“Masih berhubungan dengan Raisa?” tanya Steven yang duduk di seberang Ares. Saat ini mereka sedang berada di bar. Tentu saja private room.
Ares menjawab dengan menganggukkan kepalanya, kembali menikmati minuman yang memabukkan itu.Steven terkekeh, menggelengkan kepala merasa heran ada manusia seperti Ares di muka bumi ini. “Tidak berniat memutuskannya? Setidaknya pilih salah satu, Res. Rere atau Raisa.”“Itu pilihan yang sulit, bro.” Ares menjawab disertai kekehan kecil.“Benar-benar definisi pria brengsek,” ujar Steven menanggapi. “Sudah mulai jatuh cinta pada Rere, eh?”Ares menggoyang-goyangkan jari telunjuknya, ke kanan dan ke kiri seperti memberi isyarat no. “Tentu tidak. Kamu tau, pernikahan kita hanyalah sebatas untuk memenuhi permintaan terakhir kakek.”“Tidak sedikitpun ada perasaan padanya? Pernikahan kalian sudah berjalan tujuh tahun. Mustahil rasanya tidak memiliki rasa pada Rere.” Terkadang, Steven merasa sedikit mustahil salah satu di antara Ares, sahabatnya itu atau Rere tidak memiliki perasaan satu sama lain, meskipun sedikit saja. Membayangkan mereka hidup bersama selama 7 tahun, tidak mungkin juga mereka tetap pada pendiriannya masing-masing dengan tidak saling menyentuh? Steven yakin, mereka juga tetap melakukan hal-hal intim lainnya seperti selayaknya suami istri normal pada umumnya. Apalagi Steven sangat mengerti Ares yang sedikit tidak bisa menahan jika menyangkut persoalan di atas ranjang.“Tidak. Lagipula dia bukan tipeku,” balas Ares dengan ringan.“Jika begitu, ceraikan saja. Lalu aku akan menikahinya,” ujar Steven memancing.Ares yang mendengar kalimat Steven langsung menatap tajam sahabatnya itu. “Berani mendekatinya, aku akan membunuhmu.”Steven tertawa, merasa puas dengan segala reaksi Ares saat ia menggodanya soal Rere. “Oh, calm, dude.”“Reaksimu selalu saja begini, jika aku menyinggung soal Rere.” Lanjut Steven. “Sebenarnya kamu sudah memiliki perasaan padanya, tapi menolaknya secara sadar.”“Dasar tidak mau mengakui,” cibir Steven membuat Ares diam.Ares memilih untuk kembali menikmati waktunya. Daripada menanggapi Steven. Tadi, sehabis dari kantor, ia memang memutuskan untuk tidak langsung pulang ke rumah karena pikirannya yang masih sedikit kacau. Berulang kali juga Raisa mengirimkan pesan dan meneleponnya, tapi tidak ada satu pun yang ia tanggapi. Ares hanya tidak ingin, jika nanti menyinggung orang di sekitarnya karena ia merasa masih sedikit sensitif. “Ngomong-ngomong soal Raisa, aku beberapa kali tidak sengaja bertemu dengannya bersama seorang pria.”“Antonius?” tanya Ares menebak. “Sahabat Raisa. Baru saja datang dari Amerika.”Steven hanya ber-oh ria, memilih untuk tidak menanggapi lagi meskipun sebenarnya ingin karena rasa penasaran dalam dirinya. Ia hanya sedikit merasa, janggal?ᥫ᭡Sejak tadi, Rere tidak berhenti melirik ke arah jam dinding. Menunggu Ares pulang dari kantor, membuat ia tetap duduk manis di meja makan, meskipun sejak tadi perutnya sudah berdemo karena minta untuk segera diisi. Ia juga tidak mau untuk makan terlebih dulu, meskipun beberapa kali Ares sudah memperingatkan jika ingin makan terlebih dulu tidak masalah. Tanpa harus menunggunya. Tetapi, Rere memilih untuk tidak melakukan itu. Bagi Rere, menunggu Ares dan makan bersama suaminya itu adalah salah satu hal penting menurutnya.Sekarang sudah menunjukkan pukul 23.00 dan Rere tetap tidak mau makan terlebih dulu. Padahal, ia sudah mulai menguap beberapa kali dan menahan kantuk. Ia masih berharap, Ares pulang. Karena jika tidak pun, suaminya itu pasti memberinya kabar terlebih dulu. Kecuali jika Ares sudah memberinya kabar sejak awal. Rere juga sudah mengirimkan pesan, tapi tidak ada balasan. Menunggu Ares yang tidak kunjung datang, Rere menelungkupkan kepalanya di atas tangannya yang berada di meja. Ia akan tidur sebentar untuk menghilangkan sedikit kantuk.Di sela-sela waktunya Rere memutuskan untuk tidur sejenak sembari menunggu Ares, tidak berselang lama pria itu datang. Ares merasa heran saat sudah masuk ke dalam rumah, karena melihat posisi lampu yang masih menyala. Lalu ia berjalan menuju dapur dan menemukan Rere yang tertidur di sana. Pandangannya memperhatikan makanan yang terhidang di atas meja. Terlihat masih rapi dan belum tersentuh. Ares yakin, Rere pasti menunggunya pulang untuk makan bersama. Ia merutuk dalam karena lupa tidak memberi kabar pada Rere terlebih dulu hingga membuat istrinya itu ketiduran.“Re .....” Ares menepuk lengan Rere dengan pelan, membangunkan istrinya itu.Tidak ada pergerakan, membuat Ares akhirnya memilih untuk membereskan masakan Rere terlebih dulu dengan memasukkannya ke ruang pendingin lalu membawa gadis itu ke kamarnya. Ya, kamarnya bukan kamar mereka berdua karena ia dan Rere tidur secara terpisah. Hanya saat di rumah saja.Ares menggendong Rere, membawanya menaiki tangga ke lantai 2 di mana kamarnya Rere dan juga kamarnya berada. Ia meletakkan tubuh Rere di atas ranjang perlahan, lalu menarik selimut hingga menutup tubuh gadis itu sampai dada. Saat Ares hendak berbalik, Rere menarik lengannya dengan posisi memeluknya. Membuat Ares terhuyung dengan posisi di samping Rere. Ares diam sejenak, menunggu Rere kembali nyenyak dengan tidurnya sehingga ia bisa melepaskan pelukan Rere. Namun sepertinya, gadis itu enggan melepaskan karena pelukannya terasa sangat erat meskipun pada posisi sedang tidur.“Kakek ... aku merindukanmu,” gumam Rere. Ares diam mendengar igauan Rere. “Aku sangat lelah, kek.” Lanjut Rere mengigau, sontak saja membuat Ares menatap ke arah gadis itu. Wajahnya terlihat damai dengan mata yang terpejam. Namun, setelah mengatakan kalimat itu dari sudut mata Rere, cairan bening merembes keluar.Menangis? Batin Ares bertanya. Tanpa disadari tangannya terangkat, mengusap pipi gadis itu yang sedikit basah. Setelah mereka menikah, Ares memang tidak pernah melihat Rere menangis. Ah, bahkan sejak tumbuh bersama gadis kecil ini. Ares jarang melihatnya menangis. Semua bisa dihitung menggunakan jari, Rere hanya menangis saat kedua orang tuanya, nenek dan kakeknya tidak ada. Selebihnya, Ares rasa tidak pernah. Karena Rere terlihat seperti gadis yang tangguh. Tapi ternyata, setangguh apa pun perempuan, mereka tetaplah rapuh. Karena perempuan itu seperti vas bunga, yang jika disenggol sedikit saja dia bisa terjatuh hingga membuat pecah berkeping-keping.Ares menatap wajah Rere dalam keheningan. Entah kenapa, ia tidak pernah merasa bosan setiap kali memandangi wajah Rere yang sedang tertidur ini. Terlihat cantik dan polos, tanpa olesan make up sedikit pun. Bibirnya bahkan berwarna merah alami, Ares tau dan paham betul kebiasaan Rere yang selalu mengolesi minyak zaitun dan buah stroberi pada bibirnya. Hal itu juga yang membuatnya tidak merasa bosan untuk menikmati bibir itu setiap kali ada kesempatan. Tanpa disadari, jemarinya mengusap bibir Rere, lalu sedikit menekannya. Ares mendekatkan wajahnya ke arah Rere dan mengikis jarak di antara mereka. Mengecup bibir istrinya itu, lalu melumatnya perlahan.Rere yang masih berada di alam mimpi, merasakan lumatan di bibirnya yang terasa nyata membuat perlahan membuka mata. Ia tidak bisa menahan keterkejutannya saat melihat posisi Ares yang berada di atasnya dengan mata terpejam sembari memperdalam lumatannya. Karena tidak ingin merusak momen, Rere mengalungkan kakinya pada pinggul Ares, lalu kedua tangannya menyentuh rahang suaminya itu untuk lebih mengikis jarak di antara mereka. Sehingga lebih dalam pula ciumannya. Saat menyadari Rere sudah bangun dari tidurnya, bukannya berhenti karena merasa bersalah karena telah mengganggu tidur istri, ciuman Ares malah turun ke leher hingga dada Rere. Memberikan kecupan dan meninggalkan tanda kemerahan di sana, membuat Rere melenguh.Sepertinya ini akan menjadi malam yang panjang, karena di antara mereka tidak ada yang ingin mengakhirinya. Ah, apakah Ares berhasil untuk keluar melebihi batasnya dan membuat Rere hamil atau pria itu tetap pada pendiriannya dengan untuk tetap pada batasannya sampai benar-benar siap?"Ayahhh!" Si kecil Amy berlari menghampiri Ares yang baru saja memasuki rumah.Satu minggu tidak berjumpa, membuat gadis kecil itu merindukan ayahnya. Begitu juga dengan Ares yang sudah rindu akan suasana rumah dan ocehan-ocehan kedua anaknya."Anak ayah!" Ares langsung menggendong tubuh mungil Amy. Rasa lelah hilang begitu saja saat melihat putri kecilnya, lalu disusul dengan kehadiran Rere yang tersenyum lebar. Wanita itu langsung menghambur di pelukan suaminya. Tentu saja ia juga merasa rindu. "Ugh, sayangku. Rindu sekali, satu minggu terasa seperti satu tahun," ujar Ares membalas pelukan Rere. "Rama mau ikutan!" Bocah laki-laki yang entah dari mana itu tiba-tiba saja terlihat. Ia berlari kecil dan memeluk kaki Ares, ikut bergabung ke dalam pelukan. Jika begini, sudah terlihat seperti keluarga kecil yang bahagia.“Jagoan papa!" ujar Ares berjongkok, saat pelukannya pada Rere sudah terlepas. Kini, ia mengangkat tubuh bocah laki-laki itu hingga membuatnya menggendong si kembar. “O
Hari yang paling ditunggu-tunggu pun tiba. Di mana Rere akan melahirkan. Dokter juga sudah mengatakan saat kandungan Rere berusia 7 bulan, jika bayi mereka kembar. Tentu itu membuat kebahagiaan hadir berkali-kali lipat. Rasa syukur terus Ares ungkapkan, begitupun dengan Rere. Saat ini, Rere sudah berada di ruang bersalin. Dua jam yang lalu saat dokter memeriksa, wanita itu sudah bukaan ke-8. Berulang kali juga Rere sudah merasakan kontraksi dan mules. Di sisi lain, Ares dengan setia menunggu istrinya itu. Sesekali memberi kecupan hangat dan mengusap pelipisnya yang basah karena bulir keringat. Keluarga besar Ares juga masih dalam perjalanan. Tetapi untuk Tania dan Tio sudah menyusul begitu Rere dibawa ke rumah sakit tadi pagi akibat merasakan kontraksi yang begitu hebat. “Nanti waktu lahiran, mau ditemenin aku atau Mama?” tanya Ares. Ia bertanya seperti itu sebab, dirinya sendiri tidak tega untuk melihat proses lahiran secara langsung dan siapa tau saja jika Rere ingin ditemani ole
Two years agoSaat ini, Ares dan Rere sedang menikmati waktu berliburnya. Mereka memutuskan untuk menempati penginapan yang dekat dengan pantai. Selama 1 minggu di sini, baik Ares maupun Rere belum melakukan sentuhan fisik secara intens satu sama lain. Bukannya Ares tidak menginginkan, ia hanya mau melakukannya saat Rere juga ingin. Ia tidak ingin memaksa istrinya itu.Hingga tadi, saat Ares tidak tahan melihat Rere yang hanya berbalut bikini sedang berenang di kolam renang. Ares sedikit melancarkan aksinya dengan memancing istrinya itu. Sempat mereka akan melakukannya dan berhasil, tetapi tiba-tiba saja Rere bergerak menjauh dan pergi meninggalkan Ares dengan kejantanannya yang sudah menegang ingin segera disentuh.Dan sekarang, Ares melihat Rere sudah memakai kemeja miliknya dengan kancing yang dibiarkan terbuka hingga memperlihatkan tubuhnya yang mengenakan sebuah bikini berwarna kuning. Entah kenapa itu terlihat seksi di matanya. Lalu siapa yang tidak semakin tergoda? Pria normal
“Aku teringat, saat kita pergi ke pantai. Untuk pertama kalinya kita pergi bersama setelah dua tahun pernikahan.” Ares mulai membuka obrolan. Sudah bertahun-tahun lamanya, Ares tidak menyinggung hal ini. “Matahari terbenam begitu cantik saat itu. Lalu kamu mengatakan, the sunset is beautiful isn't it? Aku baru menyadarinya maknanya setelah beberapa tahun berlalu.”“Kiasan bahasa inggris yang kamu katakan memiliki maksud jika, itu adalah sebuah ungkapan yang memiliki kaitan tentang perpisahan dengan orang yang dicintai.” Lanjut Ares membuat Rere diam, mendengarkannya. “Apakah itu memiliki maksud jika pada saat itu kamu memang ingin pergi dariku atau hanya bertanya jika sunsetnya memang bagus padaku?”“Sudah lama sekali. Kukira kamu sudah melupakannya, tapi ternyata kalimat itu masih tersimpan di hatimu,” balas Rere bergumam. Ia tersenyum simpul. Hanya merasa tidak menyangka saja.Rere menarik napasnya dalam, lalu menghembuskannya perlahan sebelum menjawab pertanyaan suaminya itu. “Sebe
Perut yang semakin besar, membuat Ares flashback saat masa-masa kehamilan Rere sebelumnya. Bukannya belum mengikhlaskan, terkadang Ares masih suka berpikir bagaimana jika dia benar-benar lahir ke dunia. Namun, meskipun begitu, ia tetap bersyukur dan sangat berterima kasih karena Rere sudah siap untuk hamil kembali. Pasti juga tidak mudah bagi istrinya itu setelah kejadian yang menimpanya. Ares sangat memaklumi dan menghargai apa pun keputusan Rere. Toh, jika memang Rere belum siap seperti pada saat itu, Ares tidak akan menuntutnya. Baginya kebahagiaan dan kewarasan Rere adalah yang utama. Berdua dengan Rere saja sudah sangat membahagiakan dan sangat ia syukuri, apalagi jika diberi lebih dengan hadirnya malaikat kecil di antara mereka. Maka, Ares tidak akan pernah berhenti untuk berterima kasih kepada Tuhan dan Rere tentunya. “Sangat tidak sabar menunggunya terlahir ke dunia.” Ares mengusap-usap lembut perut Rere yang buncit.Kata dokter, Rere akan melahirkan pada tanggal 5 Juni yang
Kehamilan Rere adalah hal yang paling dinantikan semua orang. Termasuk Ares yang begitu bahagia saat mendengar perkataan Rere jika istrinya itu hamil. Apalagi saat Rere menunjukkan sebuah test pack dengan garis 2 yang menunjukkan jika benar-benar positif hamil. "Aku bahagia, Re. Terima kasih karena sudah siap untuk mengandung lagi."Rere tersenyum hangat. Melihat respon Ares yang sangat bahagia dengan binar di matanya, membuat ia semakin yakin untuk perlahan menghilangkan traumanya. Karena tidak mudah bagi dirinya, setelah mengalami banyak hal kejadian di hidup.Rere banyak belajar di kehidupannya bersama Ares, baik dulu maupun sekarang. Dari rumah tangganya, ia belajar menjadi istri sebagaimana mestinya, meskipun Ares selalu menyakiti. Rere yang menggaris bawahi, bahwasannya sejak awal pernikahan mereka memang Ares tidak pernah mencintai dirinya. Pernikahan mereka terjadi karena perjodohan. Ada paksaan secara tidak langsung, yang membuat Ares sulit menolaknya. Rere juga tidak membena
Suamiku: kenapa tidak membalas pesanku?halooobuang saja hapemu jika tidak bisa membalas pesanku, sayangastagaaasedang diculik pemuda bpupki kah, sampai-sampai tidak bisa membalas pesanku?Rere melirik sekilas ke arah ponselnya yang terus bergetar. Notifikasi pesan dari Ares membuatnya tetap fokus pada kesibukannya. Hari ini, ia cukup sibuk di butik. Ada salah satu customer mendatangi, dia ingin dibuatkan dekor untuk merayakan ulang tahun putrinya yang ke-7 dan desainnya harus sudah selesai jam 13.00, waktunya sisa 20 menit lagi dari sekarang. Semua terjadi secara dadakan dan itu membuat Rere tidak bisa membalas pesan atau bahkan mengangkat telepon suaminya itu. Karena dirinya tidak boleh hilang fokus.Satu lagi, customernya juga sedang menunggu. Dia duduk di hadapannya. Seorang pria matang berstatus duda itu membuat Rere sedikit grogi mengerjakannya. Tentu saja. Rasanya seperti saat ujian nasional dengan guru killer yang bertugas menjaga. Lalu, dari mana Rere tau jika pria di hada
Baik Ares maupun Rere merasa canggung karena mereka melupakan keberadaan Serena dan Steven yang melihat ciuman panas mereka. "Ugh, lihatlah ke kaca, bibir kalian terlihat sangat bengkak," ujar Steven menggoda. Ares mendengus. "Kenapa kalian tidak pergi daripada harus melihat kita berciuman.""Ya Tuhan, jika aku biarkan, aku bersumpah kamu dan Rere pasti sudah berakhir di ranjang sekarang. Lalu pesta pernikahan dibatalkan sesuai dengan apa yang kamu katakan tadi.""Maka, biarkan itu terjadi," gerutu Ares kesal."Astaga, lalu apa yang akan kita katakan pada tamu undangan? Haruskah kita mengatakan, jika pengantin pria sudah tidak bisa menahan hasratnya untuk menyentuh pengantin wanitanya?" sambung Serena gemas. Rere yang melihat keributan kecil itu hanya menggelengkan kepalanya. "Sudah-sudah," ujarnya melerai. "Serena, bolehkah aku meminta tolong untuk dipanggilkan tim penata riasnya? Aku harus segera merapikan kekacauan ini.""Oke, wait!" "Bibirku terlihat sangat jelas jika bengkak.
Mereka baru saja menyelesaikan upacara pernikahan dengan berjanji di depan Tuhan untuk sehidup semati dan saling mengasihi. Upacara diadakan secara intimate, hanya keluarga dan sahabat yang datang. Berbeda dengan pesta pernikahan yang akan diadakan secara besar-besaran dan mewah nantinya. Sekarang, mereka sedang berada di kamar untuk beristirahat sejenak. Karena pesta pernikahan akan dimulai pukul 08.00 malam. “Meskipun ini adalah pernikahan kita yang kedua, rasanya berbeda sekali,” ujar Rere yang bersandar manja di dada bidang Ares.Ares mendengarkan Rere, sembari memberi elusan pada kepala lalu turun ke punggung istrinya itu secara berulang kali.“Bahagia?” tanya Ares membuat Rere langsung mengangguk. “Tentu saja. Siapa yang tidak bahagia karena telah menikah dengan pria yang dicintai?” tanya Rere tersenyum. “Semua wanita di dunia ini pasti akan merasa bahagia.”“Lalu apa yang kamu rasakan saat kita menikah yang pertama?” “Bahagia juga, tapi tetap saja ada kehampaan yang aku rasa