Share

Menjadi Suami Pengganti
Menjadi Suami Pengganti
Author: Sofi Sugito

Prolog

Malang, Februari 2018.

Hujan gerimis masih turun dengan indahnya di Bumi Arema. Membuat lelaki muda itu, yang tengah asyik menggoreskan kuasnya di atas kanvas, semakin terbawa suasana.

Wanita yang kini sedang dia gambar, adalah sosok manusia paling indah menurutnya. Paling cantik, dan sungguh memesona.

Wanita bernama Jenar Ayu, ibunya. Telah meninggal enam tahun lalu, saat dia masih berusia 18 tahun, dan dua bulan sebelum menempuh ujian masuk perguruan tinggi.

Ada kalanya dia sedikit bersyukur, karena dengan kematian ibunya, banyak orang yang iba pada dirinya. Membuat sang ayah yang begitu keras memaksanya masuk ke Jurusan Ekonomi Bisnis, akhirnya menyerah, dan membolehkan dia menjadi mahasiswa Program Studi Seni Lukis.

Semua itu tak lepas dari perkataan orang-orang sekitar, yang membuat sang ayah sedikit gusar.

"Kasihan, sejak kecil tidak mendapatkan kasih sayang penuh dari ayahnya karena perceraian. Apa masih tega ayahnya memaksa dia masuk ke disiplin ilmu yang tak disukainya?"

"Padahal dia sangat pintar melukis, sayang sekali bakatnya harus sia-sia. Lagi pula, hanya kuliah saja. Toh, mau dia ambil jurusan apa pun, tetap akan masuk perusahaan juga, karena garis keturunan Wibisono memang untuk perusahaan WW Tech."

Serta, masih banyak lagi kata-kata dari orang sekitar yang akhirnya membuat sang ayah, Adi Wibisono, mau tak mau membolehkan putra keduanya itu kuliah di Seni.

Lelaki muda itu tersenyum tiap mengingat hal itu. Pilu kematian sang ibu, terobati dengan tercapainya satu langkah dia menuju mimpi untuk bisa benar-benar lepas dari dunia kelam yang membelenggu ayahnya.

Bukan dia benci dunia bisnis. Namun, karena berkutat dengan ambisi di bidang itu, membuat sosok Adi Wibisono baginya tak terlalu cocok menjadi sosok ayah dan suami.

Dia juga tak mau hidup di dunia, di mana orang-orangnya penuh dengan ambisi, arogansi, serta kelicikan. Dia ingin melepaskan "takdir" yang membelenggunya, karena lahir dalam keluarga Wibisono, dengan menjadi sosok yang berbeda dari sang kakak, David Anggara Wibisono.

Dia ingin menjadi seorang Denis Aditya Wibisono yang merdeka, meraih mimpi yang diidamkan sejak kecil, dan jauh dari dunia kelam yang merenggut kebahagiaan masa kecilnya karena penuh dengan ambisi untuk meraih sukses dan kekayaan dengan cara apa pun itu.

Namun, saat teringat bahwa dia pada akhirnya jatuh juga dalam lingkaran setan dunia yang dianggapnya penuh ketidakwarasan itu, lelaki muda tersebut langsung merasakan sesak di dada.

Tak mampu meneruskan tarian kuas di atas kanvasnya, membuat lukisan wanita cantik itu harus terhenti, tanpa ada senyuman di wajah objek tersebut.

"Apa kamu sudah selesai bersenang-senang? Kalau sudah, ini waktunya pulang!"

Suara angkuh seorang wanita, terdengar begitu menyebalkan di telinga pemuda itu. Sang lelaki muda, Denis, menatap ke asal suara dan menemukan sosok cantik setinggi 168 cm, dalam balutan jaket kulit dan celana jeans warna hitam, serta mengenakan heels cokelat tua,  tengah menatapnya tajam.

Denis mendengkus kesal. Membanting begitu saja kuasnya ke lantai, lalu berdiri dan menatap tajam wanita itu. "Apa yang harus kulakukan nanti?" tanyanya, dengan sedikit menggeram.

Wanita itu, Nadia Dewanti Wardoyo, mendekat ke Denis. Terdengar suara "tak tok tak tok" heels-nya saat dia berjalan, menggema di ruangan.

Saat hanya berjarak sekitar dua jengkal dari Denis, Nadia mendongak menatap lelaki muda setinggi 182 cm itu, dan segera meraih dagunya dengan agak kasar.

"Lakukan tugasmu sebagai seorang suami, dan jadilah anak baik yang penurut, Denis Sayang!"

Denis langsung menepis kasar tangan Nadia, tapi dia tak membalas perkataan wanita itu. Nadia tetawa pelan dan berbalik, berjalan keluar ruangan mendahului Denis.

Lelaki muda itu tertegun, menatap lukisannya yang masih setengah jadi, lalu memainkan cincin perak di jari manis tangan kirinya.

"Wanita sialan!" umpatnya kesal.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status