Share

6. Sakit

Satu minggu kemudian.

"Kamu pahamkan yang saya bilang tadi?" tanya Riswan kepada Ros yang sedang di dapur mencuci piring.

"Iya Pak, paham. Tenang saja, Bik Momo juga sudah saya beritahu," ujar Ros. Lalu mengikuti langkah Riswan dari belakang.

Riswan mengambil kunci motor lalu menyalakan motornya. Ros masih setia berdiri di depan pintu rumah memperhatikan Riswan yang tengah sibuk memakai jaket motor beserta helm.

"Saya berangkat." ucap Riswan berpamitan pada Ros. Disambut anggukan oleh Ros sambil tersenyum. Setelah motor Riswan menghilang dari balik pagar. Barulah Ros menutup pagar itu kembali.

Beep...bepp...

Ros bergegas masuk mencari suara ponselnya yang berbunyi.

"Hallo Daren."

"Hai apa kabar lu?"

"Gue sehat, lu apa kabar? cafe rame atau sepi?"

"Gue sehat. Cafe juga rame kok. Sayang aja minggu ini gue baru dapat tiga pelanggan.

"Hehehe...sabar ya. Kebanyakan ngangkang juga ga bagus, Ren. Hahahaha... ohh iya, Kojek gimana kabarnya?"

Saat asik ngobrol dengan Darren, tiba-tiba suara Melati menangis.

"Ooeekk...ooeekk..."

Ros melompat dari kursi dapur.

"Udah dulu ya Ren, bos kecil gue udah memanggil," ucap Ros sambil menutup teleponnya.

****

Satu jam kemudian, terdengar suara pagar dibuka tanda Riswan dan ibunya sudah sampai. Tiba-tiba Ros merasa deg-degan, nafasnya juga memburu karena canggung. Entah kenapa rasanya seperti akan kedatangan mertua sendiri. Ros menyusui Melati sambil duduk di atas ranjangnya. Namun suara ibu majikannya itu terdengar hingga ke kamarnya. Ros hendak melepas isapan Melati, namun bayi kecil itu tak ingin melepaskan asinya, sehingga Ros meringis kesakitan.

Sudah tiga hari ini payudaranya sedikit merah dan sangat sakit bila sedang menyusui Melati. Ros sudah menceritakan perihal sakitnya pada Bik Momo, wanita paruh baya itu sudah menyuruh Ros untuk berobat ke rumah sakit. Tetapi Ros belum juga ke rumah sakit.

"Assalamualaikum, Bik." sapa Bu Nurmi mengucap salam kepada Bik Momo yang berdiri di depan pintu menyambutnya. Riswan berjalan di belakang ibunya sambil menenteng tas baju milik ibunya. Kedua mata Bu Nurmi mencari-cari dimana keberadaan cucunya.

"Mana cucu nenek nih?" tanya Bu Nurmi heran, karena tidak melihat cucunya saat ia membuka pintu kamar anaknya.

Ros keluar dari kamar sambil menggendong Melati, sebelumnya Ros sudah merapikan baju dan rambutnya.

"Itu cucu ibu." tunjuk Riswan menghampiri ibunya dengan mata mengarah kepada Ros yang tengah menggendong Melati.

Bu Nurmi terperangah kaget melihat wanita berparas manis menggendong cucunya. Ros mengangguk sambil tersenyum manis.

"Siapa dia?" tanya Bu Nurmi kepada Riswan.

"Oh... itu, Mmhh... keponakan saya Nyonya. Sudah tiga minggu bekerja di sini membantu saya," jawab Bik Momo sedikit ragu.

"Ohh begitu." Bu Nurmi mengangguk paham sambil berjalan ke arah Ros kemudian mengambil Melati dalam gendongan Ros.

Ros tersenyum simpul lalu menunduk, lidahnya tiba-tiba kelu, merasa sungkan pada ibu Riswan. Ditambah Ros masih merasakan perih pada puting susunya.

"Siang, Nyonya. Nama saya Ros." Ros memperkenalkan diri pada Bu Nurmi.

Wanita paruh baya itu ikut membalas senyum Ros.

Bu Nurmi yang sedang menggendong dan mencium Melati dengan gemasnya, berjalan ke arah ruang tengah yang diikuti juga oleh Riswan.

"Sekarang jelaskan pada ibu, siapa?bagaimana bisa ada wanita bernama Ros bekerja di sini?"

Bik Momo baru saja datang dari dapur, kedua tangannya membawa nampan berisi dua teh hangat dan juga kue bolu coklat buatan Ros.

"Silahkan diminum, Nyonya," ujar Bik Momo sambil tersenyum pada Bu Nurmi.

"Wah, kamu udah bisa bikin kue coklat?"

"Bukan saya yang buat, Nya. Tapi Ros, dia memang suka memasak dan bikin cemilan." jawab Bik Momo jujur. Karena memang semenjak ada Ros di rumah, mereka tidak pernah tidak memiliki cemilan kue. Selalu ada saja kreasi Ros untuk membuat aneka cemilan.

"Oh, gitu. Syukurlah."

"Saya ke belakang dulu, Nya," pamit Bik Momo.

"Sekarang kamu, ceritakan pada ibu semuanya!" titah Bu Nurmi pada Riswan.

Riswan mulai mengarang cerita tentang Ros. Tentang Ros keponakan Bik Momo yang sedang mencari pekerjaan. Ditambah lagi Ros baru saja kehilangan bayinya. Jadi Riswan mempekerjakan Ros untuk menyusui Melati sampai usia enam bulan.

"Kenapa kamu tidak cerita perihal ini sebelumnya pada ibu dan kenapa memutuskan semua nya sendiri?" tanya Bu Nurmi sambil meringsut kesal.

"Saya takut ibu ga setuju, sedangkan saya perlu orang untuk membantu saya menjaga Melati dan menyusuinya tentu saja," jelas Riswan meyakinkan ibunya.

"Tetap saja caramu ini sebenarnya kurang tepat!" tegas Bu Nurmi lagi tidak setuju.

"Kenapa tidak menikah lagi saja? jadi ada juga yang mengurus semua keperluanmu."

"Ibu, please. Jangan pernah menyuruh saya untuk menikah lagi, saya masih sangat mencintai almarhum Annisa," ucap Riswan lirih sambil menahan air matanya yang mulai menggenang.

"Ooeekk...oeekk... "

Bayi Melati gelisah dan menangis di dalam pangkuan neneknya. Sepertinya ingin menyusu kembali. Ros keluar dari kamarnya, lalu menghampiri Bu Nurmi dan Riswan.

"Sini Nyonya, biar saya susui dulu mungkin Melati lapar," ucap Ros dengan suara pelan, menunduk takut menatap wajah ibu Riswan.

"Sayang haus yaa? nen yuk!" ucap Ros sambil mengambil Melati dari gendongan ibu Riswan. "Saya permisi Nyonya,"  pamit Ros masuk ke dalam kamarnya.

****

Sore ini Ros dan Bik Momo sedang bercakap-cakap di dalam kamar. Ros masih merasa sungkan bila harus ngobrol di luar kamar atau di teras saat Bu Nurmi masih d rumah. Bukannya tidak sopan, hanya saja Ros takut ditanya macam-macam oleh Bu Nurmi.

"Bik, payudara saya kok masih luka ya?" tanya Ros sambil meringis dan memperlihatkan payudaranya.

"Ya ampun Ros, sampe begitu udah bilang bapak belum?" mata Bik Momo membulat sempurna saat melihat warna merah di area payudara Ros.

"Jangan Bik, saya sungkan. Apalagi payudara saya yang sakit, pasti bapak risih mendengarnya. Ntar saya malah dikirain mesum,"  lirih Ros sambil menitikan air mata merasakan sakitnya.

"Udah saya kasih madu, Bik. Tetapi masih sakit, saya jadi kesusahan menyusui Melati," ucapnya lagi.

"Kalau gitu besok pagi saya antar ke klinik ya?" ucap bik Momo menawarkan bantuannya.

"Boleh deh, Bik. Tapi maaf, gara-gara sakit begini saya jadi tidak bisa membantu bibik di dapur. Badan saya sedikit meriang."

Tiba-tiba saja, Bu Nurmi masuk ke kamar Ros, ternyata beliau mendengar percakapan Ros dan Bik Momo.

"Kamu sakit, Ros?" tanya Bu Nurmi dengan memperhatikan wajah Ros yang sedikit pucat

Ros dan bik momo menoleh kaget.

"Mhh...itu nyonya payudaranya luka," sahut Bik Momo dengan mata mengarah pada payudara Ros.

"Memang seperti itu kalau baru menyusui. Sabar ya, biar nanti sepulang Riswan kerja, dia mengantarmu ke dokter," ucap Bu Nurmi sambil tersenyum.

"Tidak usah nyonya, biar besok saya diantar Bik Momo saja, tidak usah merepotkan bapak"" jawab Ros lirih.

"Kalau dinanti-nanti payudara yang luka itu bisa mengeluarkan darah, kamu mau?" balas Bu Nurmi sambil sedikit menakuti Ros.

Ros menggeleng takut.

"Kalau kamu sakit meriang dan demam karena payudara kamu luka, nanti cucu saya jadi ikut tertular demamnya, saya tidak mau itu terjadi," lanjut Bu Nurmi lagi dengan nada tegas.

"Jadi jangan membantah," ujar Bu Nurmi dengan ketus. Ros tak berani menatap wajah ibu majikannya. Ia hanya mampu mengangguk patuh.

****

Pukul tujuh malam Riswan sampai di rumah. Setelah selesai bersih-bersih dan memakai baju santai, Riswan keluar kamar menghampiri ibunya yang sedang menonton televisi.

"Ris, kamu bawa Ros ke rumah sakit, gih! payudaranya luka itu, kasian."

"Yah...Bu, naik taksi online aja deh bu, kenapa harus Riswan yang antar?" ujar Riswan dengan malas. Sungguh ia sangat lelah hari ini.

"Kamu gimana sih? kamu perlu dia untuk pertumbuhan anak kamu, dia sakit masa kamu ga peduli?" sentak Bu Nurmi pada anaknya.

"Iya, tapikan dia cuma kerja Bu, saya bayar dia mahal untuk melakukan pekerjaan ini," balas Riswan tidak mau kalah.

Ros kebetulan sekali berada di dapur, sedang mengambil air hangat di dalam baskom untuk mengompres payudaranya yang sakit. Ia mendengar kalimat dari mulut Riswan dan entah mengapa merasa sangat sedih hingga air matanya menetes.

"Kalau dia sakit dan tak bisa menyusui Melati lagi, bagaimana?" tantang Bu Nurmi tetap tidak mau mengalah

"Kamu mau cari orang lain lagi untuk menyusui anakmu? Ya ampun Ris, jangan jadi manusia tak berempati gini," ucap ibu ketus.

"Jangan bantah, pokoknya antar Ros ke dokter, sekarang!" titah Bu Nurmi tegas, kemudian meninggalkan Riswan yang terdiam di atas sofa.

Dengan sangat terpaksa atas desakan ibunya, akhirnya Riswan pergi membawa Ros ke rumah sakit yang terdekat dari tempat tinggalnya. Sepanjang perjalanan Ros dan Riswan terdiam. Tak ada satupun kalimat yang keluar dari keduanya.

"Harusnya bapak tak perlu repot mengantar saya ke dokter, saya bisa sendiri. Turunkan saja saya di depan biar saya naik ojek online saja," ujar Ros lagi sambil mendekap kedua lengannya di dada karena merasa menggigil.

"Sudahlah, saya tidak mau berdebat. Kamu saya antar dan saya tunggu kamu di parkiran," ucap Riswan tegas tanpa melihat Ros.

Ros terdiam. Memalingkan wajahnya menatap jalan raya yang tampak masih cukup padat. Sepuluh menit kemudian, mereka pun sampai di sebuah klinik yang cukup besar. Ros turun dengan perlahan, lalu menutup pintu mobil dan masuk ke dalam klinik.

Sudah setengah jam Ros belum juga keluar. Riswan mulai kesal karena lama menunggu, dia merasa sangat lelah hari ini. Riswan membuka pintu mobil bermaksud menyusul Ros ke dalam. Di saat yang bersamaan, Ros keluar dari klinik dan berjalan ke arah parkiran mobil Riswan.

"Sudah? ayo kita pulang, makan obatnya dengan benar, jangan sampai anakku ikutan sakit juga." ucap Riswan cuek sambil menyalakan mesin mobil.

"Saya sakit juga karena tak berhenti menyusui Melati siang dan malam. Saya baru tahu kalau bapak seorang majikan yang tidak punya rasa kasihan." Ros berkata lirih lalu memalingkan wajahnya tanpa sanggup berkata lagi. Air matanya merembes di kedua pipinya. Memang ini bagian dari resikonya bekerja. Namun ia tidak menyangka Riswan benar-benar lelaki yang angkuh dan tidak memiliki empati.

*****

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status