Share

Menjadi Istri Mafia Berbahaya
Menjadi Istri Mafia Berbahaya
Auteur: Marfia Aphro

01. Malam Yang Hancur

Auteur: Marfia Aphro
last update Dernière mise à jour: 2025-12-02 10:59:34

Rumah keluarga Draxen selalu tampak megah dari luar.

Tetapi malam itu, bagi Alexa, rumah itu lebih terasa seperti pengadilan. Lampu-lampu besar di bagian teras sangat menyilaukan, dingin dan angkuh. Alexa memasuki halaman, keadaannya tampak menyedihkan. Rambutnya kusut, riasannya luntur karena hujan dan gaunnya basah yang dinginnya menusuk sampai ke tulang.

Tangannya yang gemetar berusaha menekan bel, hingga pintu yang terbuka menampakkan sosok ibu tirinya yang bermulut pedas.

Meriam Barvish, hanya butuh satu detik untuk menilai penampilan Alexa sebelum bibir merahnya melengkung sinis.

“Ya ampun, Alexa! Kau terlihat seperti gelandangan.”

Alexa menelan ludah, perkataan seperti itu sudah biasa di telinganya.

“Aku… aku harus bicara dengan ayah. Dimana ayah?” ucapnya, gemetar karena dingin.

“Ayahmu?” Meriam mendengkus.

“Ayahmu sedang makan malam dengan orang penting. Lagi pula dia tak akan mau melihatmu dengan keadaan seperti ini.” lanjutnya, ia melipat tangan di depan dada.

“Aku perlu bicara dengannya, sekarang!”

Alexa terus memohon, hingga suara ayahnya tiba-tiba muncul dari ruang makan.

“Meriam, siapa yang–”

Langkahnya terhenti ketika melihat Alexa, mata pria paruh baya itu menggelap. Frederick Draxen, mengepalkan tangannya dengan rahang yang mengeras.

“Alexa! Apa lagi ini? Kerusuhan apa lagi yang kau buat?” Frederick berteriak, tapi suaranya sedikit tertahan. Mungkin karena tak ingin sampai terdengar tamu penting di dalam.

“Ayah… Henry mengkhianatiku. Dia berselingkuh dengan Valery, sahabatku sendiri.”

“Astaga, Alexa! Kau mengganggu makan malamku hanya untuk mengadukan drama murahanmu itu?”

Alexa terhenyak, ia merasa napasnya berhenti di tenggorokan. “Aku tidak berbohong, ayah!”

“Kau ‘kan memang selalu begitu,” sahut Meriam cepat. “Membesar-besarkan, playing victim. Tidak heran jika Henry tak tahan lagi denganmu.”

Alexa menatap ibu tirinya dengan tak percaya, “Aku diselingkuhi! Dia mengkhianatiku!”

Meriam terkekeh, mendelik sinis pada Alexa. “Lalu? Apa itu mengejutkan? Kau terlalu polos dan membosankan, penampilanmu bahkan seperti anak-anak. Henry itu pria dewasa, dia butuh perempuan yang juga sepadan.”

Alexa merasa frustasi, ia ingin berteriak tapi suaranya tercekat. Sementara ayahnya hanya diam, bahkan ketika anak kandungnya sendiri dicaci seperti ini.

“Apanya yang sepadan? Apa ketika mereka pergi ke hotel bersama dan melakukan hal yang memalukan?” suara Alexa terdengar gemetar.

“KAU YANG MEMALUKAN, ALEXA! Menyusup ke hotel tunanganmu, membuat keributan, lalu pulang membawa masalah ke rumah.” bentak Frederick, rasa geram terdengar dari nada suaranya.

“Aku tidak menyusup, ayah!” Alexa mendekat, mencari sedikit saja kehangatan dari lelaki yang ia panggil ayah. “Aku datang kesana karena Henry bilang ingin membicarakan sesuatu tentang pertunangan kita,” lirihnya.

“Dan kau percaya begitu saja?” Meriam mencibir.

“Ayah, aku butuh tempat untuk–”

“Bukan urusanku!” kalimat itu adalah palu terakhir yang menghancurkan hati Alexa. Sementara Meriam si ibu tiri tersenyum dengan puas.

“Mulai malam ini, tak usah tidur di rumah ini. Kami tidak butuh anak yang membawa aib dan tak tahu diri!”

“Ya, pergi saja. Pergilah pada Henry,” tambah suara lain. Grace Riley Draxen, adik tirinya, muncul dari tangga dengan raut wajah yang sengaja dibuat sedih. “Oh, aku lupa. Dia sudah bersama wanita yang lebih baik dan lebih layak darimu.”

“Grace!” Alexa mematung

“Bagaimana bisa kalian–”

“CUKUP!” bentak Frederick, suaranya menggema keras, membuat Alexa refleks mundur.

“Aku tidak ingin mendengar apapun lagi! Kau sudah dewasa, jadi urus saja urusanmu sendiri. Ingat, jangan kembali sebelum kau bisa membawa nama baik keluarga.” tegasnya, lalu pergi tanpa peduli lagi pada putrinya.

Meriam membuka pintu lebih lebar, senyumnya mengembang tapi dingin.

“Silahkan keluar!” titahnya.

Alexa menatap wajah mereka satu-persatu, tidak ada satu orang pun yang menunjukkan rasa simpati. Dan Alexa akan mengingat malam ini, akan mengingat penghinaan ini dan akan mengingat ayahnya yang sama sekali tidak peduli.

Ia kemudian melangkah keluar tanpa suara, pintu ditutup keras di belakangnya. Suara itu seolah menutup satu babak hidupnya.

Sementara hujan semakin deras, angin semakin dingin. Alexa berjalan tanpa arah, hanya ditemani isak tangis yang tertahan-tahan. Lampu-lampu jalan memantulkan bayangan dirinya yang terlihat begitu rapuh.

Ketika sampai di halte bus, tubuhnya sudah sangat gemetar. Ia duduk di bangku besi yang dingin, menyandarkan tubuhnya pada tiang, menekuk lututnya ke depan dada. Tidak ada bus yang lewat malam itu, bahkan tidak ada kendaraan lain. Nyaris tak ada suara selain gemerincik hujan dan jeritan hatinya yang rapuh.

Ia menatap ke arah jalanan yang kosong, lamunannya melayang jauh ke hotel tadi sore.

Pintu kamar hotel itu masih terbayang jelas, lampu redup, aroma wine, dan suara itu.

Suara rengehan.

“Pelan-pelan, Henry…”

Alexa nyaris muntah mengingatnya. Ia mematung tadi, berdiri di depan pintu dengan tangan gemetar. Sementara tunangannya, yang katanya “akan melindunginya selamanya” justru sedang menghancurkan hatinya di atas ranjang hotel bersama Valery.

Dan Valery Boutier, sahabatnya sejak SMA. Orang yang ia bela mati-matian saat semua orang Valery tidak bisa dipercaya.

Mereka bahkan tidak merasa bersalah, tidak juga menutupi perbuatan mereka. Seolah mereka menganggap Alexa tidak ada, seolah cintanya tidak pernah ada.

Alexa langaung berlari, meskipun hujan membasahi tubuhnya. Dan ketika sampai di rumah, ia justru mendapat cacian dan penolakan dari keluarganya.

Dari ayahnya.

Ayah kandungnya sendiri.

Semua orang meninggalkannya, semua orang yang seharusnya bisa ia percaya.

“Kau tidak punya siapa-siapa,” gumamnya lirih, pada dirinya sendiri. Dan fakta itu yang membuat hatinya nyeri seperti disayat pisau tajam.

Untuk pertama kalinya, Alexa benar-benar merasa sendirian di dunia. Ia memeluk dirinya erat-erat, tangannya terasa kaku dan matanya perih.

Kenapa hidupnya menjadi seperti ini? Dosa siapa yang ia tanggung? Apa ia terlalu lemah? Terlalu percaya? Atau terlalu bodoh?

Hatinya menjerit pilu, tetapi tak ada ruang untuk melepaskan semua itu. Dunia terasa menyempit, sesak.

“Kenapa aku dilahirkan ke dunia, jika semua orang di dunia menolakku?”

Pertanyaan itu keluar begitu saja dari bibirnya yang getir, tergerus di antara tangis dan hujan.

Tapi tak ada jawaban, tak ada siapapun. Hanya sunyi yang menyapa bersama angin yang terasa menusuk kulit.

Satu jam berlalu, atau mungkin dua, Alexa tak tahu. Ia hanya bangkit, ketika tubuhnya sudah telalu kaku untuk duduk. Kakinya melangkah sendiri, membawa dirinya menjauh dari perumahan, menjauh dari kota, menjauh dari ingatan semua orang.

Langkahnya berhenti di sebuah jempatan di pinggir kota. Jembatan yang jarang dilalui mobil di malam hari. Laut di bawahnya sedang mengamuk, memantulkan cahaya lampu kuning yang berkelip samar.

Alexa naik ke beton pembatas jembatan, ia berdiri dengan rambut yang basah. Matanya sembab dan tatapannya kosong. Sementara di bawah sana, bentulan gelombang laut menghantam tiang jembatan seolah memanggil-manggilnya.

Hanya satu langkah lagi.

Satu gerakan kecil saja, dan semua rasa sakit ini akan menghilang.

Tak ada Henry

Tak ada ayah

Tak ada pengkhianatan

Tak ada rasa yang tidak cukup

Untuk pertama kalinya di malam itu, Alexa sesuatu yang mirip ketenangan.

Ia menutup matanya, membiarkan angin membelai tubuhnya. Napasnya terdengar berat dan panjang.

“Jika dunia tidak menginginkanku…” suaranya pecah

“...mungkin lebih baik aku pergi.”

Alexa melangkah pelan, deburan laut terdengar semakin jelas.

Satu detik. Dua detik.

Tubuhnya semakin condong ke depan.

Gelap.

Bersambung...

Continuez à lire ce livre gratuitement
Scanner le code pour télécharger l'application

Latest chapter

  • Menjadi Istri Mafia Berbahaya   05. Istana

    Alexa tidak pernah membayangkan bahwa bangungan di depannya benar-benar nyata. Rumah itu, atau lebih tepatnya, istana modern. Menjulang tinggi dibalik gerbang besi hitam yang dijaga oleh enam pria bersetelan hitam. Lampu-lampu yang tersusun rapi menyinari area pekarangan seluas lapangan sepak bola. Pagar tinggi, kamera tersembunyi, sensor gerakan di setiap sudut. Rumah itu tak sekedar mewah, tapi terlihat seperti benteng. Entah untuk siapa, atau melindungi siapa, Alexa tidak yakin. Mobil berhenti. Caspian turun lebih dulu, lalu membuka pintu untuk Alexa. Ia mengulurkan tangannya, mengundang. “Selamat datang di rumahmu.” Suara caspian begitu tenang, namun menyimpan sesuatu yang membuat Alexa merinding mendengarnya. Ini aneh, ia seharusnya merasa takut. Tapi suara itu, entah bagaimana membuat kakinya mau melangkah. Begitu Alexa keluar, semua penjaga menunduk hormat. “Selamat datang, madam.” Alexa membeku. Madam? Sejak kapan?Caspian menoleh seolah bisa membaca pikirannya. “Mere

  • Menjadi Istri Mafia Berbahaya   04. Malam Baru Alexa

    Alexa bersiap untuk mandi, setelah urusan kontrak dengan Caspian selesai. Saat ini pria itu tengah sibuk dengan ponselnya, entah sedang apa Alexa tak ingin memikirkannya. Tapi tanpa sadar, ia justru memerhatikan Caspian yang terlihat tampan. Wajahnya tegas, sorot matanya tajam. Hidung yang sempurna dan bibir yang menggoda Alexa untuk menyentuhnya. Gadis itu menggelengkan kepalanya, apa yang baru saja ia pikirkan?“Apa kau memikirkan sesuatu yang liar, hmm?” Alexa terkesiap, ia merasa salah tingkah sendiri. Caspian bangkit dari duduknya, melangkah perlahan dengan tatapan aneh. Langkahnya semakin dekat, membuat Alexa refleks untuk mundur. “K-kau mau apa? Berhenti disana, Caspian!” Tak ada gunanya, Caspian tak menghiraukan ucapan Alexa. Ia tetap berjalan, memaksa Alexa untuk terus mundur hingga akhirnya punggung gadis itu menyentuh dinding. “Bukan aku, tapi kau yang mau.” bisiknya tepat di telinga Alexa, membuat tubuhnya seketika merinding. “A-aku, akh-”Caspian menempelkan bibirny

  • Menjadi Istri Mafia Berbahaya   03. Kontrak Berbahaya

    “Ini… ini rumahmu?” Alexa menatap takjub gedung tinggi di depannya, gaya elegan dan klasik yang bercampur, membuat gedung ini terlihat mahal. Dinding kaca menjulang, lampu emas menerangi pintu masuk dan dua penjaga berdiri tegap seperi patung. Caspian menoleh sebentar pada Alexa, senyumnya terlihat samar. “Tempat tinggalku, yang juga akan menjadi tempat tinggalmu untuk sementara waktu.” ucapnya, ia meraih pinggang Alexa dan menyeretnya lebih dekat. Alexa gemetar, takut. “Aku–aku tidak, aku–” “Ayo, tidak ada yang akan menyakitimu disini.” Caspian menariknya untuk ikut berjalan, kedatangan mereka disambut dengan begitu hormat di penthouse megah milik keluarga Maverick. Saat menasuki lobi, semuanya terasa seperti dunia lain. Lantai marmer hitam berkilau, lampu-lampu kristal jatuh dari langit-langit tinggi, resepsionis membungkuk dalam-dalam begitu melihat Caspian. “Selamat malam, tuan muda Maverick!” Alexa membulatkan matanya, entah kenapa ia merasa tegang. Nama itu, Maverick. Da

  • Menjadi Istri Mafia Berbahaya   02. Dalam Pelukannya

    Di kediamannya yang megah, keluarga Maverick tengah asik menikmati makan malam keluarga. Sementara di luar hujan mengiringi kesyahduan mereka, pada awalnya. “Caspian, sudah saatnya kau menikah dan memberikanku pewaris. Keluarga kita butuh pewaris untuk meneruskan bisnisku yang besar.” ucap Alfian Maverick, ayahnya tiba-tiba. Caspian menghentikan aktivitas makannya, memandang ayahnya dengan raut yang tak bisa dijelaskan. “Tidak untuk sekarang,” jawab Caspian dingin. “Aku menyuruhmu dan tidak mau menerima penolakan!” tegas Alfian. “Aku tidak ingin menikah hanya karena permainan politik ayah,” “Kalau kau tak memiliki calon, aku yang akan memilihkan wanitanya.” Caspian bangkit seketika, tatapannya berubah tajam. “Jangan ikut campur urusan pribadiku ayah, aku akan menikah hanya ketika aku ingin, bukan untuk memenuhi keinginanmu.” ucapnya, penuh nada keseriusan.Caspian kemudian menjauh dari meja pertemuan, sementara suara ayahnya menggema di belakang. “Aku tidak mau tahu! Kau harus

  • Menjadi Istri Mafia Berbahaya   01. Malam Yang Hancur

    Rumah keluarga Draxen selalu tampak megah dari luar. Tetapi malam itu, bagi Alexa, rumah itu lebih terasa seperti pengadilan. Lampu-lampu besar di bagian teras sangat menyilaukan, dingin dan angkuh. Alexa memasuki halaman, keadaannya tampak menyedihkan. Rambutnya kusut, riasannya luntur karena hujan dan gaunnya basah yang dinginnya menusuk sampai ke tulang. Tangannya yang gemetar berusaha menekan bel, hingga pintu yang terbuka menampakkan sosok ibu tirinya yang bermulut pedas. Meriam Barvish, hanya butuh satu detik untuk menilai penampilan Alexa sebelum bibir merahnya melengkung sinis. “Ya ampun, Alexa! Kau terlihat seperti gelandangan.” Alexa menelan ludah, perkataan seperti itu sudah biasa di telinganya. “Aku… aku harus bicara dengan ayah. Dimana ayah?” ucapnya, gemetar karena dingin. “Ayahmu?” Meriam mendengkus. “Ayahmu sedang makan malam dengan orang penting. Lagi pula dia tak akan mau melihatmu dengan keadaan seperti ini.” lanjutnya, ia melipat tangan di depan dada. “Aku

Plus de chapitres
Découvrez et lisez de bons romans gratuitement
Accédez gratuitement à un grand nombre de bons romans sur GoodNovel. Téléchargez les livres que vous aimez et lisez où et quand vous voulez.
Lisez des livres gratuitement sur l'APP
Scanner le code pour lire sur l'application
DMCA.com Protection Status