Short
Menjadi Korban Manipulasi Kekasih Kakakku

Menjadi Korban Manipulasi Kekasih Kakakku

Oleh:  BowietaTamat
Bahasa: Bahasa_indonesia
goodnovel4goodnovel
7Bab
33Dibaca
Baca
Tambahkan

Share:  

Lapor
Ringkasan
Katalog
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi

Wanita yang disukai kakakku memfitnahku merundungnya. Kakak yang selama ini hidup saling bergantung denganku pun marah, mengirimku ke sekolah perempuan untuk memperbaiki moralku. Sejak itu, aku menjadi adik yang dia harapkan. Penurut, tidak iri, tidak menuntut apa pun. Namun, setelah melihat laporan medis tentangku, dia mendadak kehilangan kendali. "Nadia, kumohon, panggil aku 'Kakak' sekali lagi!"

Lihat lebih banyak

Bab 1

Bab 1

Hari aku pulang, turun hujan deras. Kakak tidak datang menjemputku.

"Merry nggak enak badan, kamu pulang sendiri saja." Di telepon, suaranya dingin dan tanpa perasaan.

Aku diam-diam membereskan barang-barang, lalu berjalan pulang. Padahal aku hanya dikurung di sekolah selama setahun, tetapi aku malah lupa jalan pulang.

Hari itu ketika kakak mengantarku pergi, waktu di jalan terasa begitu singkat. Singkat sampai aku tak sempat menjelaskan kepadanya bahwa bukan aku yang mendorong Merry jatuh dari tangga. Singkat sampai aku tak sempat meredakan amarah Kakak, sebelum akhirnya dia mendorongku masuk ke kurungan gelap tanpa siang malam itu.

Meskipun aku sudah berjalan lama di bawah hujan dan pakaianku basah kuyup, aku tetap tidak bisa sampai rumah. Mungkin, aku memang sudah tidak punya rumah lagi.

Ayah dan Ibu meninggal terlalu dini, aku dan kakak saling bergantung untuk hidup. Namun sekarang, demi Merry, Kakak tidak menginginkanku lagi.

Selama lebih dari setahun, dia sama sekali tidak menjengukku. Pernah suatu kali aku sakit parah dan sangat ingin pulang, sangat rindu Kakak. Namun, ketika aku meneleponnya, sebelum aku selesai berbicara, dia sudah menutup telepon.

"Jangan bertingkah sok menyedihkan di depanku." Itu adalah ucapannya saat itu.

Kakak meninggalkanku. Aku benar-benar tidak bisa menemukan jalan pulang.

....

"Kamu buat masalah apa lagi? Sudah setahun di dalam sana, ternyata masih manja begini?" Kakak buru-buru masuk ke kantor polisi. Melihatku yang basah kuyup, alisnya mengerut, lalu dia memarahi tanpa ampun.

"Hari ini Merry sakit, makanya aku nggak menjemputmu. Kamu ini sudah besar, masa masih nggak bisa pulang sendiri? Harus buat drama begini juga? Masih berharap aku akan terus menurutimu?"

"Maaf, Kak. Aku nggak sengaja, aku sungguh lupa jalan pulang." Kakiku gemetar. Begitu mendengar nada marahnya, tubuhku langsung bereaksi dengan rasa takut. Badanku yang sudah menggigil, kini terasa semakin membeku.

Melihat Kakak terdiam dengan wajah tak bersahabat, aku langsung berlutut. "Ini salahku, salahku .... Kak, maafkan aku, jangan ... jangan kirim aku kembali ke sana. Aku pasti akan menurut, Kak."

Para polisi sampai kebingungan. Mereka buru-buru menolongku berdiri sambil menasihati Kakak dengan lembut, "Bawa pulang saja, jangan mempermalukan diri di sini."

Dengan ekspresi tegang, Kakak berbalik, lalu berjalan pergi. Aku terus mengikutinya dari belakang, selangkah pun tak berani jauh.

Sebelum naik mobil, aku dengan hati-hati menaruh pakaianku di kursi untuk alas duduk.

"Kamu ngapain?" Kakak mengerutkan kening menatapku.

Aku menunduk, suaraku lirih. "Pakaianku basah, aku takut mengotori mobil Kakak."

Kerutan di dahinya semakin dalam. Aku tahu dia tidak senang, jadi aku menunduk lebih rendah lagi.

Setelah waktu yang cukup lama, baru terdengar suara tidak sabarnya. "Masuk mobil!"

....

Apa aku sudah terlalu lama tidak pulang? Rumah tempat aku dan Kakak tinggal selama belasan tahun, kini terasa begitu asing.

Foto aku dan Kakak yang dulu tergantung di ruang tamu sudah menghilang, berganti foto Kakak bersama Merry.

Sofa krem yang dulu kupesan khusus bersama Kakak sudah tidak ada, berubah menjadi sofa warna merah muda yang tidak kusukai. Kamarku pun berubah total, semua barang milikku lenyap, setiap sudut dipenuhi aroma orang lain.

"Nadia sudah pulang?" Merry keluar dari kamar Kakak, senyuman manis terukir di wajahnya.

"Kamu nggak di rumah, jadi aku ajak Merry tinggal di sini. Kakinya sakit gara-gara dulu kamu dorong dia sampai jatuh, jadi kamu harus lebih pengertian. Aku sudah suruh orang beresin kamar kecil di loteng, mulai sekarang kamu tinggal di atas."

Kakak berjalan mendekat, merangkul tangan Merry. Aku menatap ke arah kamar gelap di lantai atas. Dulu tempat itu hanya untuk menyimpan barang-barang. Tidak apa-apa ... setidaknya masih ada tempat untuk tidur.

Di sekolah dulu, delapan orang harus berdesakan dalam asrama kecil tanpa ventilasi. Saat cuaca panas, aku sering terbangun di tengah malam. Tubuhku pun basah seakan-akan baru saja diangkat dari air. Rasa sesak itu seperti ada batu besar yang menekan dadaku.

Namun, itu masih belum seberapa. Yang paling menakutkan adalah suatu malam tak lama setelah aku baru masuk sekolah.

Dalam keadaan setengah tidur, aku merasakan ada tangan yang merabaku. Aku sontak membuka mata, lalu mendapati sepasang mata penuh nafsu.

Aku berteriak kencang, tetapi mulutku dibekap erat. Aku tak bisa bersuara dan hanya bisa berjuang mati-matian. Aku jelas melihat teman sekamarku membuka mata. Mereka menyaksikan semuanya, tetapi tidak seorang pun yang maju menghentikannya.

Sejak saat itu, aku tidak pernah tidur nyenyak lagi di sana. Dibandingkan itu, tempat ini bersih dan rapi. Meskipun kecil, bagiku sudah cukup baik bisa punya tempat untuk bernaung.

"Nadia, aku mengambil kamarmu. Kamu nggak keberatan, 'kan?" Merry tersenyum munafik. Aku tahu itu adalah provokasinya padaku.

Dulu dengan sifat asliku, menghadapi perempuan munafik semacam ini, aku selalu lebih suka menggunakan tangan daripada kata-kata.

Aku dan Merry memang tidak akur sejak pertama bertemu. Aku benci wanita yang penuh kepura-puraan seperti Merry, tetapi dia selalu saja menggangguku.

Di pesta perpisahan sekolah, dia sengaja jatuh dari tangga di depan mataku. Saat orang-orang berlari menghampiri, menyaksikan adegan itu, mendengar tangisan dan tuduhan memilukan dari Merry, semuanya langsung percaya aku adalah gadis jahat yang menindas teman.

Aku nggak akan pernah lupa tatapan kakak waktu itu. Dia menggendong Merry dalam pelukannya, lalu memandangku dengan tatapan penuh kekecewaan, kemarahan, dan rasa jijik. "Kamu benar-benar membuatku kecewa. Aku nggak punya adik sepertimu."

Namun, aku sungguh tidak mendorongnya.

Hari itu, aku menunggu Kakak pulang di rumah sangat lama. Dia tidak pulang, bahkan tidak mengangkat teleponku. Yang datang hanyalah sekretarisnya, membawa tamu tak diundang, menyeretku masuk ke mobil.

Tanpa memberiku kesempatan sedikit pun untuk menjelaskan, Kakak langsung mengurungku di sekolah perempuan.

"Aku gagal mendidikmu, jadi kamu tinggal di sana saja. Introspeksi diri baik-baik, tebuslah kesalahanmu kepada Merry."

Sejak saat itu, aku sadar aku tidak mungkin menjadi tandingan Merry. Bukan karena aku lebih lemah darinya, melainkan karena hati kakak sudah lebih dulu berpihak kepadanya.

Jadi, meskipun dia merebut kamarku, bagaimana aku berani menunjukkan rasa tidak puas?

Tampilkan Lebih Banyak
Bab Selanjutnya
Unduh

Bab terbaru

Bab Lainnya

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Komen

Tidak ada komentar
7 Bab
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status