Share

Menjadi Istri setelah 5 Tahun Terpisah
Menjadi Istri setelah 5 Tahun Terpisah
Penulis: Yeny Yuliana

1. Dua Garis Merah

"Ibu, ada yang ingin aku katakan " ucap seorang pria sembari berjalan mendekati wanita paruh baya yang sedang asyik membaca majalah fashion favoritnya didampingi secangkir kopi.

"Apa yang ingin kau katakan, Putraku?"

Bukan menjawab, tetapi Jonathan memperlihatkan kepada Theresia sebuah alat test kehamilan yang menampilkan dua baris merah. Seketika Theresia mengernyit.

"Alat tes kehamilan? Apa kau sudah menghamili seorang gadis?" tanya Theresia sembari mengambil test pack dari tangan Jonathan.

Theresia menatap benda itu dan Jonathan secara bergantian.

"Benar, Bu. Aku sudah menghamili Amelie."

Plak!

Sebuah tamparan mendarat di pipi Jonathan. Membuat satu tangannya memegangi pipi karena rasa perih yang terasa. Firasatnya berkata, hal buruk akan segera terjadi.

"Dari awal aku sudah curiga, Jonathan! Bukankah selama ini aku selalu memintamu untuk tidak bergaul dengan gadis pembantu itu?!"

"Ibu, aku begitu mencintainya. Tidak bisakah Ibu memberi Amelie kesempatan untuk kami membina rumah tangga?" pinta Jonathan yang berbalas delikan tajam Theresia.

Tanpa berucap sepatah kata, Theresia berjalan ke kamar pembantu untuk mencari keberadaan Amelie.

Theresia mengedarkan pandangan begitu tiba di koridor kamar pembantu. Dengan cepat wanita itu menemukan gadis yang ia cari sedang bergurau dengan Katie dan pelayan yang lain.

"Dasar gadis jalang!" pekiknya sembari menarik kasar rambut Amelie.

Amelie meringis kesakitan, berusaha membebaskan rambutnya dari cengkraman Theresia. Namun, bukan semakin meregang, justru Theresia semakin kuat dan brutal menarik rambut Amelie.

"Hentikan, Nyonya! Itu sangat menyakitkan," seru Amelie dengan tetap berusaha terdengar menghormati sang nyonya besar itu.

"Kau pikir, aku akan menuruti kemauanmu? Apa yang kau lakukan sampai putra kesayanganku bertekuk lutut padamu?" ucap Theresia sembari mendekatkan wajahnya pada wajah Amelie. Gadis itu ketakutan dan mulai menunduk. Air mata Amelie mulai berjatuhan.

Sementara pekerja lain tidak ada yang berani melerai Theresia. Mereka hanya menonton penindasan yang Theresia lakukan terhadap Amelie.

"Jangan anggap aku wanita bodoh, Amelie! Aku tau saat ini kau sedang mengandung anak Jonathan!" jerit Theresia sembari menampar keras wajah Amelie, hingga membuat gadis itu tersungkur.

Robert dan Irene yang mengetahui kejadian tersebut segera berlari menghampiri Amelie.

"Amelie, apa yang sebenarnya terjadi?" tanya Irene dan Robert hampir bersamaan.

"Asal kalian tau! Anak gadismu yang terlihat lugu ini sangat jauh dari penilaian orang-orang tantangnya!" ucap Theresia bersungut-sungut dengan kedua tangan terlipat di depan dada.

"Jonathan berkata padaku, bahwa dia sudah menghamili anak kalian. Tetapi aku tidak begitu saja percaya," ucap Theresia sembari mengibaskan tangan diudara, sebelum akhirnya ia menambahkan;"bisa saja Amelie hamil dengan pria lain, dan mengaku jika janin yang dikandungnya adalah anak Jonathan."

"Nyonya, tolong jaga ucapan Anda!" hardik Robert saat mendengar anak gadisnya direndahkan. Sementara itu, Irene terus mengelus punggung Amelie yang bergetar karena tangis yang tergugu.

"Kenapa? Bisa saja kan? Tampan dan kaya. Siapa gadis yang tidak menginginkan Jonathan? Tetapi anakmu, malah memanfaatkan kehamilanya untuk mengikat Jonathan."

"Nyonya, saya yakin sepenuhnya bahwa bayi di dalam kandungan saya adalah anak Jonathan." ucap Amelie disela isakan tangis sembari memegangi perut, tempat dimana buah cintanya dengan Jonathan tumbuh.

"Omong kosong! Gugurkan kandunganmu, atau jangan pernah lagi menginjakkan kakimu di rumah ini!" ancam Theresia sebelum akhirnya pergi meninggalkan Amelie yang malang.

Semua pekerja yang tadi menonton peristiwa itu dari kejauhan berhambur mendekati tiga orang yang masih terduduk di atas lantai. Masing-masing dari mereka mengucapkan kalimat untuk menguatkan Amelie. Amelie memaksa diri untuk tersenyum demi menghargai usaha mereka. Sangat mudah ditebak, dibalik senyuman Amelie, terdapat luka menganga yang sangat perih. Mereka tidak sanggup membayangkan seperti apa jadinya seandainya mereka yang berada di posisi Amelie saat ini.

Sementara itu, Jonathan masih duduk di sofa ruang tamu dengan raut gelisah. Pria itu merutukki dirinya yang tidak bisa memenuhi apa yang telah dia ucapkan pada Amelie.

Satu hari sebelumnya ...

Jonathan menatap Amelie yang sedang menyapa bunga mawar beraneka warna dari kejauhan. Dari senandung yang lolos dari gadis itu, dapat terlihat bagaimana gadis itu merasa senang dan bangga semua mawar yang ia pelihara tumbuh dengan baik.

Jonathan berjalan mendekati Amelie yang masih bersenandung dan membelai mawar yang mekar dengan sempurna.

"Bunga-bunga itu memang cantik. Tapi kecantikannya tidak dapat mengalahkan kecantikan wajahmu, Amelie."

Amelie menoleh cepat ke arah Jonathan. Gadis itu tersipu. Rona merah menghiasi kedua pipinya. Jonathan tersenyum melihat ekspresi Amelie yang begitu alami. Gadis lembut yang selama dua tahun terakhir menjadi kekasihnya tanpa sepengetahuan Edmund dan Theresia.

Sepasang sejoli itu menjalin hubungan tanpa sepengetahuan orang tua Jonathan. Baik Amelie, Jonathan, ataupun pekerja lain yang bekerja pada keluarga Jonathan sama-sama saling mengerti, perbedaan status sosial keduanya sangat jauh. Sudah pasti Theresia si wanita angkuh itu akan menolak hubungan keduanya. Karena itu, keduanya sepakat untuk bersikap tidak lebih seperti umumnya pembantu dan majikan di depan Tuan dan Nyonya Hayes.

"Jo? Sejak kapan kau berdiri disitu?"

Jonathan menarik siku dan melirik jam tangan miliknya sebelum berucap;"Entah, sudah berapa lama aku berdiri di sini. Yang aku tau, waktu saat bersamamu terasa begitu singkat."

Jonathan yang mendapat pukulan pelan di dada bidangnya meringis berpura-pura kesakitan. Pukulan Amelie sama sekali tidak sakit.

"Berhenti menggodaku, Jo!" jawab Amelie sembari mengerutkan bibirnya yang menurut Jonathan ekspresi wajah itu sangat manis.

"Jo, ada hal penting yang ingin aku bicarakan denganmu." ucap Amelie tanpa basa-basi.

Melihat raut Amelie yang berubah sedih, Jonathan berpikir bahwa apa yang akan disampaikan gadis itu bukanlah berita baik.

"Katakan saja, Sayang." Jonathan mengusap lembut kepala gadis yang saat ini menunduk takut sambil meremas rok yang ia kenakan.

Semburat kecemasan yang terpancar di wajah gadis itu semakin membuat Jonathan penasaran. Kedua alis tebal Jonathan pun bertaut.

"Sayang, katakan jika memang ada yang perlu untuk dikatakan. Jangan menyimpan perasaanmu sendiri," Jonathan menunduk, menyamai tinggi Amelie sembari memegang dagu gadis itu.

"A-aku hamil, Jo." jawab Amelie dengan suara parau. Bulir air mata mulai berjatuhan. Gadis itu menyerahkan alat tes kehamilan yang menampakkan dua garis merah berjejer rukun dengan tangan gemetar.

Jonathan menggamit benda itu dengan alis bertaut. Ia masih tidak menyangka. Dia akan segera menjadi ayah sebentar lagi. Pria itu merasa dilema. Ada perasaan bahagia, ada juga rasa gelisah. Akankah kehamilan Amelie bisa melunakkan hati Theresia untuk memberi restu atas hubungan keduanya?

"Amelie, kau tidak perlu menangis. Seharusnya kau berbahagia karena kini didalam kandunganmu telah hadir buah cinta kita." Jonathan tersenyum sembari mengusap bulir kristal yang terus saja berjatuhan di pipi Amelie. Berusaha menenangkan badai kesedihan yang melanda hati kekasihnya.

Gadis itu hanya mengangguk pelan. Dia tidak yakin kehamilannya akan menjadi kabar bahagia untuk keluarga Hayes. Kemungkinan buruk atas respon nyonya besar pemilik rumah tempat dia dan kedua orang tuanya mengabdi sebagai pembantu itu mulai menghantui pikirannya.

"Percayalah, Amelie. Semua akan baik-baik saja. Akan ku bujuk orang tuaku agar bisa menerimamu dan anak kita." pria itu mengusap perut Amelie dan mendaratkan sebuah kecupan di kening gadis itu setelahnya.

Jonathan kembali mengacak rambut hitamnya dengan frustasi. Bayangan wajah polos Amelie seolah mengiris hatinya.

Apa yang sudah ia lakukan? Memberi harapan kepada gadis itu yang nampaknya hanya menjadi isapan jempol belaka.

***

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status