Menjadi Istri Mafia Berbahaya

Menjadi Istri Mafia Berbahaya

last updateTerakhir Diperbarui : 2025-12-02
Oleh:  Marfia AphroBaru saja diperbarui
Bahasa: Bahasa_indonesia
goodnovel18goodnovel
Belum ada penilaian
5Bab
4Dibaca
Baca
Tambahkan

Share:  

Lapor
Ringkasan
Katalog
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi

Alexa Mouise Draxen, terpaksa menerima tawaran pernikahan dari pria yang baru ia temui saat hendak mengakhiri hidupnya. Semua memang sudah sehancur ini, biarlah ia tambah hancur bersama pria itu. Namun, kehidupannya justru berubah total. Caspian Maverick adalah suami yang obsesif dan protektif, tak pernah membiarkan Alexa kekurangan atau bahkan terluka sedikitpun. Hingga satu rahasia besar terungkap, Caspian ternyata putra dari ketua mafia kelas kakap yang identitasnya bahkan tak bisa ditembus kepolisian. Lalu, bagaimana hidup Alexa selanjutnya setelah mengetahui fakta gelap itu? Bagaimana dengan cinta mereka? Ikuti terus kisah Alexa dan Caspian, jangan lupa follow authornya ya...

Lihat lebih banyak

Bab 1

01. Malam Yang Hancur

Rumah keluarga Draxen selalu tampak megah dari luar.

Tetapi malam itu, bagi Alexa, rumah itu lebih terasa seperti pengadilan. Lampu-lampu besar di bagian teras sangat menyilaukan, dingin dan angkuh. Alexa memasuki halaman, keadaannya tampak menyedihkan. Rambutnya kusut, riasannya luntur karena hujan dan gaunnya basah yang dinginnya menusuk sampai ke tulang.

Tangannya yang gemetar berusaha menekan bel, hingga pintu yang terbuka menampakkan sosok ibu tirinya yang bermulut pedas.

Meriam Barvish, hanya butuh satu detik untuk menilai penampilan Alexa sebelum bibir merahnya melengkung sinis.

“Ya ampun, Alexa! Kau terlihat seperti gelandangan.”

Alexa menelan ludah, perkataan seperti itu sudah biasa di telinganya.

“Aku… aku harus bicara dengan ayah. Dimana ayah?” ucapnya, gemetar karena dingin.

“Ayahmu?” Meriam mendengkus.

“Ayahmu sedang makan malam dengan orang penting. Lagi pula dia tak akan mau melihatmu dengan keadaan seperti ini.” lanjutnya, ia melipat tangan di depan dada.

“Aku perlu bicara dengannya, sekarang!”

Alexa terus memohon, hingga suara ayahnya tiba-tiba muncul dari ruang makan.

“Meriam, siapa yang–”

Langkahnya terhenti ketika melihat Alexa, mata pria paruh baya itu menggelap. Frederick Draxen, mengepalkan tangannya dengan rahang yang mengeras.

“Alexa! Apa lagi ini? Kerusuhan apa lagi yang kau buat?” Frederick berteriak, tapi suaranya sedikit tertahan. Mungkin karena tak ingin sampai terdengar tamu penting di dalam.

“Ayah… Henry mengkhianatiku. Dia berselingkuh dengan Valery, sahabatku sendiri.”

“Astaga, Alexa! Kau mengganggu makan malamku hanya untuk mengadukan drama murahanmu itu?”

Alexa terhenyak, ia merasa napasnya berhenti di tenggorokan. “Aku tidak berbohong, ayah!”

“Kau ‘kan memang selalu begitu,” sahut Meriam cepat. “Membesar-besarkan, playing victim. Tidak heran jika Henry tak tahan lagi denganmu.”

Alexa menatap ibu tirinya dengan tak percaya, “Aku diselingkuhi! Dia mengkhianatiku!”

Meriam terkekeh, mendelik sinis pada Alexa. “Lalu? Apa itu mengejutkan? Kau terlalu polos dan membosankan, penampilanmu bahkan seperti anak-anak. Henry itu pria dewasa, dia butuh perempuan yang juga sepadan.”

Alexa merasa frustasi, ia ingin berteriak tapi suaranya tercekat. Sementara ayahnya hanya diam, bahkan ketika anak kandungnya sendiri dicaci seperti ini.

“Apanya yang sepadan? Apa ketika mereka pergi ke hotel bersama dan melakukan hal yang memalukan?” suara Alexa terdengar gemetar.

“KAU YANG MEMALUKAN, ALEXA! Menyusup ke hotel tunanganmu, membuat keributan, lalu pulang membawa masalah ke rumah.” bentak Frederick, rasa geram terdengar dari nada suaranya.

“Aku tidak menyusup, ayah!” Alexa mendekat, mencari sedikit saja kehangatan dari lelaki yang ia panggil ayah. “Aku datang kesana karena Henry bilang ingin membicarakan sesuatu tentang pertunangan kita,” lirihnya.

“Dan kau percaya begitu saja?” Meriam mencibir.

“Ayah, aku butuh tempat untuk–”

“Bukan urusanku!” kalimat itu adalah palu terakhir yang menghancurkan hati Alexa. Sementara Meriam si ibu tiri tersenyum dengan puas.

“Mulai malam ini, tak usah tidur di rumah ini. Kami tidak butuh anak yang membawa aib dan tak tahu diri!”

“Ya, pergi saja. Pergilah pada Henry,” tambah suara lain. Grace Riley Draxen, adik tirinya, muncul dari tangga dengan raut wajah yang sengaja dibuat sedih. “Oh, aku lupa. Dia sudah bersama wanita yang lebih baik dan lebih layak darimu.”

“Grace!” Alexa mematung

“Bagaimana bisa kalian–”

“CUKUP!” bentak Frederick, suaranya menggema keras, membuat Alexa refleks mundur.

“Aku tidak ingin mendengar apapun lagi! Kau sudah dewasa, jadi urus saja urusanmu sendiri. Ingat, jangan kembali sebelum kau bisa membawa nama baik keluarga.” tegasnya, lalu pergi tanpa peduli lagi pada putrinya.

Meriam membuka pintu lebih lebar, senyumnya mengembang tapi dingin.

“Silahkan keluar!” titahnya.

Alexa menatap wajah mereka satu-persatu, tidak ada satu orang pun yang menunjukkan rasa simpati. Dan Alexa akan mengingat malam ini, akan mengingat penghinaan ini dan akan mengingat ayahnya yang sama sekali tidak peduli.

Ia kemudian melangkah keluar tanpa suara, pintu ditutup keras di belakangnya. Suara itu seolah menutup satu babak hidupnya.

Sementara hujan semakin deras, angin semakin dingin. Alexa berjalan tanpa arah, hanya ditemani isak tangis yang tertahan-tahan. Lampu-lampu jalan memantulkan bayangan dirinya yang terlihat begitu rapuh.

Ketika sampai di halte bus, tubuhnya sudah sangat gemetar. Ia duduk di bangku besi yang dingin, menyandarkan tubuhnya pada tiang, menekuk lututnya ke depan dada. Tidak ada bus yang lewat malam itu, bahkan tidak ada kendaraan lain. Nyaris tak ada suara selain gemerincik hujan dan jeritan hatinya yang rapuh.

Ia menatap ke arah jalanan yang kosong, lamunannya melayang jauh ke hotel tadi sore.

Pintu kamar hotel itu masih terbayang jelas, lampu redup, aroma wine, dan suara itu.

Suara rengehan.

“Pelan-pelan, Henry…”

Alexa nyaris muntah mengingatnya. Ia mematung tadi, berdiri di depan pintu dengan tangan gemetar. Sementara tunangannya, yang katanya “akan melindunginya selamanya” justru sedang menghancurkan hatinya di atas ranjang hotel bersama Valery.

Dan Valery Boutier, sahabatnya sejak SMA. Orang yang ia bela mati-matian saat semua orang Valery tidak bisa dipercaya.

Mereka bahkan tidak merasa bersalah, tidak juga menutupi perbuatan mereka. Seolah mereka menganggap Alexa tidak ada, seolah cintanya tidak pernah ada.

Alexa langaung berlari, meskipun hujan membasahi tubuhnya. Dan ketika sampai di rumah, ia justru mendapat cacian dan penolakan dari keluarganya.

Dari ayahnya.

Ayah kandungnya sendiri.

Semua orang meninggalkannya, semua orang yang seharusnya bisa ia percaya.

“Kau tidak punya siapa-siapa,” gumamnya lirih, pada dirinya sendiri. Dan fakta itu yang membuat hatinya nyeri seperti disayat pisau tajam.

Untuk pertama kalinya, Alexa benar-benar merasa sendirian di dunia. Ia memeluk dirinya erat-erat, tangannya terasa kaku dan matanya perih.

Kenapa hidupnya menjadi seperti ini? Dosa siapa yang ia tanggung? Apa ia terlalu lemah? Terlalu percaya? Atau terlalu bodoh?

Hatinya menjerit pilu, tetapi tak ada ruang untuk melepaskan semua itu. Dunia terasa menyempit, sesak.

“Kenapa aku dilahirkan ke dunia, jika semua orang di dunia menolakku?”

Pertanyaan itu keluar begitu saja dari bibirnya yang getir, tergerus di antara tangis dan hujan.

Tapi tak ada jawaban, tak ada siapapun. Hanya sunyi yang menyapa bersama angin yang terasa menusuk kulit.

Satu jam berlalu, atau mungkin dua, Alexa tak tahu. Ia hanya bangkit, ketika tubuhnya sudah telalu kaku untuk duduk. Kakinya melangkah sendiri, membawa dirinya menjauh dari perumahan, menjauh dari kota, menjauh dari ingatan semua orang.

Langkahnya berhenti di sebuah jempatan di pinggir kota. Jembatan yang jarang dilalui mobil di malam hari. Laut di bawahnya sedang mengamuk, memantulkan cahaya lampu kuning yang berkelip samar.

Alexa naik ke beton pembatas jembatan, ia berdiri dengan rambut yang basah. Matanya sembab dan tatapannya kosong. Sementara di bawah sana, bentulan gelombang laut menghantam tiang jembatan seolah memanggil-manggilnya.

Hanya satu langkah lagi.

Satu gerakan kecil saja, dan semua rasa sakit ini akan menghilang.

Tak ada Henry

Tak ada ayah

Tak ada pengkhianatan

Tak ada rasa yang tidak cukup

Untuk pertama kalinya di malam itu, Alexa sesuatu yang mirip ketenangan.

Ia menutup matanya, membiarkan angin membelai tubuhnya. Napasnya terdengar berat dan panjang.

“Jika dunia tidak menginginkanku…” suaranya pecah

“...mungkin lebih baik aku pergi.”

Alexa melangkah pelan, deburan laut terdengar semakin jelas.

Satu detik. Dua detik.

Tubuhnya semakin condong ke depan.

Gelap.

Bersambung...

Tampilkan Lebih Banyak
Bab Selanjutnya
Unduh

Bab terbaru

Bab Lainnya

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Tidak ada komentar
5 Bab
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status