Share

02. Kesucian Yang Terenggut

“Biba! Buruan keluar!” Suara Tomy, kakaknya Habiba memanggil dari luar sambil mengetuk pintu kamar mandi.

Mungkin mau setor, setiap pagi selalu begitu.

“Biba, cepetan! Makan sudah siap! Ayo makan!” seru Tomy lagi.

Oh… ternyata Kakaknya tidak sedang ingin setor, melainkan mengajak makan.

Setiap hari Tomy selalu memasak untuk anggota keluarga di rumah. Profesinya yang bekerja sebagai buruh di pabrik dengan upah harian tidak membuatnya terlihat jengah. Dia pekerja keras.

Sebelum berangkat kerja, dia melakukan rutinitas keseharian di rumah. Memasak, mencuci baju dan beres- beres rumah. Dia sadar bahwa lelaki adalah tulang punggung keluarga setelah ayahnya tiada.

Habiba keluar mengenakan kimono. Rambutnya basah. Melengos melewati dapur yang menyatu dengan ruang makan. Ia harus melewati dapur untuk sampai ke kamar saat keluar dari kamar mandi.

Tomy langsung menarik kursi dan membimbing Fatona, wanita paruh baya yang baru saja keluar kamar.

Wanita itu duduk di kursi sambil terbatuk. Syal di leher menandakan ia dalam kondisi tidak baik-baik saja. Di usianya yang senja, fisiknya tampak semakin rapuh. Tubuhnya kurus kering. Wajahnya memucat.

Sebenarnya ia sudah cukup lama sakit, entah sakit apa. Ia tidak pernah periksa ke dokter.

Keuangan menjadi kendala. Dari pada untuk berobat, lebih baik uang digunakan untuk biaya sekolah Habiba yang sampai detik ini masih duduk di bangku kuliah.

Inilah pengorbanan seorang ibu, yang lebih rela anaknya bahagia dari pada memikirkan dirinya sendiri.

Beberapa hari terakhir, kondisi kesehatannya menurun drastis, hingga ia memilih untuk istirahat di rumah meski tanpa mengabaikan tanggung jawabnya sebagai asisten rumah tangga. Dia meminta Habiba menggantikannya selagi ia sedang sakit.

Fatona tersenyum menatap hasil masakah sulungnya.

Ada telur dadar, sambal terasi, rebusan daun ubi dan satu ekor ikan goreng.

“Syukurlah. Ini pasti enak sekali.” Fatona menatap Tomy dengan wajah gembira.

"Ayo dimakan, Bu!" Tomy mengambilkan nasi dan lauk untuk ibunya.

Habiba menyusul duduk di salah satu kursi. Selera makannya hilang meski melihat menu makanan yang sedikit lebih enak dari biasanya.

Tidak ada yang boleh tahu bahwa kesuciannya telah direnggut. Memalukan. Bila perlu peristiwa itu terkubur oleh waktu tanpa seorang pun tahu.

Habiba malu, juga merasa jadi manusia paling menyedihkan jika sampai ketahuan.

Dengan tanpa semangat, Habiba menyantap nasi meski dengan leher yang rasanya mencekik saat menelan.

"Biba, kok nasinya diaduk-aduk terus? Ayo makan, nanti kalau dingin pasti tidak enak," celetuk Tomy menyemangati. "Lauknya tidak enak ya?"

Habiba menggeleng kecil.

"Kenapa mukamu pucat begitu? Matamu juga bengkak? Kamu sedang tidak sehat?" Fatona cemas.

"Oh eh, ini... Tidak apa-apa, Bu. Cuma kebanyakan tidur tadi malam." Habiba menepuk-nepuk mata dan wajahnya.

"Jangan-jangan kamu sakit. Tidak usah kuliah kalau sakit. Istirahat saja dulu di rumah. Kesehatan itu nomer satu." Tomy mengingatkan, penuh perhatian.

Dialah malaikat penjaga Habiba. Dia mencari nafkah, membeli obat untuk ibunya, juga untuk biaya kuliah Habiba. Sedikit pun Tomy tidak memikirkan kepentingan dirinya sendiri, entah itu menabung untuk biaya pernikahannya kelak, atau apa pun itu.

"Aku baik-baik saja. Aku duluan." Habiba meneguk air mineral, melangkah pergi meninggalkan meja makan.

"Loh, tumben. Itu nasimu belum habis, kenapa ditinggal?" Tomy menatap piring yang masih menyisakan nasi.

Habiba sampai lupa membawa piring kotor ke westafel dan mencucinya. Dia langsung meninggalkan piring bekas makan begitu saja.

Langkah cepat membawa Habiba menginjak halaman rumah.

***

“Arrgkh…!” Husein mengerang merasakan kepalanya yang sakit. Berat sekali rasanya. Jam dinding sudah menunjuk angka enam. Sudah pagi. Ia baru saja terjaga dari tidur, tubuhnya pun masih terbungkus selimut. Bertelanjang dada.

Apa yang terjadi dengannya? Akalnya seperti hilang, entah berapa lama. Tubuhnya pegal-pegal. Ia merentangkan tangan, menggeliat. Meregangkan otot.

Beberapa detik ia terduduk untuk mengembalikan ingatan sambil menggelengkan kepala.

Oh ya, ia ingat. Kemarin, setelah meeting di kantor, ia buru-buru ke rumah Bily karena ada ssuatu yang ingin dia bicarakan dengan sahabatnya itu. Namun ia justru dikejutkan dengan momen mencengangkan yang membuat dunianya terasa runtuh seketika. Ia justru memergoki Bily tengah bercumbu, oh bukan hanya bercumbu, namun melakukan perbuatan keji dengan Agatha, tak lain gadis yang sudah empat tahun mendampingi Husein sebagai kekasih.

Seperti biasa, tanpa perlu permisi, Husein membuka pintu kamar Bily setelah memanggil-manggil namun tidak mendapat tanggapan. Rumah Bily sudah seperti rumah sendiri baginya, keluar masuk tanpa harus permisi.

Di ranjang besar itu, Husein menyaksikan Bily menggerakkan badan di atas badan Agatha, keduanya tanpa busana.

Semenjak itu, pecahlah pertengkaran hebat. Persahabatan mereka berakhir. Hubungan asmara antara Husein dan Agatha pun kandas.

Husein melampiaskan emosi dengan meneguk minuman beralkohol, ia ditemani oleh Amir waktu itu. hanya saja, Amir tidak sampai mabuk. Setelah itu…. Bayangan wajah seorang gadis asing muncul. Tapi siapa dia?

Ah, mungkin itu hanya mimpi.

Husein kembali menggelengkan kepala. Rasanya masih berat. Ia menyibakkan selimut hendak turun dari ranjang. Namun ia dikejutkan oleh pemandangan baru.

Hei, kenapa ia tidur tanpa celana? Maksudnya, hanya mengenakan celana dalam saja? Tak pernah sebelumnya ia tidur hanya mengenakan celana itu saja. Biasanya selalu mengenakan pakaian lengkap. Apa yang terjadi padanya? Apakah hubungan terlarang yang sempat dia nikmati malam tadi itu nyata?

Ya, antara sadar dan tidak, ingatannya samar masih bisa menangkap momen kenikmatan itu. entahlah…

Tak mau berpikir terlalu panjang, Husein segera mengenakan celana pendek yang teronggok di lantai. Kamarnya benar-benar seperti kapal pecah. Pakaiannya pun berserakan di lantai.

Mendadak kepalanya pusing melihat kamarnya yang kacau seperti ini. Dia paling benci dengan sesuatu yang berserakan.

Husein meraih ponsel dan menelepon Inez, adiknya.

“Suruh pembantu membereskan kamarku!” pinta Husein via telepon.

“Baik, Mas. Nanti aku suruh pembantu ke kamar Mas.” Suara lembut Inez menyahuti di seberang.

Husein melempar ponsel kembali ke kasur.

Komen (5)
goodnovel comment avatar
Sundari Kanya
penggambaran orang mabuk karena alkoholnya kurang pas.Semabuk2nya karena alkohol masih akan ingat yang terjadi. Next bisa survey atau pendalaman dulu kak untuk aksi-aksi para tokoh.Semangat!!!
goodnovel comment avatar
Renita gunawan
seorang ibu selalu mengutamakan kepentingan anaknya daripada dirinya sendiri
goodnovel comment avatar
Renita gunawan
duuh,husein.masa sih kamu melupakan habiba yang telah dirimu unboxing
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status