Share

Bab 81

Author: Liazta
last update Last Updated: 2024-10-07 18:38:35

Hari ini Eliza benar-benar sibuk mengantar paketan aqiqah anaknya ke panti asuhan.

Karena biaya untuk paket aqiqah serta nasi box sudah dibayar oleh Mawar, Eliza memutuskan untuk memberikan santunan kepada anak yatim. Walau bagaimanapun uang yang sudah diniatkan untuk sedekah untuk Ibnu beserta orang tuanya harus di laksanakan.

Eliza mendatangi panti asuhan kasih bunda. Panti asuhan di mana tempat ia dulu menyumbangkan pakaian Ibnu.

"Ibu sangat senang lihat Eliza datang. Gimana kabarnya nak?" Wanita yang merupakan pengurus panti asuhan langsung memeluk Eliza.

"Baik Bu," jawab Eliza dengan tersenyum manis.

"Eliza cantik sekali sekali. Wajahnya sudah tidak pucat, badan juga tidak kurus seperti waktu itu." Ibu panti tersenyum sambil mengusap pipi Eliza. Melihat tampilan Eliza saat ini, ia tahu bahwa kehidupan Eliza sudah sangat baik.

"Terimakasih ibu, maaf baru datang ke sini. Sejak beberapa bulan ini Liza sangat sibuk."

"Gak apa nak, ibu sangat berterima kasih karena Eliza selalu
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter
Comments (24)
goodnovel comment avatar
Dewi Ayunda
terlalu bnyk bacot bkin yg baca makin lama bosen berteleh² dan memuakkan
goodnovel comment avatar
Aminah Adjaa
nyiiiiiiiiiiiiimaaaak
goodnovel comment avatar
Suherni Erni
wow babak baru di mulai , mereka pastii malu kalau tahu yang bagi2kan kotak nadi box nya eliza
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Menjadi Ibu Susu untuk Anak Presdir   Bab 786

    Eliza menarik napas panjang di depan pintu kamar Violet. Tangannya terangkat. Klik. Pintu terbuka perlahan. Violet berdiri tepat di depan pintu, punggungnya kaku, senyumnya terlalu rapi untuk seseorang yang baru saja hampir kehilangan napas. “Iya, Mommy?” katanya. Eliza memandangnya tajam. Pandangan seorang ibu yang sudah kenyang dengan firasat. “Kenapa pintunya tidak di kunci?” tanya Eliza datar. Violet menelan ludah. “Aku… lupa.” Eliza mengangguk pelan, tapi matanya tidak berhenti bergerak. Menyapu kamar. Tempat tidur. Meja rias. Sofa kecil di sudut ruangan. Lalu… matanya berhenti sejenak. Gorden. Sedikit berayun. Sangat halus. Nyaris tak terlihat. Di balik gorden tebal itu, Samuel berdiri menahan napas. Tubuhnya menempel ke dinding, satu tangan menutup mulutnya sendiri, dadanya naik turun pelan—pelan sekali. Ia bahkan tidak berani berkedip. Kalau Eliza melangkah dua langkah saja ke kanan… Tamat. Mungkin dia bakal batal nikah dengan Violet. Eliza melangkah

  • Menjadi Ibu Susu untuk Anak Presdir   Bab 785

    Violet mengangkat wajahnya. “Mas berlebihan.”“Mungkin,” Samuel tersenyum kecil.“Tapi aku jatuh cinta sama kamu. Dan cinta itu bikin aku nggak rasional.”Violet menggigit bibirnya, menahan senyum.“Aku juga kangen,” kata Violet yang akhirnya memilih jujur.“Tapi justru karena itu… kita harus kuat.”Samuel berdiri, melangkah satu langkah mendekat kemudian berhenti, menjaga batas.“Aku janji,” katanya lembut.“Aku nggak akan melewati batas. Aku cuma mau lihat kamu sebentar… biar rindu ini nggak meledak.”Violet mengangguk pelan.Beberapa detik mereka hanya saling memandang, dalam diam yang hangat. Udara di kamar itu terasa berbeda—lebih rapat, lebih penuh.“Dua minggu,” Violet berkata akhirnya.“Setelah itu… mas nggak perlu nyusup lagi.”Samuel tersenyum—senyum yang penuh harap. Namun alih-alih langsung menjawab, ia melangkah mendekat satu langkah. Pelan. Sangat pelan.“Dua minggu,” ulangnya lirih.“Aku tahan.”Tangannya terangkat, ragu sesaat, lalu menyentuh sisi wajah Violet. Ibu jar

  • Menjadi Ibu Susu untuk Anak Presdir   Bab 784

    Rapat keluarga akhirnya selesai.Pintu ruang rapat terbuka pelan, satu per satu orang dewasa keluar dengan ekspresi yang… sulit ditebak. Ada yang terlihat lega, ada yang masih pusing, ada pula yang pasrah menerima kenyataan.Noah berjalan paling belakang.Wajahnya? Tenang. Santai. Seolah baru keluar dari rapat arisan, bukan rapat penentuan nasib hidup.Begitu ia melangkah ke ruang keluarga, semua mata langsung tertuju padanya.Aishwa yang sejak tadi duduk gelisah di sofa langsung berdiri. “Mas?” suaranya lirih, jantungnya berdegup kencang.“Gimana…?”Noah berhenti tepat di depannya.Ia menatap Aishwa beberapa detik—lama sekali—hingga gadis itu makin gugup.Lalu tiba-tiba…Noah menarik napas panjang, mengangkat kedua tangannya seperti atlet yang baru memenangkan lomba, dan berseru keras:“ALHAMDULILLAH—”Semua orang refleks kaget.“Aku RESMI naik status!”Aishwa membeku. “…Hah?”Noah meraih kedua tangan Aishwa, menggenggamnya erat, lalu berkata dengan wajah super serius tapi mata berbi

  • Menjadi Ibu Susu untuk Anak Presdir   Bab 783

    Ia menatap Anisa dengan mata memerah.“Aku tidak bisa membayangkan bagaimana kamu bertahan sendirian dengan kondisi seperti ini.”Anisa masih sadar.Itu yang paling menakutkan bagi Leo.Karena kesadaran di suhu setinggi ini bukan tanda aman—melainkan tanda ketahanan ekstrem yang bisa runtuh kapan saja.“Aku mau ke mana-mana juga susah…” Anisa berkata lirih.Ia menatap sepasang kaki robotiknya—yang selama ini selalu ia banggakan.“Kaki robotik aku, sudah sering macet. Kadang membuat aku jatuh sendiri.”Leo terdiam.Ia membayangkan Anisa terjatuh, bangkit sendiri, tubuhnya panas, kepala berdenyut, lalu memutuskan untuk diam.Menunda pertolongan. Menunda rasa sakit. Menunda segalanya.Dan tubuhnya membayar mahal penundaan itu.“Aku akan menyuntikkan obat penurun panas,” katanya pelan.Namun di dalam pikirannya, Leo tahu:obat saja tidak cukup.Yang ia lawan bukan sekadar demam—melainkan kerusakan sistemik yang sedang mengintai.Anisa tidak protes sedikit pun ketika cairan obat itu masu

  • Menjadi Ibu Susu untuk Anak Presdir   Bab 782

    Begitu pintu apartemen Anisa terbuka, pria itu langsung terdiam.Matanya menangkap sosok Anisa yang terduduk lemah di lantai, bersandar pada dinding dengan wajah pucat dan napas tersengal. Mantel tipis yang dikenakannya sama sekali tidak mampu melawan dinginnya udara Swiss.“Anisa…”Suara itu terdengar terkejut, bahkan sedikit panik.Pria itu segera membungkuk, sejajar dengan wajah Anisa.Namun Anisa justru tersenyum.Senyum kecil, sopan, seolah ia tidak sedang berada di ambang batas antara sadar dan pingsan.“Maaf ya…” katanya lirih.“Aku tidak bisa menyambut kedatanganmu dengan baik. Aku juga tidak tahu kamu akan datang.”Ia menoleh sekilas ke dalam apartemen.“Di dalam rumahku tidak ada apa-apa… tapi silakan masuk.”Dalam kondisi selemah itu, Anisa masih memikirkan etika sebagai tuan rumah.Bagi Anisa, ada seseorang yang datang menemuinya saja sudah seperti hadiah besar. Dalam hitungan detik, rasa sakit di tubuhnya seolah terlupakan, digantikan perasaan hangat di dadanya.Ternyata

  • Menjadi Ibu Susu untuk Anak Presdir   Bab 781

    Zurichkota yang dingin, tenang, dan hari itu terasa begitu kejam.Di sebuah apartemen kecil, sunyi merayap tanpa suara.Anisa terbaring sendirian di atas ranjang. Tubuhnya panas seperti terbakar, keringat dingin membasahi pelipis dan lehernya. Sudah tiga hari demam itu tak kunjung turun. Obat penurun panas yang ia minum hanya memberi jeda sesaat—lalu panas itu kembali, lebih tinggi, lebih menyiksa.Matanya terbuka setengah.Napasnya berat.Ia memaksakan diri bangun.Perutnya melilit, bukan hanya karena lapar, tapi juga karena tubuhnya yang hampir tak punya tenaga. Namun Anisa tahu satu hal—jika ia tak makan, ia akan semakin lemah.Dengan gerakan pelan dan tertatih, ia menyeret tubuhnya keluar kamar.Rice cooker itu terbuka.Nasi di dalamnya telah menguning, kering, dan keras. Tanda jelas—nasi itu dimasak tiga hari lalu. Tidak ada lauk. Tidak ada sayur. Tidak ada siapa pun yang mengingatkan bahwa ia harus makan.Anisa mengambil piring dengan tangan gemetar.Ia duduk bersandar di dindi

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status