Selena menatapi obat yang diberikan oleh dokter tersebut. Dia berkedip beberapa kali melihat beberapa bentuk obat yang disuguhkan padanya bersama dengan segelas air. “Minum itu! Kau tidak ingin hamil begitu saja, kan? Pertama, kau terlalu muda. Kedua, kau baru melakukannya sekali. Bukankah kau bahkan belum menikmatinya dengan benar?” Damian tersenyum menggoda Selena yang segera mengambil satu persatu butir obat tersebut dan meminumnya. Damian memperhatikan sambil menyilangkan tangan di depan dada. Saat Selena meliriknya dengan tajam, Damian mengalihkan pandangan matanya ke sekeliling. Setelah meminum semuanya, Selena terdiam di sana. Dia menatapi kakinya yang terurai dari bangsal, belum menyentuh lantai. Dia menggerakkan kakinya dengan perlahan. “Kapan terakhir kali menstruasi?” tanya dokter itu untuk mencatat sesuatu. “Minggu lalu,” jawab Selena sambil menatap dokter itu. “Oh, itu cukup buruk jika kau tidak segera meminum obat kontrasepsi, kemungkinan kau mengalami kehamilan cu
Damian menatap Selena dengan perasaan tidak senang. Ucapannya tentang segera melakukan penukaran entah kenapa membuat suasana hatinya berubah. Semula, memang itu yang dia inginkan. Namun, di hadapannya ini ada sosok lemah yang menyenangkan. “Berhenti menangis, sekarang!” titah Damian. Selena tentu tak bisa menghentikan tangisannya begitu saja. Dia tetap meneteskan air matanya. Suara isak tangisnya justru terdengar lebih kencang. Tangannya juga tak tinggal diam, terus mengusap air matanya yang tak berhenti mengalir. Damian tahu itu tak akan berhasil dan mendengus. Dia juga tak mau secara terang-terangan mengakui jika dia menginginkan Selena untuk lebih lama di sisinya. Dan pikirannya memunculkan satu cara yang pasti untuk membuat Selena berhenti menangis dan membuatnya lebih nyaman. Tangan besar itu terukur ke sisi wajah Selena dan mengangkatnya. Selena menatap Damian, mata ke mata. Damian bisa melihat ekspresi sedihnya Selena. Sepertinya apa yang dia katakan pada Selena memberatka
“Axel belum kunjung memberikan reaksi.” Damian berdiri sambil memandang keluar jendela ruang kerjanya. Dia menatapi bagaimana orang-orang yang merupakan bawahannya bekerja di bawah sana. Mereka terlihat sangat sibuk. Memikirkan tentang Axel membuatnya harus memikirkan Selena juga secara tak langsung. Gadis yang sedang dia tahan di mansionnya, yang tak ingin dia lepaskan dengan mudah karena menemukan sesuatu yang hanya bisa dia dapatkan dari Selena. Ekstasi baru membuatnya enggan melepaskan sosok Selena. “Kita tunggu saja,” ucap Damian. Orang suruhan di belakangnya itu hanya bisa mengangguk dan membungkuk sebelum dia meninggalkan ruangan. Meninggalkan Damian sendiri. Dan begitu sendirian, Damian melemparkan tubuhnya ke kursi kantornya sambil mendengus pelan. “Apa yang sebenarnya aku pikirkan?” gumamnya lagi, terdengar lebih frustasi. Damian mengeluarkan handphonenya, dan menatapinya cukup lama. Hingga dia membuka galeri handphonenya, di mana video panasnya dengan Selena ada di s
Selena memakan makan malamnya dengan tenang. Hingga malam, tak ada tanda-tanda yang menyatakan jika Damian kembali ke kamarnya. Itu membuatnya lebih bersantai dari tadi. Meski dia juga sempat memikirkan apa yang terjadi sebelum dia tertidur, dia yakin Damian memeluknya. Gadis itu masih murung dan mengurung dirinya sendiri di kamar itu. Meski tak ada tanda-tanda jika dirinya tidak diperbolehkan keluar. Tak ada tali atau rantai yang mengikatnya. Tak ada apa pun yang mengisyaratkan jika dia tidak sedang dikurung juga di sana. “Apa ada yang Anda inginkan?” tanya pelayan yang mengambil alat makan bekas Selena. “Boleh aku minta dessertnya lagi?” pinta Selena sambil tersenyum sedikit malu, dia menyukai dessert yang disediakan untuk malam ini, berupa waffle dengan es krim. Pelayan tersebut mengangguk dan keluar dari kamar Selena. Dan pelayan lain datang dengan membawakan apa yang Selena pinta. Saat Selena tersenyum kegirangan melihat dessert yang memp
Selena melebarkan matanya terkejut saat Damian menarik kakinya untuk mendekat. Dia berusaha beringsut mundur lagi, namun lagi-lagi Damian menarik kakinya dengan tenaganya yang besar. “Kau mau ke mana?” tanya Damian sambil terkekeh pelan melihat reaksi Selena. “He-hey!” Selena berusaha bangkit dari posisinya yang berbaring dan lengannya menahan Damian. “Perkataanmu ada benarnya... Kenapa kau tidak santai saja dan nikmati waktumu di sini? Tidak perlu bekerja dan tidak perlu memikirkan tentang uang. Hanya berada di atas kasur dan melebarkan kakimu untukku, aku akan memberikan semua yang kau butuhkan dan kau inginkan. Itu cukup adil, bukan?” Damian terkekeh sambil terus mendekatkan dirinya pada Selena. Sementara lengan Selena berada di dada Damian, Selena benar-benar berusaha membentengi dirinya dari Damian yang semakin dekat dengannya. Selena berusaha mendorong Damian agar menjauh darinya, walau usahanya sangat terlihat tak ada gunanya dan sia-si
Waktu berlalu cukup lama untuk Selena yang sudah kewalahan karena harus berhadapan dengan stamina Damian yang tinggi. Dan waktu bagi Damian berlalu begitu saja dengan cepat, dia sangat menikmati waktu-waktu yang berlalu selama Selena ada di bawah kendalinya saat itu. Damian menatapi punggung Selena. Selena sudah tergeletak tak berdaya di bawahnya. Dia memeluk bantalnya yang basah karena air matanya. Matanya terlihat sembab dan bengkak. Dengan rambutnya yang berantakan, dan kemerahan di seluruh wajahnya, itu justru membuatnya menarik. Sambil menghela nafasnya dengan berat, Damian mendekatkan tubuhnya dengan Selena. Dia memegangi pinggang rampingnya, dan dikecupnya bahu Selena. Selena bereaksi dengan lemah, bahunya langsung mengerut dan terlihat seperti menghindari kecupan Damian walau tak berhasil. “Kau sudah bisa menikmatinya, ya? Kau sampai keluar beberapa kali lebih banyak daripada aku.” Damian terkekeh dan mengusap kepalanya Selena dengan halus.
“Tuan Damian tidak punya satu pekerjaan, dia punya banyak pekerjaan. Tuan Damian orangnya sangat sibuk. Ada banyak bisnis yang dia jalankan dan harus selalu memantau semuanya sendiri.” Jawaban Rose tak menjawab pertanyaan Selena sama sekali. Tentang siapa Damian, dengan semua kekuasaan dan kekayaan yang tidak masuk akal baginya. Belum lagi, pelayanan yang dia terima selama berada di sana, yang kenikmatannya sebanding dengan rasa sakit yang dia derita. “Kau tidak menjawabku dengan sungguh-sungguh,” gerutu Selena sambil cemberut. “Begitukah? Bagaimana kalau begini? Tuan Damian itu seorang mafia. Selain menjalankan bisnis yang legal, berupa perusahaan yang aktif di beberapa industri dengan industri utamanya di lokomotif... Tuan Damian juga aktif tergabung dalam bisnis ilegal. Tuan Damian saat ini tergabung dengan sebuah organisasi mafia juga. Tuan Damian bahkan punya bisnis kasino bawah tanah.” Rose menjelaskannya sejauh yang dia tahu tentang Dam
Damian melakukan kunjungan ke beberapa tempat hari ini karena dia harus mengecek beberapa hal, memastikan seluruh laporan yang dia terima benar adanya. Dan hari mulai gelap, pikirannya kembali pada Selena. Dia menginginkannya lagi untuk malam ini, ini seperti dia adalah seorang pengantin baru yang baru saja mencoba ekstasi. “Kunjungan terakhir, kita akan ke Saga’s Club,” ucap sopir. Damian langsung melirik ke arah sopir pribadinya itu dan lalu melirik ke arah Luca yang duduk di sebelahnya. Luca langsung mengarahkan matanya pada tab yang sedang dia pegang saat itu. “Ada pertemuan mendadak dengan Tuan Harvest. Maaf, aku lupa mengabarimu tentang itu. Tapi jika Anda ingin membatalkannya—”“Tidak perlu. Kita akan pergi ke sana. Aku harus tahu apa yang dia inginkan sekarang.” Damian mendengus dan menatap keluar jendela mobil lagi, suasana hatinya sedikit memburuk. “Baik, Tuan.” Damian berencana kembali ke kamar Selena lagi saat it