Share

2. Meninggalkan Rumah Keluarga Hayes

Amelie membenamkan wajah pada kedua lutut di tempat yang sama saat ia jatuh tersungkur akibat ulah kejam Theresia. Sementara para pekerja lain masih mengelilinginya dan terus memberi semangat pada gadis malang tersebut.

"Amelie, aku minta maaf. Ini semua salahku. Kalau saja aku tidak menyarankanmu untuk ..." Katie yang tertunduk dan enggan menatap mata Amelie tidak sanggup melanjutkan kalimatnya.

"Kau tidak perlu merasa bersalah untuk itu, Katie."

Mendengar jawaban Amelie, Katie pun menatap wajah Amelie sebentar, lalu kembali menunduk. Perasaan bersalahnya kepada Amelie begitu besar. Katie berpikir petaka yang menimpa Amelie hari ini merupakan akibat dari sarannya agar Amelie memberi tahu kepada Jonathan perihal kehamilannya.

"Karena cepat atau lambat, Jonathan harus mengetahui kehamilanku."

"Lalu, apa yang akan kau lakukan setelah ini? Apakah kau akan menuruti keinginan Nyonya Theresia untuk menggugurkan kandunganmu?" tanya Katie dengan penuh kehati-hatian.

"Tentu saja tidak." Amelie menjawab dengan yakin, dan berhasil membuat semua mata tertuju padanya. "Aku akan menjaga bayiku dan merawatnya agar dia tumbuh dengan baik." tangan Amelie mengusap lembut perutnya dan tersenyum simpul, walau dia mengerti, konsekuensi atas pilihanya untuk mempertahankan kandungan, merawat dan membesarkan anak seorang diri bukanlah hal yang mudah.

"Apakah itu artinya ..." kembali Katie berucap dan menatap Amelie dengan tatapan nanar, seolah sudh mengetahui apa jawaban yang akan ia dengar dari bibir sahabatnya.

"Benar. Aku akan segera meninggalkan rumah ini demi mempertahankan bayiku."

Katie mendesah dan menepuk dahinya dengan perasaan kacau. Akankah hari-harinya bekerja di rumah Keluarga Hayes akan sama, seperti saat dia dan Amelie bekerja bersama.

"Apa tidak sebaiknya-" Katie yang merasa frustasi langsung mengatupkan bibirnya untuk mengurungkan niatnya memberi saran kepada Amelie. Bagaimana jika sarannya akan berakibat fatal seperti yang baru saja terjadi?

"Ada yang ingin kau katakan, Katie? Katakan saja." ucap Amelie sembari menatap wajah semua orang yang mengelilinginya satu per satu.

"Aku tidak yakin untuk mengatakan ini. Tapi aku akan kembali memberi saran jika kau ingin mendengarnya." jawab Katie dengan rasa bersalah dan keraguan yang masih bergelayut di dalam dada.

Irene yang mengelus pelan punggung anaknya mengangguk, diikuti oleh semua orang yang ada disana, tak terkecuali Amelie.

"Akan ada dua kemungkinan yang dapat terjadi. Yang pertama, Tuan Muda akan berusaha merayu Nyonya besar untuk berlapang dada menerima bahwa saat ini kau sedang mengandung cucunya. Dan kemungkinan ke dua yang dapat terjadi, nenek sihir itu akan tetap marah besar dan mencacimu, menyalahkanmu, bahkan merendahkanmu. Kau sendiri tau, dia wanita yang begitu angkuh yang memperlakukan kita dengan sangat buruk jika sesuatu terjadi tidak seperti yang dia harapkan." semua yang ada di ruangan tersebut menganggukkan kepala. Membenarkan apa yang Katie ucapkan.

"Lalu, apa yang harus aku lakukan?" tanya Amelie kepada Katie.

"Kamu hanya perlu sembunyi saat ini, Amelie. Kami akan mengabarimu begitu salah satu dari kemungkinan yang aku sebutkan tadi sudah terjadi. Aku akan memintamu kembali jika Theresia bisa menerima kehadiran cucunya yang saat ini kau kandung, atau memintamu tetap bersembunyi jika kemungkinan buruk itu terjadi." tutup Katie sembari menoleh ke arah Robert dan Irene.

Semua kepala mengangguk menyetujui saran Katie. Meski kesemuanya tau, kemungkinan ke dua adalah yang paling mungkin untuk terjadi.

"Aku tau kalau hal seperti ini pasti terjadi." gumam Robert sembari bersandar pada dinding dengan satu tangannya.

Saat pertama kali Robert menyadari hubungan Amelie dan Jonathan begitu akrab, pria itu sudah memperingatkan berkali-kali pada putrinya, agar menjaga jarak dengan pemuda itu. Robert tahu pasti bagaimana watak majikan perempuannya.

Theresia Hayes adalah sosialita yang namanya cukup tersohor di wilayah Auckland. Memiliki sifat yang angkuh dan arogan. Rasanya sangat mustahil jika wanita itu mau menerima Amelie di tengah keluargan Hayes. Terlebih, Amelie hanyalah seorang pembantu. Dengan sikapnya yang arogan, tidak menutup kemungkinan Theresia akan berbuat tega kepada Amelie untuk memaksa gadis itu menggugurkan kandungannya.

Hati ayah mana yang tidak hancur melihat putri yang ia sayangi sedang dihadapkan dengan situasi yang sulit? Seandainya tau akan seperti ini, Robert akan dengan keras melarang putrinya untuk tidak menjalin keakraban dengan pemuda itu, sekalipun harus memperingatkan gadis itu dengan pukulan demi membuatnya jera. Tapi semua itu sudah terlambat.

"Sayang, tenangkan dirimu." suara lembut Irene berhasil membuat Robert berhenti mengeluh.

"Dengan senang hati, aku menerima saran darimu, Katie." ucap Amelie yakin sembari bangkit dari posisi duduknya.

"Kamu bisa tinggal di rumah orang tuaku, Amelie. Letaknya tidak jauh dari Westfield Newmarket. Aku akan memberimu alamatnya." Katie mengeluarkan alat tulis yang selalu dia simpan di dalam saku apron miliknya. Alat itu seperti jimat keselamatan bagi Katie. Untuk melindunginya dari cecaran Theresia yang akan memakinya jika dia lupa melakukan suatu perintah yang wanita itu berikan.

Gadis itu mengulurkan secarik kertas yang berisikan alamat rumah orang tuanya kepada Amelie.

"Terimakasih, Katie. Aku akan pergi sore ini juga." jawab Amelie memastikan waktu kepergiannya agar tidak mengundang curiga pemilik rumah.

"Jangan takut, kami akan merahasiakan keberadaanmu dari seluruh anggota keluarga Hayes." ucap Janne yang sedari tadi diam menyimak percakapan Amelie dan Katie.

"Pergilah, Anakku. Ibu tau, itu adalah keputusan yang tepat demi kebaikanmu dan bayi di dalam kandunganmu." Irene merengkuh tubuh putrinya ke dalam pelukan.

Amelie memejamkan mata, sesaat gadis itu menghirup bau tubuh ibunya yang menenangkan untuk memenuhi paru-parunya. Karena firasatnya berkata; sebentar lagi, dia akan tinggal berjauhan dari Irene dan Robert, dua manusia yang telah membawanya terlahir di dunia.

Amelie melepas pelukannya, lalu berkata; "Baik. Aku akan segera pergi dari sini."

Semua yang ada di dalam ruangan kecil itu mengangguk sembari tersenyum. Bagi mereka, keputusan meminta Amelie pergi dari kediaman keluarga Hayes adalah pilihan yang sangat tepat.

"Benar apa yang kau katakan, Amelie. Malam adalah waktu yang tepat untuk kau pergi. Aku akan menelepon Ibuku untuk mengabarinya, kalau kau akan menginap disana untuk beberapa hari." Katie memeluk Amelie dan mengecup kedua pipi sahabatnya secara bergantian, dari kanan ke kiri.

"Jaga dirimu baik-baik, Sayang. Ibu dan Ayah akan selalu merindukanmu." pinta Irene sembari menggenggam kedua tangan Amelie dan menatap lekat kedua matanya. Gadis itu hanya mengangguk sembari terus memaksa kedua sudit bibirnya tetap terangkat.

"Jaga cucuku baik-baik, Amelie. Pastikan dia terlahir dengan sehat." Robert turut menimpali yang seketika membuat Amelie menoleh cepat.

Senyum lebar terukir di wajah Amelie. Gadis itu menyeka air mata haru yang mendesak di pelupuk mata. Amelie menghambur memeluk Robert yang bertubuh sedikit tambun.

Robert membelai rambut putrinya dan mengecup kening gadis yang amat ia cintai setelah Irene.

Senyum Amelie kian merekah saat mendengar Robert menyebut janin di dalam kandungannya dengan sebutan 'cucuku'. Itu artinya, akan ada manusia lain yang menyayangi anak dalam kandungannya selain dirinya sendiri.

Secercah harapan dan semangat perlahan menerobos hati Amelie yang sempat gelap gulita. Kini, ia semakin yakin dan bersemangat dalam menjaga anak dalam kandungannya.

"Katakan padanya, Amelie. Neneknya sudah rindu menantikan kelahirannya." timpal Irene sembari berhambur memeluk ayah dan anak yang masih berpelukan. Ketiganya larut dalam isakkan tangis.

Ketie dan yang lain masih berdiri terpaku, menatap penuh haru apa yang saat ini dia saksikan. Tak terasa Katie pun ikut menangis.

***

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status