hanya ingin dia bahagia. Aku akan memberitahumu soal ini." "Apa itu? Cepat katakan dan jangan membuatku lama menunggu!" tegas Axel tak sabar. "Dia ingin kau segera menikah Axel, dan dia ingin kau menikah di hari ulang tahunnya." Jelas Sania. Axel sudah bisa menebak apa yang akan dikatakan Sania perihal keinginan Neneknya tersebut. Beberapa jam yang lalu dia mendengar ucapan yang
isak tangisan Kinan yang memungut bekas sobekan kertas itu terdengar samar di telinga Axel yang tengah menuruni tangga. "Kinan? Apa itu suara tangisannya?" gumam Axel. Kakinya melangkah terburu-buru, tapi saat hendak menuju ke arah Kinan, Tiba-tiba saja Sania datang lalu menahan tangan Axel. "Axel, Nenek Rianti memanggilmu. Katanya dia ingin membicarakan sesuatu denganmu." Kata Sania yang sontak saja membuat Axel menoleh ke arahnya. Langkahnya yang terhenti kini berbalik arah menuju kamar Nenek Rianti. Axel tak sedikitpun memperlihatkan kecemasannya pada Kinan. Padahal hati dan pikirannya tengah kalut dan juga penasaran dengan hasil pemeriksaan yang dilakukan gadis itu tanpanya. Sambil berjalan di ikuti Sania di belakangnya, hati laki-laki itu tak bisa berhenti bicara. Merasa bersalah, kesal dan gundah gulana. "Apa mungkin hasilnya tidak sesuai dengan yang dia inginkan? Makannya dia menangis? Atau...mungkin dia sedang meminta simpati dariku?" ucap batinnya. Tiba di kamar sang N
Mereka saling memandang satu sama lain. Memberi jarak cukup jauh, sambil mengingat kejadian saat pertama kali mereka bertemu. Bayangan-bayangan itu muncul kembali tanpa di minta. Saat pertama kali Axel memeluknya dengan hangat. Mengecup keningnya, mengucapkan kata indah dan menjadi garda terdepan di saat semua orang melukainya. Kinan berjalan melewati Axel, tanpa permisi ataupun merasa tak sopan pada majikannya. Hap! Dengan cepat Axel menangkap lengannya. "Siapa yang menyuruhmu keluar dari mobil tanpa seizin ku?" tanya Axel memperkuat genggaman tangannya. Kinan meringis sakit. Tapi dia mencoba menahannya. "Anda sendiri yang memaksaku keluar dari mobil. Memaksaku berkeinginan untuk pergi bahkan bukan hanya keluar dari mobil. Tapi, keluar dari kehidupanmu!" jawab Kinan tanpa rasa takut. Entah darimana dia tiba-tiba saja mempunyai keberanian menatap tajam ke arah Axel. Sambil tersenyum licik Axel mengarahkan tubuh Kinan ke hadapannya. "Kau sendiri yang memulainya! Jadi, nikmati sa
Tak ingin menjawab. Kinan hanya duduk di atas ranjang sambil menatap kosong. Tasnya terjatuh begitu saja tanpa dia pedulikan. Meri duduk di sampingnya sambil menatap iba. "Pasti kamu baru saja mendapat hal yang buruk 'kan?" ucapnya sambil memegang tangan Kinan. Kinan melirik ke arahnya memaksa memberi sebuah senyuman agar sahabatnya itu tidak merasa sedih. "Aku baik-baik saja." Katanya. "Ganti pakaianmu! Kita ke rumah sakit sekarang!" ujar Axel yang tiba-tiba saja datang. Kinan dan Meri saling berlirikkan. Karena takut kena omel, Meri segera pergi. Sementara Axel tetap menunggu. "Tunggu apalagi? Cepat ganti pakaianmu!" bentak Axel lagi. "Bagaimana bisa aku mengganti pakaian kalau Tuan masih berada disini!" jawab Kinan tegas. Axel tersadar. Dia menutupi rasa malunya dengan berbalik badan. "Kalau begitu aku tunggu di luar!" katanya pergi sambil menutup pintu dengan keras. Kinan tersentak kaget. Dia segera berjalan menuju lemari, mengganti bajunya lalu sesegera mungkin menyusul A
"Bohong! Tadi dia sempat mengatakan sesuatu, apa itu? Apa dia sudah mengetahui tentang kehamilamu hah?!" "Tidak! Tuan Axel tidak mengatakan apapun." Jawab Kinan tegas membuat Sania melotot padanya. "Awas saja jika kau berbohong. Aku akan mengadukanmu pada Nenek Rianti. Kau akan tahu akibatnya!" Sania pergi setelah mengatakan hal itu. Sedangkan Kinan kembali ke dapur untuk mengerjakan aktivitas lain. "Ada apa? Kenapa wajahmu muram sekali?" tanya Meri yang kini sedang mencuci piring di wastafel. "Haruskah aku pergi darisini?" tanya Kinan tiba-tiba yang membuat Meri segera menghentikan pekerjaannya. Dia membasuh tangan lalu duduk di samping Kinan. "Apa maksudmu Kinan? Kau ingin pergi? Memangnya ada masalah apalagi?" tanya Meri lagi. "Ceritanya panjang Meri. Rasanya aku tidak sanggup lagi hidup di neraka ini." Jawab Kinan dengan suara parau menahan tangisnya. Meri mendekat, lalu memeluk sahabatnya. "Aku tahu dan aku sangat paham dengan keadaanmu. Tapi bayimu harus mendapat pengaku
"Aku harap kau bisa berbicara dengan kedua orangtuamu agar pernikahan ini di undur. Maaf aku harus segera pergi, ada pekerjaan yang sangat penting yang harus segera aku kerjakan." Kata Axel pergi terburu-buru meninggalkan Stella yang kini berdiri sendiri di depan gedung. "Axel..." panggil Siella yang sudah terlambat. Axel memasuki sebuah taxi yang baru saja lewat. Dia melihat ke arah handphone yang terdapat video CCTV di rumahnya. Axel ingin tahu apa saja yang dilakukan Adrian pada Kinan.Terlihat dalam rekaman itu Adrian yang memaksa Kinan untuk mengambil beberapa paper bag hasil belanjaannya tadi. Ternyata Adrian sengaja membeli beberapa kebutuhan Kinan. "Terimalah Kinan. Anggap saja ini sebagai rasa terimakasihku padamu karena kamu sudah menemaniku berbelanja dan memberi banyak saran yang baik untukku." Kata Adrian. "Tapi Adrian...aku tidak bisa menerima semuanya. Maaf, aku merasa tidak pantas menerimanya." Tolak Kinan."Kenapa tidak pantas? Kau melakukan kebaikan, dan ini sang







