Share

BAB 2

Author: Sifa Syafii
last update Last Updated: 2023-03-25 10:21:52

Keesokan harinya

Ketika jam istirahat, Pak Cahyo sedang duduk di kursinya yang ada di ruang guru. Ia mengeluarkan bekal camilan yang dibawakan istrinya. Tidak mewah, hanya pisang dan singkong goreng untuk mengganjal perut sebelum jam makan siang.

Tidak berselang lama kemudian, Pak Cahyo mendengar suara Pak Budi tengah berbicara sambil berjalan masuk ke dalam ruang guru. Ketika ia menoleh, tampaklah Pak Budi tengah berbicara dengan ponsel menempel pada telinganya.

“Ada apa, Pak?” tanya Pak Cahyo ketika Pak Budi usai menyudahi perbincangan di ponselnya. Kebetulan meja Pak Budi berada tepat di samping kanan meja Pak Cahyo.

“Itu anak saya, Pak. Dia kan sudah umur tiga puluh tahun. Sudah jadi dosen juga. Tapi, nggak nikah-nikah juga. Nunggu apa? Saya kan sudah tua. Saya ingin dia segera menikah agar saya bisa melihat dan menimang cucu saya. Mumpung saya masih kuat dan belum sakit-sakitan. Bener toh?” papar Pak Budi menjelaskan dengan sedikit emosional.

Pak Cahyo mendengarkan sambil manggut-manggut tanda mengerti. Kemudian ia menyodorkan bekalnya pada Pak Budi dan Pak Budi pun mengambil satu potong singkong goreng lalu segera melahap singkong goreng itu karena sudah sangat emosi dan merasa lapar usai berbicara melalui telepon dengan anaknya.

“Kalau boleh tahu, anaknya jadi dosen di mana, Pak?” tanya Pak Cahyo. Tiba-tiba ia penasaran dengan anak Pak Budi.

“Di Malang, Pak. Meskipun agak dekat, tapi ia juga jarang pulang. Saya dan istri agak khawatir karena dia tinggal sendiri. Kalau dia menikah kan ada istri yang menemaninya. Ada yang merawat kalau sakit, ada yang masakin, ada yang peduli gitu lah maksudnya. Bener toh?” cerocos Pak Budi lalu mengambil pisang goreng yang ada di kotak bekal Pak Cahyo tanpa permisi.

“Iya, Pak. Betul itu,” balas Pak Cahyo setuju.

“Nah makanya itu. Andai ada wanita yang mau dijodohkan sama anak saya. Pasti sudah saya nikahkan mereka,” ujar Pak Budi lagi.

*

Sepanjang perjalanan pulang ke rumah, Pak Cahyo terus memikirkan kata-kata Pak Budi. Tiba-tiba tercetus sebuah ide yang sangat cemerlang di pikirannya. Ia pun tidak sabar ingin segera sampai di rumah untuk bertemu Ayana.

Sesampainya di rumah, Pak Cahyo melihat Ayana tengah memompa ban sepedanya di halaman rumah.

“Assalamu’alaikum ...,” ucap Pak Cahyo.

“Wa’alaikum salam,” balas Ayana.

“Kebetulan kamu sudah pulang. Habis ini temui Ayah di ruang tengah!” ucap Pak Cahyo lalu masuk ke dalam rumah usai memarkirkan motornya.

Ayana tampak berpikir. Kemudian sebuah senyum tipis terbit di bibirnya. Ia mengira ayahnya akan mengizinkannya kuliah di Yogyakarta dan akan memberikan uang pendaftaran saat ini juga. Dengan segera ia bergegas masuk ke dalam rumah menyusul ayahnya.

“Ada apa, Yah?” tanya Ayana lembut berpura-pura tidak tahu. Padahal ia sudah tidak sabar mendengar kabar baik dari mulut ayahnya.

“Apa kamu bersungguh-sungguh ingin kuliah, Ay?” tanya Pak Cahyo dengan menatap lekat Ayana.

“Tentu saja, Yah. Biar aku bisa jadi guru kayak Ayah. Pahlawan tanpa tanda jasa!” balas Ayana dengan antusias dan tersenyum bangga.

“Kamu boleh kuliah, tapi tidak di Jogja. Apa kamu mau?” ucap Pak Cahyo sambil menatap wajah Ayana. Terlihat ada kesedihan di wajah itu. Namun, Pak Cahyo tetap menanti jawaban dari mulut Ayana.

“Mau, Yah …. Yang penting aku bisa kuliah,” ucap Ayana pasrah. Ia tidak punya pilihan lain. Bagaimana pun ia harus patuh pada ayahnya. Apalagi untuk kuliah ia masih membutuhkan biaya dari ayahnya.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Menjadi Istri Pak Dosen   BAB 141-142

    BAB 141Ayana yang mendengar suara Kenzo pun bergegas memegang ujung jaketnya lalu merapatkan di depan dada dengan mata terpejam.Setelah angin mereda, semua mata orang yang ada di meja itu menatap ke arah Kenzo, kecuali Ayana. Ayana sudah terbiasa menatap Kenzo setiap hari, bahkan hampir lima belas jam. Jadi, ia tidak merasa ada yang aneh dan perlu diperhatikan pada diri dan ucapan Kenzo.“Pak Kenzo, perhatian banget sama Ayana?” celetuk Arif.Di meja itu ada beberapa mahasiswi, tapi kenapa yang diperhatikan hanya Ayana? Bahkan Kenzo memanggil Ayana seperti sudah akrab, tidak ada kecanggungan sedikit pun.Kenzo bingung harus menjawab apa. Tadi ia reflek karena khawatir leher Ayana terekspose. Bagaimana pun angin tadi cukup kencang. Ia juga harus menjaga istrinya agar tidak kenapa-kenapa.“Perasaan kamu aja mungkin,” balas Kenzo enteng sambil menyembunyikan kegugupannya.Ayana yang dibicarakan tentu saja pura-pura tidak sedekat itu dengan Kenzo. Bergegas ia bangkit seraya berkata, “Ak

  • Menjadi Istri Pak Dosen   BAB 140

    Ayana dan ketiga temannya duduk di seberang Arif dan kawan-kawannya.“Halo, Pacarku …,” sapa Arif menggoda Ayana dengan suara rendah. Ia menatap Ayana yang tampak malu-malu.Seketika wajah Ayana memerah saat mendengar Arif mengakuinya sebagai pacar. Padahal ia ingat betul kalau mereka tidak pernah jadian.“Dia pacar kamu?” tanya Yoga tidak percaya. Matanya sempat membelalak saat mendengar Arif mengatakan Ayana adalah pacarnya.“Waktu ospek dia nembak aku. Iya kan, Ay?” balas Arif seraya menatap Ayana. Sudut bibirnya tampak sedikit terangkat tersenyum samar.Ayana hanya bisa membelalakkan matanya dan bibirnya sedikit mengangah mendengar ucapan Arif. Jantungnya berdegup kencang.‘Apa Kak Arif menyukaiku?’ gumam Ayana dalam hati. Mana berani dia menanyakannya langsung di depan orangnya. Mario mendengarkan perbincangan mereka sambil menatap Ayana dengan serius. Ia diam-diam membaca ekspresi wajah Ayana dalam diam.Mona, Yesi, dan Mery juga tampak terkejut mendengar ucapan Arif. Mereka ju

  • Menjadi Istri Pak Dosen   BAB 139

    “Enggak. Aku beneran sibuk. Hari Minggu aja gimana? Aku usahakan deh. Aku lihat jadwalku dulu,” balas Kenzo dengan santai.Biasanya Kenzo dan Ayana hanya bersantai di rumah saat hari Minggu. Mereka lebih memilih beres-beres rumah atau mengerjakan tugas daripada jalan-jalan di luar. Sudah bisa dipastikan semua tempat baik mal maupun tempat wisata penuh di hari Minggu. Karena itu ia akan pergi ke tempat gym bersama Adnan di hari itu. Meninggalkan Ayana dua atau tiga jam ia rasa tidak masalah.“Oke kalau gitu. Aku tunggu kabar secepatnya,” balas Adnan seraya beranjak bangkit lalu keluar dari ruangan Kenzo.Setelah Adnan keluar, Kenzo melirik jam di pergelangan tangannya. Karena sudah waktunya makan siang, ia pun bergegas pergi ke Universitas Gardenia. Ia lebih suka makan siang di sana karena menunya lebih beragam dan bisa melihat Ayana juga.*Sabrina masuk ke kantin dengan napas terengah-engah. Di sebuah meja, Lely sudah menunggunya sambil menyeruput es teh yang sangat menyegarkan tengg

  • Menjadi Istri Pak Dosen   BAB 137-138

    BAB 137Setelah menurunkan Ayana di Universitas Gardenia Malang, Kenzo melajukan mobilnya menuju Universitas Magnolia Malang. Ia ada jam mengajar jam pertama hingga jam ke empat di sana.Setelah turun dari mobil, Kenzo bergegas masuk ke dalam kelas karena ia sudah hampir terlambat. Ia sempat terkena macet dan beberapa lampu merah di tengah jalan.“Selamat pagi semua …,” sapa Kenzo seraya berjalan dengan sedikit cepat menuju meja yang ada di depan kelas. Tubuhnya berjalan dengan tegap sambil menggendong tas ransel di punggungnya. Kemeja berwarna hijau sage membungkus tubuhnya. Lengannya dilipat di bawah siku. Celana hitam membungkus kaki panjangnya.“Selamat pagi, Pak …,” sahut para mahasiswa yang ada di ruangan itu hampir serentak.Kenzo menurunkan tas ranselnya lalu mengeluarkan laptopnya. Semua mahasiswa menunggunya dengan sabar.“Ada yang beda nggak sih dengan Pak Kenzo?” celetuk Sabrina dengan berbisik pada Lely yang ada di sampingnya. Ia berbicara sambil menutupi mulutnya agar ti

  • Menjadi Istri Pak Dosen   BAB 136

    Kenzo tampak termenung sejenak. Kemudian ia berkata, “Coba aku lihat?” sambil menyingkap selimut.Ayana membelalakkan matanya. Kenzo benar-benar tidak tahu malu.“Mas Kenzo mau ngapain?” Seketika Ayana panik. Tangan Kenzo sudah memegang ujung daster midinya dan hendak menyingkapnya. Buru-buru Ayana duduk dan menahan tangan Kenzo. Rasa tertusuk jarum kembali menjalar di area pangkal pahanya.“Mau lihat. Apa terluka lagi? Padahal aku melakukannya lebih pelan dari waktu itu. Apa kamu mau cek ke dokter?” ujar Kenzo menawari. Ia juga kasihan pada Ayana kalau terus kesakitan. Apalagi Ayana masih muda. Usianya belum genap 19 tahun.Membayangkan dokter memeriksa bagian intim tubuhnya, seketika wajah Ayana memerah. Ia akan lebih malu kalau orang lain melihat barang miliknya, apalagi kalau dokternya laki-laki.“Nggak usah. Aku akan kuliah hari ini,” ujar Ayana akhirnya terpaksa masuk kuliah daripada harus diperiksakan ke dokter.Kenzo tersenyum dan membelai rambut Ayana. Kemudian ia beranjak ba

  • Menjadi Istri Pak Dosen   BAB 135

    Ayana bergegas mandi dengan benar agar cepat selesai. Ia ingin lanjut tidur lagi usai salat subuh nanti.Kenzo keluar rumah untuk berbelanja. Biasanya ia akan jalan kaki langsung menuju tukang sayur keliling yang biasanya berjualan di komplek perumahannya. Namun, kali ini ia tidak melakukan itu. Ia akan lari keliling komplek dua putaran terlebih dahulu baru berbelanja.Kenzo berlari ke arah tukang sayur lalu mengurangi kecepatan larinya ketika sudah dekat dengan tukang sayur. Orang-orang yang melihat, mengira Kenzo akan berbelanja seperti biasanya. Namun, saat sudah dekat, Kenzo hanya menyapa dengan tersenyum cerah.“Selamat pagi, Ibu … Ibu …,” sapa Kenzo.“Pagi …, Mas Kenzo …,” balas beberapa ibu-ibu yang sering berbelanja bareng bersama Kenzo.“Nggak belanja, Mas Kenzo?” celetuk Bu Heni.“Nanti saja, Bu. Saya mau lari dulu,” sahut Kenzo lalu melanjutkan larinya.Setelah lari komplek dua putaran, Kenzo kembali ke tukang sayur untuk berbelanja. Napasnya tampak ngos-ngosan usai berlari

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status