*Ada sedikit penambahan adegan di bab ini, bisa dibaca ulang untuk menebus beberapa hari ini belum update. Jika menyukai buku ini terus berikan like, vote dan comment, ya! Author menghargai semua dukungan yang diberikan untuk buku ini, terima kasih!
“Kalau begitu, Kaisar, kapan kalian berencana memiliki anak?” Uhuk! Semua yang ada di meja menoleh pada Embun yang terbatuk-batuk tak berhenti. Kaisar dengan sigap memberikan sebotol air mineral yang telah ia buka tutupnya lebih dulu pada Embun dan menepuk-nepuk punggung Embun. Sudut bibir Rindang terangkat memerhatikan sikap Kaisar pada adiknya. “Kenapa bertanya hal itu sekarang, sih, Kak?” Embun melotot setelah berhasil menguasai dirinya. “Memangnya aku harus bertanya kapan? Lagipula itu pertanyaan wajar yang ditanyakan pada pengantin baru, betul tidak, Kaisar?” “Iya, Kak,” jawab Kaisar dengan senyuman dan anggukan. “Jadi, kapan?” tanya Rindang sekali lagi. “Itu tergantung Embun, Kak. Yang akan hamil dan melahirkan adalah Embun. Jika Embun belum siap, saya juga tidak akan memaksanya.” Jawaban Kaisar lagi-lagi membuat Embun menoleh menatap Kaisar. Tiba-tiba perasaan aneh datang lagi ke dalam hatinya. Namun, detik berikutnya Embun menggeleng pelan. Perasaan ini tidak benar. E
Kaisar menunggu Embun di depan troli. Dia memperhatikan sambil lalu orang-orang di sana sampai matanya menangkap sesosok wanita yang begitu familiar di ingatannya. Kaisar memerhatikan wanita anggun yang sedang melihat-lihat barang di etalase seberang tempatnya berdiri sekarang. Tanpa sadar kakinya melangkah begitu cepat untuk menghampiri wanita itu. Kaisar ingin memastikan jika wanita itu … “Aletta!” Wanita itu menoleh saat mendengar seseorang memanggil namanya. Napas Kaisar menderu. Tubuhnya menegang. Ada perasaan yang tidak bisa Kaisar mengerti di hatinya. Kelegaan namun kebencian di saat yang sama ketika melihat wanita itu kembali dan terdiam di hadapan Kaisar. Kaisar tersenyum tipis yang kemudian berubah menjadi seringai sinis. Dia menatap wanita yang sudah menghilang bertahun-tahun darinya, kini berdiri di hadapannya dan terlihat baik-baik saja. Bagaimana mungkin wanita itu bisa hidup dengan baik, sementara dia harus menanggung rasa yang telah membunuh logikanya selama b
Di tempat lain, Kaisar seolah tersadar dengan apa yang baru saja dilakukannya. Kaisar menghentikan langkah. Dia menatap sebuah tangan halus yang menggenggam tangannya. “Lepaskan tanganmu, Aletta!” desis Kaisar tertahan. “Kaisar ...,” Aletta menatap heran Kaisar. “Kubilang lepaskan tanganmu.” “Apa maksudmu, Kaisar?” Kaisar melepaskan tangan Aletta dari tangannya saat dia melihat wanita itu diam saja menatapnya sayu. Kemudian Kaisar memasukkan kedua tangan di saku celananya dan mengepalkan tangan menahan amarah di dalam sana. “Setelah semua yang kamu lakukan padaku, beraninya kamu menunjukkan wajahmu di hadapanku.” “Aku tidak mengerti,” kata Aletta sambil menggelengkan kepalanya pelan. Ia maju selangkah mendekati Kaisar. “Aku senang bertemu denganmu.” Namun, Kaisar justru melangkah mundur. Dulu, Kaisar sangat memuja Aletta, cinta pertamanya yang membuatnya sangat yakin untuk menjadikan Aletta sebagai satu-satunya ratu dalam hidupnya. Kaisar masih mengingat bagaimana bahagianya
Mobil Kaisar melaju kencang membelah jalanan ibukota. Genggaman tangannya pada stir mobil menguat, memperlihatkan urat-urat lengannya yang kokoh. Deru napasnya terdengar memburu, wajahnya memerah menahan amarah yang siap meledak.“Sial!” Umpat Kaisar kesal. Kaisar menekan klakson kuat-kuat saat sebuah sepeda motor menyalip dari sisi kirinya. Mata lelaki itu semakin menyipit tajam.Kaisar membelokkan mobilnya ke sebuah taman kota yang dilewatinya. Lelaki itu butuh waktu dan tempat untuk sejenak menenangkan dirinya.Setelah memarkirkan mobilnya di jalan samping taman. Lelaki itu membuka kaca jendela mobilnya, lalu menghirup udara taman dalam-dalam. Dari dalam mobil, Kaisar memejamkan matanya, berusaha mengatur emosinya yang begitu memuncak di hatinya. Pertemuan tidak terduganya dengan Aletta membuat dadanya sesak.Pria itu perlahan membuka matanya, menatap kejauhan pohon-pohon yang daunnya menghijau di hadapan.Kepingan masa lalu Kaisar bersama Aletta kembali di ingatannya, dan rasa sa
“Kenapa?” tanya Embun bingung. Dia menghentikan aktivitas makannya. “Saya meninggalkanmu di pusat perbelanjaan tadi.” “Oh, tidak apa-apa. Saya bisa pulang sendiri. Tidak usah dipikirkan. Kamu juga punya urusanmu sendiri, ‘kan?” terang Embun dengan tersenyum. Gadis itu kembali melanjutkan makan malamnya. Kaisar tertegun. Ia tidak menyangka dengan jawaban dan reaksi Embun, padahal jika itu terjadi pada istri orang lain, pasti mereka akan marah pada suami-suaminya. Ha! Kaisar memejamkan matanya. Bisa-bisanya ia membandingkan pernikahan mereka yang berlandaskan kontrak dengan pernikahan orang lain yang berlandaskan cinta. “Tidak masalah, Kaisar. Selama masih ada transportasi umum, saya masih aman kok,” jawab Embun lagi mencoba mencairkan suasana, karena Kaisar tiba-tiba diam dan terpejam. Kaisar tersentak dan membuka matanya mendengar jawaban Embun, kemudian setelah menguasai emosinya, pria itu mengangguk pelan. Terlalu bingung untuk merespon Embun. Keheningan kembali merajai kedu
Embun langsung menerobos masuk, tetapi terkesiap melihat Kaisar yang duduk di tepian ranjang dengan mata sedikit terpejam. Rambut lelaki itu sangat berantakan, berbanding lurus dengan wajahnya yang mengantuk. Embun menjerit tertahan. Lelaki itu lagi-lagi tidak mengenakan atasan dan membiarkan bagian atas tubuhnya terekspos, terlihat jelas perutnya yang berkotak enam. Refleks Embun menutup matanya.Kesadaran Kaisar langsung penuh begitu mendengar teriakan Embun. Tersadar karena melihat reaksi Embun, Kaisar dengan cepat mengenakan kaos di samping tubuhnya.“Ada apa? Kenapa kamu sampai masuk kamarku?”“Papamu baru saja meneleponku, dan sedang dalam perjalanan menuju ke sini,” terang Embun pada Kaisar dan setelah mengingat hal itu, Embun baru merasa panik, tanpa sadar berjalan bolak-balik di hadapan Kaisar. “Bagaimana ini?”“Tidak usah cemas, Embun. Semua akan baik-baik saja.” Kaisar menenangkan Embun.Deg!Tiba-tiba tubuh Embun terhenti, dan tubuhnya memanas ketika merasakan kedua tanga
“Mamamu nanti siang juga akan datang ke sini untuk bertemu dengan kalian.”Kaisar menatap Surya lewat cangkir kopi yang disesapnya saat mendengar bahwa ibunya juga akan menemui dirinya dan Embun. Lalu, Kaisar menatap kopi hitam dalam cangkirnya sejenak.Kali ini kopi buatan Embun terasa pahit, tidak seperti biasanya.Atau informasi tentang kedatangan ibunya yang membuat kopi ini terasa pahit?Kaisar diam berjalan ke arah dapur dan meminta tambahan gula dari Embun, setelahnya Embun menambahkan gula pada kopinya, Kaisar mengucapkan terima kasih dan tersenyum pada Embun sebelum kembali menemui Surya di ruang tamu.Surya melihat interaksi antara anak lelakinya dengan menantunya. Lelaki itu mengulum senyum. Dia tidak menyangka, anak bungsunya yang dingin itu ternyata bisa sehangat ini dengan istrinya. Keputusannya menikahkan Kaisar dengan Embun adalah pilihan yang tepat.Kaisar kembali duduk di hadapan Surya, “Aku tidak mengira Mama akan secepat ini menemui kami.”Hubungan Kaisar dengan i
“Oh, sudah berkumpul semua ternyata.” Wanita itu mengedarkan pandangannya ke seluruh ruangan yang mendadak menjadi senyap. Tatapannya berhenti saat bertemu pandang dengan Embun.Matanya menyipit memindai penampilan Embun dari ujung kepala hingga ujung kaki. Embun mengenakan minidress berpotongan sederhana berwarna salem, dengan riasan wajah yang sangat natural. Tidak ada kesan mewah dalam penampilan Embun.“Saya Embun, Ma.” Embun berdiri dari duduknya, menghampiri Lidya dan mengulurkan tangan kanannya, namun tak disambut oleh wanita di hadapannya itu."Jangan panggil aku mama. Aku tidak mengizinkanmu memanggilku dengan sebutan itu," balas Lidya tidak menghiraukan Embun dan berlalu begitu saja dari hadapan Embun. Semua orang melihat ke arah mereka. Embun tersenyum sumir menurunkan tangan kanannya.“Jadi, kamu wanita yang dijodohkan suamiku untuk Kaisar?” Lidya masih bersuara di belakang Embun.Baru ketika Embun berbalik untuk menjawab, Kaisar sudah berdiri di dekatnya, menatap Embun d