Share

Mark murka

Author: Rafasya
last update Last Updated: 2025-07-11 19:55:25

Ruangan makan mendadak sunyi. Zavier masih berlutut dengan tisu di tangan, sedangkan Eliza duduk anggun dengan kaki terjulur, seolah tak terjadi apa-apa.

Mark mendekat dengan langkah berat. Dia menatap tajam ke arah Zavier, lalu berpindah ke Eliza.

“Kau tahu peraturannya, Eliza. Tidak ada pelayan yang boleh menyentuh istri pemilik rumah ini. Apalagi seperti ini.” Nada suara Mark dingin dan penuh ancaman.

Eliza mengangkat bahu, senyumnya tak bergeming.

“Tenanglah, sayang. Dia hanya membersihkan sup di kakiku.” Eliza berdiri perlahan, memiringkan kepalanya, membelai dada suaminya yang bidang. “Aku yang memintanya. Lagipula kau tahu sendiri … pelayan-pelayan tua di rumah ini lambatnya seperti siput.”

Mark tidak langsung merespons. Tatapannya tetap menusuk Zavier yang masih berlutut.

Zavier buru-buru berdiri, menunduk dalam. “Maaf, Tuan. Saya ... hanya mengikuti perintah Nyonya.”

Huh!

Mark mendengus pelan. Namun kilatan curiga di matanya mulai surut karena sikap tenang Eliza.

“Lain kali, jaga jarakmu. Kalau tidak …” Mark membiarkan ancamannya menggantung, lebih mengerikan daripada jika ia mengucapkannya langsung.

“Baik, Tuan. Saya mengerti,” ucap Zavier pelan.

Mark memutar tubuh, memijit bahu kirinya sambil mengerang kecil. Gerakannya tampak kaku.

“Pundakmu kenapa, Mark?” Eliza bertanya, memperhatikan gerakannya.

“Terlilit saat angkat barbel tadi pagi,” gumam Mark. “Aku harus segera ke kantor. Tapi aku tak bisa mengemudi sendiri.”

Eliza menautkan alis. “Biar aku suruh sopir biasa saja—”

“Tidak,” potong Mark cepat. Matanya menoleh ke arah Zavier. “Kau. Kau bisa mengemudi?”

Zavier terkejut, namun ia cepat menanggapi. “Bisa, Tuan. Saya … dulu sering menyetir mobil angkutan beras di desa. Tapi saya tidak terlalu hafal jalanan kota ini.”

Mark mendekat dengan tatapan menguji. “Aku yang akan arahkan. Ayo, siapkan mobil sekarang.”

Zavier mengangguk, “Baik, Tuan.”

Namun sebelum beranjak, Mark menoleh pada Eliza. Mata tajamnya melembut sejenak, lalu dia mencium bibir Eliza secara tiba-tiba. Tangan besar Mark menyentuh dagu Eliza, mengangkatnya sedikit sebelum bibir mereka bertaut.

Zavier memalingkan wajah. Jantungnya berdegup tak karuan, ada rasa tak nyaman yang menusuk entah dari mana.

Eliza tidak menolak ciuman itu. Tapi saat mata Mark tertutup, matanya malah menatap Zavier. Senyum samar muncul di bibirnya. Bukan karena ciuman itu, tapi karena sesuatu yang lebih gelap di pikirannya.

Mark menarik diri dan melangkah pergi lebih dulu.

Zavier menunduk, kemudian membalik badan dan mengikuti dari belakang, menyembunyikan rasa bingung dan badai di dadanya.

***

Jalan Raya Pusat Kota.

Tin! Tin!

Suara klakson saling bersahutan. Suara mesin, derit rem, dan hiruk-pikuk lalu lintas menciptakan kekacauan yang asing bagi Zavier. Kedua tangannya mencengkeram erat setir kemudi, jari-jarinya kaku, dan peluh mulai membasahi pelipis meski AC mobil menyala dingin.

Mobil hitam elegan itu melaju di tengah padatnya kendaraan. Zavier menelan ludah. Jalanan kota berbeda jauh dari desa. Jika di desa ia bisa menyetir sambil bersiul melihat sawah dan bebek, kini … satu kelengahan saja bisa mencelakakan nyawa orang.

Mark duduk di kursi belakang sambil menatap ponsel, wajahnya muram, bahunya tegang. Suasana di dalam mobil senyap, hanya denting halus dari jam tangan mahal Mark dan suara napas gugup Zavier yang terdengar.

Zavier melihat ke kaca spion. Mobil di belakang begitu dekat.

“Fokus … Zavier, fokus!” gumamnya pelan.

Namun sebuah truk besar tiba-tiba menyalip dari sisi kiri. Zavier panik, tubuhnya kaku, lalu ...

“ASTAGA!”

Rem diinjak mendadak.

CIIITTTT!

Ban mobil berdecit keras. Beberapa mobil lain membunyikan klakson panjang-panjang. Suara rem mendadak mengejutkan para pengendara sekitar. Mobil mewah itu berhenti mendadak di tepi jalan, membuat kepala Mark terbentur kursi depan.

Dug!

“KAU INGIN MEMBUNUHKU, SIALAN?!”

Suara Mark meledak di dalam kabin. Matanya menyala penuh amarah.

Zavier membeku. “M-maaf, Tuan. Aku … aku gugup.”

“GUGUP?!“

“Lain kali jangan bilang bisa menyetir kalau kau tidak becus, bodoh!”

Zavier menunduk dalam. “S-saya minta maaf. Saya hanya panik.”

“Cepat! Antarkan aku ke kantor! Kalau sampai kau ulangi lagi kejadian barusan, kupenggal nanti kepalamu, kau dengar?!”

“I-iya, Tuan ... saya mengerti.”

Zavier menyalakan mesin kembali. Dengan tangan gemetar, ia kembali mengemudi. Jantungnya berdetak tak karuan, seolah hendak meledak.

*

Beberapa Menit Kemudian ....

Mobil berhenti tepat di depan gedung pencakar langit yang menjulang megah. Tulisan WLS-GROUP bersinar di fasad bangunan, lambang kekuasaan keluarga Willson yang tak tertandingi.

Mark belum sempat membuka pintu ...

Tiba-tiba ponselnya kembali berdering.

Ddrrtt! Ddrrtt!

Ia mengangkatnya dengan geram.

“Apa?!”

Suara di seberang terdengar pelan dan gugup.

“Halo, Bos, saya ingin memberi kabar. Kalau Tuan Ferdian Anderson telah keluar dari rumah sakit. Dan penjagaannya kini tiga kali lebih ketat dari sebelumnya.”

Hening sejenak.

“Apa kau bilang?” suara Mark mengecil, mengandung bara.

“Ya, Bos. Dia bahkan sudah kembali ke vila pribadi dan tampaknya mulai aktif lagi di internal perusahaannya.”

“SIALAAAAN!”

Bugh!

Mark meninju pintu mobil dengan keras. Zavier tersentak.

“PRIA TUA ITU SEHARUSNYA MEMBUSUK DI RUMAH SAKIT! Aku belum sempat menguasai sahamnya, belum sempat menghancurkan bisnis Anderson Corporation! Dan sekarang … dia kembali? Brengsek!”

Suara napas Mark memburu seperti banteng siap menyeruduk, anjay.

“GANTI RENCANA! Aku tak peduli bagaimana caranya, pastikan dia tak sempat membuka mulut pada siapa pun. Kalau perlu … buat dia koma lagi!”

Klik!

Ponsel dimatikan. Mark mengatupkan rahangnya dengan keras.

Zavier hanya bisa menatap ke depan, pura-pura tak mendengar apa pun.

Mark membuka pintu dengan kasar, hampir merobek engselnya. Ia melangkah turun dan membanting pintu keras.

BRAK!!

Beberapa staf keamanan yang berada di lobi segera menunduk hormat. Tapi Mark hanya berjalan cepat dengan raut murka dan tatapan seperti ingin membakar seluruh kota.

Dari balik kaca, Zavier memandang pria itu menjauh.

“Apa maksudnya tadi? Anderson? Siapa Anderson? Kenapa dia begitu membenci orang itu?”

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Menjadi Simpanan Nyonya Muda   Mencuri makanan

    TOK! TOK! TOK!Pintu diketuk keras dari luar membuat Zavier terlonjak kaget.“Zavier, buka pintunya!”Zavier yang baru saja menyeka wajahnya, langsung refleks menoleh. Tubuhnya masih lemas, napas belum sepenuhnya teratur usai pembicaraan emosional dengan ibunya. Ia melangkah pelan dan membuka pintu.Kriek!Tampak Pak Gustav, kepala pelayan tua dengan raut wajah kaku, berdiri tegak dengan alis menyatu.“Ada apa, Pak Gustav?” tanya Zavier dengan suara lelah.Mata Gustav tajam menatapnya dari ujung kepala hingga kaki. Seakan ingin menelanjangi semua alasan dan membongkar kelemahan.“Pekerjaan di luar belum selesai, dan kau malah enak-enakan di dalam kamar.”Zavier menelan ludah, berusaha tetap sopan meski hatinya berdesir geram.“Tapi ... tadi saya sudah membersihkan halaman belakang. Sampai lantainya mengkilap, Pak.” Nadanya masih sopan tapi sedikit terdengar getir.“Kau pikir mansion ini hanya punya halaman belakang, hah?!” Suara Gustav meninggi. “Kamar Nyonya Eliza belum dibersihkan.”

  • Menjadi Simpanan Nyonya Muda   Berbohong pada ibu

    “Ah, sebaiknya aku pulang. Itu bukan urusanku,” gumam Zavier sambil menggeleng pelan.Langkahnya kembali menuju mansion Willson terasa berat. Sepanjang perjalanan, pikirannya masih dipenuhi bayangan kota: gedung tinggi, jalanan padat, dan Mark yang mengomel sepanjang jalan. Hatinya gamang. Seumur hidup ia hanya mengenal tenangnya desa, suara jangkrik malam, dan aroma tanah basah. Kini, dia seperti dilempar ke dunia yang serba cepat, dingin, dan kejam.Setibanya di mansion, dua pengawal kepercayaan Mark membuka gerbang. Zavier melangkah masuk, napasnya yang belum sepenuhnya tenang, dia malah mendapati kepala pelayan laki-laki, Pak Gustav, berdiri di ambang pintu dengan ekspresi mengintimidasi.“Hei, kau ke mana saja?” suara berat itu menyambutnya, seperti palu godam.“Saya baru saja mengantar Tuan Marck ke kantor,” jawab Zavier, mengatur napasnya.“Bagus, sekarang bantu bersihkan halaman belakang. Seluruh pelayan sedang bekerja menyiapkan mansion untuk tamu penting malam ini. Nyonya El

  • Menjadi Simpanan Nyonya Muda   Mark murka

    Ruangan makan mendadak sunyi. Zavier masih berlutut dengan tisu di tangan, sedangkan Eliza duduk anggun dengan kaki terjulur, seolah tak terjadi apa-apa.Mark mendekat dengan langkah berat. Dia menatap tajam ke arah Zavier, lalu berpindah ke Eliza.“Kau tahu peraturannya, Eliza. Tidak ada pelayan yang boleh menyentuh istri pemilik rumah ini. Apalagi seperti ini.” Nada suara Mark dingin dan penuh ancaman.Eliza mengangkat bahu, senyumnya tak bergeming.“Tenanglah, sayang. Dia hanya membersihkan sup di kakiku.” Eliza berdiri perlahan, memiringkan kepalanya, membelai dada suaminya yang bidang. “Aku yang memintanya. Lagipula kau tahu sendiri … pelayan-pelayan tua di rumah ini lambatnya seperti siput.”Mark tidak langsung merespons. Tatapannya tetap menusuk Zavier yang masih berlutut.Zavier buru-buru berdiri, menunduk dalam. “Maaf, Tuan. Saya ... hanya mengikuti perintah Nyonya.”Huh!Mark mendengus pelan. Namun kilatan curiga di matanya mulai surut karena sikap tenang Eliza.“Lain kali,

  • Menjadi Simpanan Nyonya Muda   Tubuh yang indah

    Zavier berdiri mematung. Napasnya tercekat.Suara dari balik kamar mandi tadi, terlalu intim untuk didengar oleh telinga seorang pelayan. Ia menunduk, jantungnya berdegup kencang.“Jangan bodoh, Zavier. Cepat keluar,” batinnya.Namun rasa penasaran menguasai logika. Pelan-pelan, dia melangkah maju. Celah pintu kamar mandi sedikit terbuka.Zavier mendekat. Lehernya seperti kaku, namun kepalanya tetap menoleh. Mata birunya mengintip melalui celah kecil.Deg!Matanya melebar.Di dalam sana, Eliza sedang berendam dalam bathtub marmer putih, rambutnya tergelung asal, bahunya yang mulus, buah dada, serta area terlarang terlihat jelas dari balik buih sabun yang mengambang.Namun yang membuat Zavier melongo bukan hanya itu, Eliza sedang menonton film semi dari tablet yang tersandar di rak kecil di dekat bathtub. Suara lembut dan adegan sensual dari film itu berpadu dengan gemericik air.“Ya ampun ...” bisik Zavier dengan wajah memerah. “Ternyata cuma nonton film, aku kira tadi ...”Ia buru-bu

  • Menjadi Simpanan Nyonya Muda   Suara desahan

    Cahaya lampu gantung kristal di ruangan kerja Mark memantul di permukaan meja kayu mahoni yang luas. Di atasnya, berserakan berkas-berkas dan map bisnis yang tertata rapi. Suara jam dinding berdetak pelan, menghitung detik dalam keheningan tegang.Kriet!Pintu terbuka pelan tanpa ketukan.Eliza masuk.Tubuhnya masih berbalut gaun satin hitam, rambutnya digelung rapi. Aroma vanilla segera mengisi ruangan.Mark duduk di balik meja besar, mengenakan kemeja putih tergulung hingga siku. Tangan kekarnya memegang pena, matanya fokus pada lembaran laporan keuangan.Tanpa sepatah kata, Eliza melangkah ringan ke arah pria itu, lalu merangkul pundaknya dari belakang. Lembut, perlahan.“Aku sibuk, El,” gumam Mark datar, tanpa menoleh.“Kau selalu saja sibuk, padahal aku ingin bermanja,” balas Eliza dengan nada lembut yang dibuat-buat, suaranya mengalun genit. “Tidak rindukah kamu padaku?”Tangannya yang halus menyusuri bahu Mark, lalu turun ke pipinya, membelai pelan. Jari-jarinya menyusuri garis

  • Menjadi Simpanan Nyonya Muda   Kau sangat tampan

    Langkah kaki Zavier terasa berat saat mengikuti Eliza menaiki tangga spiral menuju lantai dua mansion. Gaun wanita itu berkibar lembut setiap kali angin dari jendela panjang berembus.Tanpa berkata sepatah kata pun, Eliza berhenti di depan sebuah pintu besar berwarna maroon tua. Ia membuka pintu itu pelan, dan dari balik celahnya, tampak kamar tidur yang begitu mewah. “Masuk.”Perintahnya singkat, tak memberi ruang untuk penolakan.Zavier menelan ludah dan melangkah masuk. Kakinya sedikit bergetar saat menginjakkan kaki ke kamar sang Nyonya. Eliza menutup pintu dan berjalan ke arah meja rias. Ia membuka sebuah kotak perhiasan terbuat dari berlian mengkilap, lalu menghela napas panjang.“Ada satu yang hilang,” ucapnya pelan, namun tegas. “Anting peninggalan ibuku.”Zavier menoleh.“Maksud Nyonya … aku harus mencarinya?”Eliza berbalik perlahan. Tatapannya menusuk, tapi bibirnya melengkung sedikit.“Ya. Kau akan mencarinya untukku, malam ini juga. Dan kau tidak akan keluar dari kamar

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status