Share

Menjadi Istri Gadungan Sahabatku
Menjadi Istri Gadungan Sahabatku
Author: Meina H.

1|Kejutan Hari Jadi

~Fayola~

“Hei!” teriak seorang wanita dari arah belakangku diikuti bunyi nyaring klakson mobil.

“Kalau menyeberang pakai mata!” seru pengendara mobil yang berhenti tepat di depanku. Hampir saja. Jantungku berdebar dengan kencang menyadari aku baru melewati maut.

“Kamu yang pakai mata!” Aku menunjuk ke arah lampu lalu lintas. “Lihat, itu! Lampu merah menyala untuk mobil. Lampu hijau itu untuk pejalan kaki! Dasar bodoh!”

Pengguna jalan lain ikut memarahi pengemudi arogan mobil mewah itu. Jadi, aku tidak perlu marah berkepanjangan. Baru punya mobil hebat sedikit sudah merasa memiliki jalan. Aku menyeberangi jalan dengan hati-hati menemui kekasih jiwaku.

“Apa yang terjadi, Yola?” tanya Sonya di telingaku. Aku sampai lupa, kami masih bicara lewat ponsel. “Apa kamu baik-baik saja?”

“Iya. Ada sopir tidak taat lampu merah. Aku hampir sampai. Sudah dulu, ya,” kataku melihat tempat pertemuan kami sudah dekat. Jantungku berdebar bahagia. Hari ini adalah hari yang aku tunggu!

“Oke. Selamat bersenang-senang!” ucap Sonya dengan antusias. Aku melepas headset dari telinga, lalu menyimpannya di tas. Sonya pasti akan memutuskan hubungan telepon, jadi aku tidak perlu memeriksa ponselku.

Seorang wanita menyambut aku dengan ramah saat memasuki kafe. Hari ini adalah hari jadi aku dan pacarku. Lima tahun sudah kami bersama melalui segalanya. Biasanya kami bertamasya ke tempat wisata yang ada di daerah kami, tetapi perayaan tahun ini berbeda. Aku tidak mengeluh.

“Hai, sayang!” Aku melambaikan tanganku melihat dia duduk pada meja di sudut dalam kafe. Dia hanya tersenyum tipis, tidak berdiri menyambut aku atau mencium pipiku. Lalu aku baru menyadari ada yang duduk di sisinya.

“Sonya?” Aku duduk di depan mereka, karena kursi di sebelah Doddy sudah berisi. “Kamu tidak bilang akan datang juga.”

“Doddy yang mengundang aku,” katanya dengan wajah bahagia. “Kami punya kejutan untukmu.”

“Oh, ya?” Aku tahu kejutan apa yang dia maksudkan. Aku meletakkan kantong plastik berlabel toko kue di atas meja, mengambil menu yang diberikan pelayan, lalu menyebutkan pesananku. “Selamat hari jadi yang kelima, sayang!” Aku memegang tangan Doddy yang ada di atas meja.

“Aku membeli kue kesukaanmu.” Aku mengeluarkan kotak kue dari kantong di depanku. “Tarraa!” Ada sebuah keik cokelat dengan selai blueberry favoritnya. “Dari toko yang sama yang kamu suka. Kamu tahu apa yang dikatakan pelayannya? Dia—”

“Kita putus, Yola,” potongnya dengan tenang. Aku melihat ke arahnya. Apa aku tidak salah dengar? “Aku tidak bisa melanjutkan hubungan kita. Hari ini kita putus.”

Ini bukan pertama kalinya kata itu keluar dari mulutnya. Kami saling mencintai, bukan berarti kami tidak pernah bertengkar dan berbeda pendapat. Umur kami masih muda, jadi mudah tersulut emosi. Namun kami selalu kembali bersama, karena tidak sanggup jauh dari satu sama lain.

“Apa maksudmu?” Aku tertawa, menutupi kegugupanku. “Semalam kita masih baik-baik saja.”

“Semalam adalah kesalahan,” katanya menusuk jantungku.

Kami tidur bersama untuk memasuki hari ini dalam pelukan masing-masing. Hal yang menjadi ritual kami sejak tidur bersama pada dua tahun yang lalu. Dia sebut itu sebuah kesalahan?

“Aku serius,” katanya lagi, melempar jauh semua harapanku tadi. “Kita putus dan kali ini, tidak akan ada kesempatan untuk bersama. Aku sudah menentukan pilihanku.”

Dia menoleh ke arah Sonya. Tatapan yang dingin kepadaku berubah hangat terhadap sahabat baikku. Wanita itu ikut menatapnya dengan senyum bahagia. Tangan mereka bertautan di atas meja dan aku baru menyadari. Ada sebuah cincin di jari manis kiri sahabatku.

Cincin yang sama yang aku temukan dalam kantong celananya semalam. Ternyata benda mahal itu bukan untuk aku, melainkan Sonya. Dadaku kian perih. Aku menahan air mata yang nyaris menetes. Aku sangat bahagia karena aku pikir pertemuan kami ini adalah rencananya untuk melamar aku.

“Sonya? Ada apa ini?” tanyaku bingung, berusaha keras untuk menutupi rasa sakitku.

“Maafkan aku, Yola. Kami saling mencintai. Aku ingin memberi tahu mengenai hubungan kami—” kata Sonya dengan wajah prihatin.

“Aku yang melarang. Aku sangat mencintai dia dan aku tahu kamu akan menyakiti dia bila kamu tahu semua ini.” Doddy merangkul bahu Sonya dengan sikap protektif. Seolah-olah aku akan menyakiti sahabatku sendiri di tempat umum.

“Sonya tidak bersalah. Aku tidak bisa bersamamu lagi, karena kamu bersikap kasar dan tidak sopan kepada teman-temanku. Mereka lebih bahagia saat aku membawa Sonya ketika kami berkumpul.” Jantungku terasa diremas begitu kuat mendengar semua tuduhan itu.

Bagaimana aku bisa tidak tahu mengenai hubungan mereka? Sonya adalah sahabatku sejak SMU, bagaimana dia bisa tega melakukan ini kepadaku? Kapan mereka mulai bersama? Setiap kali aku membicarakan Doddy, dia sangat mendukung hubungan kami.

Doddy tidak pernah bicara dengan Sonya saat kami berkumpul atau menghadiri sebuah perayaan. Melihatnya atau menyentuhnya pun tidak mau, karena dia selalu ada di sisiku. Lalu kapan mereka menjalin hubungan di belakangku?

“Apa yang kamu lakukan seorang diri di sini, Fay?” tanya seorang pria yang berdiri di dekatku. Aku tidak perlu menoleh untuk mengetahui siapa dia. “Hei, mengapa kamu tidak menyentuh makanan dan minumanmu? Di mana Doddy?”

“Kami putus,” gumamku.

“Apa katamu? Putus? Bukannya kalian hari ini akan merayakan hari jadi?” tanya Galang. Aku hanya diam. “Berengsek! Di mana dia? Aku akan hancurkan mobilnya!”

“Aku pulang.” Aku berdiri dan berjalan menuju pintu keluar.

“Hei, Fay! Bagaimana dengan kue ini dan tasmu!? Makanannya sudah kamu bayar??” serunya dari belakangku. Namun aku tidak memedulikannya. Kalau aku tahu akan jadi begini, seharusnya aku mati saja ditabrak pengemudi arogan tadi.

Aku bertingkah seperti perempuan murahan dengan mengirim pesan dan menelepon Doddy. Walau dia tidak membalas atau menjawab ponselnya, aku tidak berhenti mengemis. Aku bahkan menemui dia di rumah orang tuanya, tetapi mereka menutup pintu rapat-rapat.

Orang tua dan adik-adikku tidak berhenti memaki dia saat melihat hancurnya hatiku. Namun aku tidak berhenti berharap. Aku masih percaya Doddy akan kembali kepadaku. Dia akan datang ke rumahku dan mengajak aku untuk kembali. Aku tidak percaya dia lebih mencintai Sonya.

Kesehatanku menurun, tetapi aku tidak mengurung diri di kamar. Aku tetap bekerja setiap hari dan masih mengerjakan tugasku dengan baik. Namun aku hampir pingsan saat jam kerja, maka atasan memaksa aku untuk pergi ke dokter.

“Selamat, Bu. Anda sedang hamil. Usianya sudah sepuluh minggu.” Aku yang semula berada di ruang gawat darurat diminta untuk mendaftar ke spesialis kandungan. Ternyata mual dan lemas yang aku rasakan ini karena ada bayi tumbuh dalam perutku.

“Namun keadaan Ibu sangat tidak sehat untuk pertumbuhan janin Ibu. Tekanan darah Ibu tinggi, berat badan tidak cukup, dan ada gejala anemia. Tolong, jaga makanan dan istirahat yang cukup. Hindari juga stres. Ini resep obat yang bisa ditebus di apotek.”

Aku masih percaya tidak percaya dengan kabar itu. Ada bayi di dalam rahimku. Oh, Tuhan. Ini dia! Aku masih punya harapan! Doddy pasti akan senang ketika dia tahu tentang bayinya. Iya. Ini adalah jalan supaya kami bisa kembali bersama dan menikah!

“Aku deg-degan, Doddy.” Terdengar suara yang aku kenal dari arah depanku. Aku mengangkat kepala dan melihat Sonya berjalan sambil bergelayut manja di lengan Doddy.

“Tenang saja. Alat tes itu tidak mungkin salah. Kita sudah menggunakan tiga testpack. Kamu pasti positif hamil.” Doddy mencium pipi sahabatku itu. “Terima kasih, sayang. Aku sangat bahagia!”

Lantai yang kuinjak seketika bergoyang. Sonya hamil? Aku menyentuh perutku. Bagaimana bisa? Jadi, selama ini Doddy tidak hanya tidur denganku, tetapi dengan perempuan lain juga. Bukan hanya wanita biasa, dia adalah sahabat baikku! Apa salahku sampai mereka berbuat begini?

Tidak terima diperlakukan seperti sampah, aku mendekati mereka. Doddy yang lebih dahulu melihat aku, segera maju, melindungi Sonya di belakangnya. Aku menatapnya tidak percaya. Apa serendah itu aku di matanya? Aku tidak akan menyakiti orang lain, sekalipun dia mengkhianati aku.

“Sayang, aku takut,” ucap Sonya dengan lirih. Aku menatapnya tidak percaya. “Kita tidak boleh membiarkan dia menyakiti bayi kita.”

“Pergi. Aku sudah bilang, kita tidak punya hubungan apa pun lagi!” hardik Doddy. Dia mendorong aku supaya tidak menghalangi jalannya. Melihat orang-orang memperhatikan kami, aku mengalah. Aku tidak mau menjadi pusat perhatian.

Hari itu adalah hari terakhir aku bisa bicara dan bertemu dengan Doddy. Dia mengganti nomor ponselnya, menyuruh sekuriti rumah dan kantornya untuk mengusir aku sehingga aku tidak bisa memberi tahu dia mengenai kehamilanku.

Ketika mendapatkan surat undangan pernikahannya dengan Sonya, duniaku runtuh. Lalu bagaimana dengan aku? Siapa yang akan bertanggung jawab atas anak dalam rahimku? Orang tuaku tidak hanya akan memarahi aku, tetapi mengusir aku dari rumah kami.

“Fayola,” panggil supervisorku. Aku menoleh ke arahnya. “Manajer memanggil.”

Aku meninggalkan mejaku dan berjalan menuju ruang kerja atasan kami itu. Belum cukup dengan kabar buruk yang aku dengar akhir-akhir ini, dia memberi sebuah pukulan terakhir. Aku dipecat. Satu langkah lagi menuju promosi, aku malah dipecat.

“Kamu mengambil terlalu banyak cuti, produktivitas kamu sangat menurun, dan memberi pengaruh buruk terhadap karyawan lain. Ambil barang-barangmu dan jangan kembali lagi,” katanya dengan kejam. Cuti apa yang aku ambil? Aku membabu di kantor ini malah dicap produktivitas menurun.

Namun melihat dua sekuriti siap untuk membawa aku keluar, aku tidak bisa menentang keputusan itu. Aku menahan diri, menjaga sisa harga diriku untuk tidak memaki dia. Aku tidak punya kuasa apa pun di perusahaan ini karena hanya karyawan kontrak. Dia adalah karyawan tetap.

Aku sedang berjalan keluar dari gedung kantor itu ketika merasakan sakit yang luar biasa di perutku. Aku mengerang panjang, tidak pernah merasakan sesakit itu. Sesuatu yang hangat mengalir di antara kedua pahaku. Oh, tidak.

Meina H.

Hai, teman-teman. Terima kasih sudah memilih untuk membaca buku ini. Aku kembali menulis novel ringan yang tidak banyak tragedi di dalamnya. Maunya pakai ciri khasku dahulu, tetapi kita coba gaya baru. XD Aku sudah berusaha untuk sedikit menyisipkan humor saat menulis garis besar cerita, tetapi sulit. Hahaha .... Ketahuan melucu bukanlah keahlian apalagi hobiku. Bagaimana pun adanya, semoga teman-teman menyukai kisah Fayola dan Galang, ya. Salam sayang, Meina H.

| 1
Comments (2)
goodnovel comment avatar
Meina H.
Terima kasih sudah mampir, Kak. Ceritanya dijamin bagus. Pokoknya, nano-nano rasanya. (๑・ω-)~♡” Selamat membaca, Kak.
goodnovel comment avatar
Any Andono
Baru baca moga bagus....
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status