Happy reading....
"Woow! Sekarang kau menjadi Nyonya Fadli juga rupanya. Enak ya tinggal di sini, nggak usah kerja, hidup di biayai oleh Mas Fadli!" sindir Calista.Ternyata yang datang adalah Calista, wanita itu berjalan dengan tatapan sinis ke arah JihanmEntah kenapa semenjak Jihan menjadi istri kedua dan menjadi madunya, Calista merasa tak suka saat melihat adiknya. Padahal sebelum Jihan menjadi istri kedua Fadli, Calista begitu menyayangi wanita tersebut."Apa Kakak lupa siapa yang turut andil untuk menjadikan ku istri kedua mas Fadli? Kan kakak sendiri yang membuka gerbang dan mempersilahkan ku masuk," jawab Jihan sambil mencuci piring.Calista tidak terima dengan ucapan Jihan yang terkesan begitu lantang dan melawan dirinya, kemudian dia mencengkram lengan wanita itu menariknya dengan paksa."Jangan sok ya, kamu jadi perempuan! Kamu itu di sini hanya madu. Hanya alat untuk mencetak orang anak. Jadi jangan pernah sombong! Jangan pernah melawanku, paham!" gertak Calista dengan tatapan yang begitu tajam.Jihan mencoba melepaskan cengkraman Calista, tapi wanita itu mendorongnya. Membuat Jihan hanya menatap nanar perilaku sang Kakak."Kenapa sekarang kakak kasar sama aku?"Calista melengos, "hanya 1 permintaanku Jihan. Jangan merebut mas Fadli. Lahirkan anak, namun jangan berani merebutnya!"Jihan berjalan ke arah Calista. "Kakak tenang saja, aku tidak akan merebut mas Fadli. Tapi kalian juga harus menepati janji, di mana harus membiayai pengobatan ibu sampe sembuh."Calista mengangguk, kemudian dia menaruh obat di atas meja makan, membuat Jihan menatapnya dengan bingung."Ini apa, Kak?" tanya Jihan"Itu adalah obat penyubur. Minumlah! Supaya kau cepat mengandung," terang Calista.Setelah keperluannya selesai, Calista pergi dari sana. Dia ingin pergi ke kantor suaminya, Calista akan melakukan makan siang bersama Fadli.Se.entara Jihan hanya menatap nanar pada obat yang ada di tangannya. Dia menghembuskan nafasnya pelan, lalu mulai meminum obat tersebut."Aku berharap kamu cepat jadi, Nak. Agar aku bisa terlepas dari penderitaan ini," gumam Jihan sambil mengusap perut ratanya...Sore hari saat Jihan sudah selesai kuliah, dia memutuskan untuk pergi ke Rumah Sakit menengok keadaan sang ibu."Jihan!" teriak seseorang yang tak lain adalah Zahra, sahabatnya. "Lo mau pulang?""Iya Ra, tapi aku mau ke RS dulu buat jenguk ibu," jawab Jihan."Yasudah, bareng aja yuk! Aku juga mau kesana." ajak Zahra.Jihan mengangguk, lalu dia masuk kedalam mobil Zahra. Selama dalam perjalanan Jihan terus termenung, dia memikirkan kondisi ibunya dan kondisinya.Tak pernah Jihan sangka sebelumnya jika ia akan menjadi rahim pengganti untuk sang kakak. Hidupnya benar-benar berubah drastis."Kamu kenapa, Han?" tanya Zahra yang sedari tadi melihat Jihan melamun."E-eh, tidak papa kok Ra." bohong Jihan.Namun Zahra tau ada yang di sembunyikan eh sahabatnya. "Ada apa? Lo gak bisa bohong sama gue."Jihan tahu jika Zahra tak bisa di bohongi. Memang saat ini dia butuh teman curhat dan berbagi kesedihannya, kemudian dia duduk menghadap kearah Zahra."Ada satu hal yang ingin aku ungkapkan.""Apa itu?" tanya Zahra tak sabar.Tetapi Jihan malah diam, dia merasa ragu. Namun, ia tak tau lagi harus bercerita pada siapa. "Gue udah nikah sama Mas Fadli."CKIIITDUGH!"Awwwh!" ringis Jihan sambil mengusap dahinya."Apa! Nikah? Hahaha ... lo ini bercandanya kelewatan, sampe gue rem mendadak." Zahra terkekeh sambil kembali melajukan mobilnya.Jihan tau jika Zahra pasti tak akan percaya dengan ucapannya. "Aku tidak bercanda Ra," jawab Jihan dengan wajah sebnunya.Lagi-lagi Zahra mengerem mendadak, lalu dia menatap Jihan yang sedang menundukan kepalanya dengan wajah sedih."Maksud lo nikah sama Fadli? Itu bukannya nama kakak ipar lo, ya?" tanya Zahra penasaran, dan langsung di balas anggukan oleh Jihan."Iya, dia adalah kakak iparku.""What!" wajah Zahra terlihat kaget dengan tatapan membulat ke arah Jihan.BERSAMBUNG....Hari ini Fadli sudah di izinkan pulang oleh dokter, dan dia akan rawat jalan di rumah. Jihan sengaja menjemputnya bersama dengan Dixon."Boleh aku menggendongnya?" pinta Fadli saat berada di dalam mobil."Tentu saja. Tapi apa perut kamu sudah enakan? Nanti takutnya lukanya malah basah kembali karena tekanan yang cukup berat," khawatir Jihan."Tidak. Sudah lebih baik kok." Kemudian Jihan pun memberikan Dixon kepada Fadli dengan hati-hati.Pertama yang dilakukan Fadli adalah mencium seluruh wajah Dixon. Air matanya tidak bisa terbendung lagi, dia amat sangat bahagia karena akhirnya bisa memiliki seorang anak darah dagingnya sendiri.'Terima kasih ya Allah, Engkau sudah memberikanku seorang keturunan. Dia amat sangat tampan. Terima kasih juga telah memberikanku istri yang begitu sabar, semoga Engkau tidak memisahkanku dengan Jihan untuk kedua kalinya.' batin Fadli sambil menatap hangat ke arah putranya."Dia sangat tampan ya," ucap Fadli sambil melirik ke arah Jihan.Wanita itu menganggu
Haikal tersenyum melihat wajah Zahra yang terlihat begitu lucu di matanya. Kemudian dia membantu wanita itu untuk membereskan bekas acara tahlilan.'Jika dilihat-lihat, dia sangat cantik.' batin Haikal saat dia sedang membereskan botol Aqua di samping Zahra, dan diam-diam pria itu mengamati wajah cantik milik wanita tersebut. 'Ya ... walaupun sedikit barbar, tapi dia benar-benar wanita yang baik.'..Satu minggu telah berlalu, Jihan saat ini sedang ditelepon oleh Mama Kirana karena Fadli sudah siuman, dia pun segera bergegas ke rumah sakit.Sesampainya di sana, Jihan langsung memeluk tubuh Fadli. "Akhirnya kamu sadar juga Mas. Aku senang sekali," ucapnya dengan haru."Ini juga karena berkat doa kamu, sayang," jawab Fadli dengan lembut.Pipi Jihan merona malu saat Fadli tiba-tiba saja menyebutnya dengan kata sayang. Karena baru pertama kali pria itu berkata semanis dan seromantis itu kepada dirinya."Boleh kan, jika aku memanggil kamu dengan sebutan sayang?" ucap Fadli dengan tatapan
"Kami akan menceritakannya, tapi nanti. Sekarang kamu mandi lalu makan!" titah Mama Kirana.Akan tetapi, Nuha menolak. Dia tetap ngotot ingin mengetahui semuanya. Melihat kekeras kepalaan putrinya, mama Kirana menatap ke arah papa Zahid, meminta persetujuan suaminya. Akhirnya mau tidak mau, papa Zahid pun menganggukkan kepala."Calista sudah mencelakai kakakmu. Dia menusuk Fadli," ungkap mama Kirana.Nuha menggelengkan kepalanya, dia seakan tidak percaya dengan apa yang dikatakan oleh sang Mama. "Tidak. Tidak mungkin jika Kak Calista mencelakai Kak Fadli, Mah, Pah. Mama dan Papa kan tahu, bahwa Kak Calista itu sangat mencintai kak Fadil. Jadi tidak mungkin!" Nuha terus membantah.Baginya hal itu sangatlah mustahil, di mana seorang Istri yang sangat mencintai suaminya mencelakai begitu saja."Tapi itulah faktanya. Sebenarnya memang Calista tidak ingin mencelakai Fadli, tapi yang ia tuju adalah Jihan." Mama Kirana menatap ke arah menantu keduanya.Mendengar hal itu Nuha mengikuti tatapa
"Eekhm!" Zahra berdehem, membuat kedua orang itu seketika melepaskan pelukannya dan menatap ke arah pintu."Eh, kamu Ra. Ada apa?" tanya Haikal.'Dia bertanya dengan begitu entengnya. Ada apa? Sama sekali tidak merasa bersalah atau canggung dengan kehadiranku, begitu? Menyebalkan!' gerutu Zahra di dalam hati.Dia pikir Haikal akan merasa gugup atau gelisah saat melihat kedatangannya, tapi terlihat wajah pria itu datar saja tidak ada ekspresi rasa bersalah sedikitpun, dan itu semakin membuat Zahra merasa kesal.Dia menatap ke arah wanita cantik yang saat ini tengah berdiri di samping Haikal. "Ini ... aku mau anterin berkas untuk kamu tanda tangani." Wanita tersebut menaruh berkas di atas meja Haikal, kemudian dia menatap sinis ke arah wanita yang tak lain adalah Nuha."Hey, kamu! Kamu adalah mantannya Haikal, ya? Wow! Ternyata kamu tidak mempunyai satu mantan saja, Haikal, tapi ternyata banyak," sindir Zahra sambil tersenyum miring."Maksudmu?" Haikal melihat dengan tatapan memicing ke
Haikal mencoba untuk menetralkan sikapnya, kemudian dia menatap ke arah Zahra. "Lo kenapa?" tanyanya mengalihkan pembicaraan.Zahra yang tadinya sedang malu-malu seketika menjadi tegang saat mendengar pertanyaan Haikal. Dia bimbang, apakah harus mengatakan tentang pesan itu atau tidak kepada pria yang saat ini berada di hadapannya."Tidak apa- apa," bohong Zahra. Akan tetapi, Haikal tidak bisa dibohongi , sebab ia bisa melihat dari raut wajah Zahra yang dilanda kegugupan serta kecemasan."Jangan bohong! Udah yuk masuk dulu ke mobil!" ajaknya.Zahra pun menurut, hingga mereka memasuki mobil. Akan tetapi, wanita itu masih diam memikirkan siapa dalang dibalik pesan tersebut."Sekarang katakan! Ada apa?" Haikal lagi-lagi bertanya, karena entah kenapa melihat wajah Zahra yang seperti itu membuatnya tak tega.Wanita tersebut membuang nafasnya dengan kasar, kemudian dia mengeluarkan ponselnya dari dalam tas, mengutak-atik sebentar lalu memberikannya kepada Haikal."Bacalah!" titahnya.Haikal
"Begini ... apa kau mau terbebas dari, Sean?"Zahra menautkan kedua alisnya, "iya maulah. Tapi bagaimana caranya?""Begini ... karena kak Fadli masih berada di rumah sakit dan dia belum sadarkan diri, sementara aku yang menghandle perusahaan sampai dia sehat. Aku tidak mempunyai partner, jadi aku mau menawarkan mu untuk bekerja di perusahaan ku, membantuku dalam segala hal yang berhubungan dengan pekerjaan," tawar Haikal."Lalu, apa hubungannya dengan Sean?"Kemudian Haikal pun menjelaskan bahwa penawarannya ada hubungan dengan Sean, di mana pria itu akan menanamkan saham di perusahaan orang tua Zahra, dan sebagai imbalannya Zahra harus membantunya untuk bekerja sebagai sekretarisnya di kantor.Mendengar penjelasan dari Haikal, Zahra pun menimbangnya. Dia bingung apakah jawabannya harus ia atau tidak. Tapi Sean juga sudah memberi modal untuk perusahaan orang tuanya."Tenang saja. Tentang modal dari pria itu, biar dikembalikan saja. Jadi tidak usah merasa tidak enak. Daripada kau harus