Wanita yang disukai kakakku memfitnahku merundungnya. Kakak yang selama ini hidup saling bergantung denganku pun marah, mengirimku ke sekolah perempuan untuk memperbaiki moralku. Sejak itu, aku menjadi adik yang dia harapkan. Penurut, tidak iri, tidak menuntut apa pun. Namun, setelah melihat laporan medis tentangku, dia mendadak kehilangan kendali. "Nadia, kumohon, panggil aku 'Kakak' sekali lagi!"
Lihat lebih banyakSaat pulang, jejak Merry di rumah sudah dibersihkan. Tempat itu kembali seperti yang kuingat dulu.Aku berjalan ke loteng, tetapi Kakak menahanku. "Ini baru kamarmu, Nadia. Kakak nggak akan membiarkanmu tersakiti lagi."Aku memegang tas kecilku dan menggeleng. "Tidur di mana pun sama saja. Nanti setelah aku sembuh, aku akan kerja dan pindah."Ekspresi Kakak berubah. "Kenapa mau pindah? Ini rumahmu, Nadia."Aku menggeleng. "Bukan. Ini rumah Kakak. Aku ingin punya tempat yang aman, yang nggak bisa diusir sewaktu-waktu. Aku nggak mau dikirim lagi ke tempat itu."Kakak meneteskan air mata, lalu berlutut di hadapanku. "Nadia, hal seperti itu nggak akan terjadi lagi. Kakak janji."Agar aku tenang, Kakak membawaku ke notaris, memindahkan kepemilikan rumah atas namaku, bahkan memberikan semua asetnya.Dia mengamati lukaku, lalu menyalin semua luka itu ke tubuhnya sendiri. Meskipun darah bercucuran dan wajahnya pucat, dia tetap tersenyum."Aku sudah menebus semuanya, Nadia. Aku menanggung semua
Sebelum Merry selesai berbicara, tiba-tiba lehernya dicekik oleh Kakak dan tubuhnya dihantamkan ke dinding. Tatapan Kakak dipenuhi niat membunuh yang dingin, seakan-akan ingin melahapnya hidup-hidup."Nggak boleh lagi ada sepatah kata pun yang menjelekkan Nadia! Dasar wanita jahat! Kamu yang mengambil kalung itu! Kamu yang memprovokasi Nadia dengan kalung itu! Kamu yang memfitnah dia mendorongmu!""Aku nggak melakukan itu.""Kamu masih berani menyangkal! Aku sudah melihat rekaman CCTV, juga rekaman malam perpisahan dulu! Nadia sama sekali nggak mendorongmu! Semua itu hanya sandiwara yang kamu buat sendiri! Kamu yang membunuh adikku! Pembunuh!"Kakak menggunakan seluruh tenaganya. Awalnya Merry masih bisa meronta, tetapi segera dia dicekik sampai meneteskan air mata."Lepaskan aku ... uhuk, uhuk ... aku dijebak ....""Aku sudah melihat buktinya! Kamu masih berani membantah! Kembalikan adikku!""Tolong! Tolong!"Melihat Kakak sudah kehilangan kendali, Merry panik ketakutan dan berteriak
"CCTV di luar vilamu juga sudah kutemukan. Dari sana terlihat kalung itu dilempar keluar lewat jendela. Aku sudah menyuruh orang mencarinya di sekitar, hanya saja sudah berlalu beberapa hari, entah masih bisa ditemukan atau nggak."Ekspresi Kakak hancur. Dia berusaha keras tetap terlihat tenang. "Baiklah. Ada satu hal lagi, meski sudah lama berlalu, tolong bantu selidiki dengan jelas."Seluruh dirinya tampak runtuh. Dia terduduk lama di lantai, tak sanggup mencerna kabar itu. Entah saat ini apakah dia teringat kalau di detik terakhir aku melompat, aku hanya menunggu satu kalimat darinya, yaitu aku percaya padamu.Namun, dia tidak mengatakannya. Itulah hal terakhir yang menghancurkanku.Kakak berulang kali melihat barang-barang yang kutinggalkan. Saat dia menemukan kertas-kertas kecil yang kuselipkan di dalam boneka beruang, dia akhirnya benar-benar hancur.[ Kak, aku ingin pulang! Aku sakit sekali! Kak! Tubuhku penuh luka, jelek sekali, sakit sekali. ][ Kak, apa aku akan mati? Aku ing
Aku tidak merasakan sakit. Semua itu datang begitu cepat. Aku justru merasakan kelegaan yang belum pernah kurasakan sebelumnya. Karena mulai sekarang, aku tidak akan pernah merasa sakit lagi.Dalam kesadaran yang samar, aku teringat tak lama setelah Ibu meninggal, aku sakit parah. Saat itu, Kakak sangat panik sampai terus menjagaku di sisi tempat tidur. Aku sering mendengar suaranya dalam tidurku. Dia memanggil namaku berulang kali, mengusap keningku dengan lembut.Ketika demamku reda dan aku terbangun, aku melihat mata Kakak memerah. Dia menangis. "Nadia, aku mohon, kamu harus sembuh, jangan tinggalkan Kakak. Kakak hanya punya kamu. Kalau kamu kenapa-napa, Kakak nggak tahu gimana harus hidup."Namun, mata yang memerah itu perlahan berubah menjadi tatapan dingin penuh benci. "Kenapa kamu nggak mati saja?"Kakak, aku akan mati sekarang. Apa sekarang kamu bahagia? Namun ... kenapa sepertinya Kakak sedang menangis?Aku merasa seperti sedang bermimpi, seakan-akan jiwaku terlepas dari tubuh
"Rumah sakit menagih biaya, tapi Kakak nggak bisa dihubungi ....""Apa?" Kakak mengernyit. Belum sempat berkata lebih jauh, Merry sudah berjalan mendekat."Nadia, cepat masuk. Sudah agak baikan? Harus bayar, 'kan? Biar aku yang transfer untukmu.""Biar aku saja," ujar Kakak, lalu langsung mentransfer 200 juta ke rekeningku. "Cukup, 'kan?"Aku mengangguk, lalu bersiap keluar untuk menebus kalungku."Kamu mau ke mana lagi?""Ambil kalungku, aku jadikan jaminan di rumah sakit."Baru melangkah beberapa langkah, Merry menahanku. "Di luar sebentar lagi hujan, kamu baru keluar dari rumah sakit, jangan sembarangan. Biar sopir yang ambilkan."Aku tidak ingin menyetujuinya, tetapi tatapan Kakak membuatku terdiam. Aku tahu, begitu aku menolak Merry, Kakak pasti marah.Namun, sopir pergi lama dan kembali tanpa membawa kalungku. Perawat mengatakan kalung itu hilang."Gimana bisa hilang? Kok bisa? Baru dua jam, kenapa bisa hilang? Aku jelas sudah bilang akan menebusnya dengan uang!""Orang di rumah
"Ini rumah Kakak, bagaimanapun pengaturannya tentu terserah Kakak. Di sini juga bagus, nggak masalah aku tinggal di sini." Aku menunduk, berbicara pelan.Ekspresi Kakak sulit kupahami, seolah-olah dia tidak senang. Aku semakin gelisah. Padahal aku sudah menurutinya, mengalah pada orang yang paling dia sayangi, tetapi kenapa dia tetap tidak puas?Yang paling menyiksa adalah saat makan bersama mereka. Meja penuh dengan hidangan lezat. Kakak menyendokkan makanan untuk Merry sambil tertawa bahagia. Sementara itu, aku hanya menunduk dan diam, memakan nasi putih di piring."Kenapa kamu nggak makan lauk, Nadia?" tanya Merry yang meletakkan sepotong daging kambing ke piringku.Aku tidak memakannya, hanya diam-diam memindahkannya ke samping."Nadia pasti punya masalah denganku. Aku kasih lauk, dia malah nggak mau makan." Wajah Merry tampak sedih, Kakak pun langsung memasang ekspresi dingin."Nadia! Makan lauknya! Wajah masammu itu mau ditunjukkan kasih siapa?"Aku mengangkat kepala, hatiku tera
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Komen