MasukBab 6
Ia mencondongkan wajahnya lebih dekat, hingga hidung mereka hampir bersentuhan. "Godalah dia… Buat dia bertekuk lutut padamu. Buat dia berselingkuh denganmu di rumah ini."
Lila terbelalak. "Apa?! Anda gila! Saya tidak akan melakukan hal menjijikkan seperti itu!"
"Jangan munafik," desis Oliver. "Semalam kau hampir menyerahkan dirimu demi uang. Sekarang aku menawarkan jalan yang lebih 'bersih'. Kau tidak perlu benar-benar tidur dengannya jika kau pintar. Aku hanya butuh bukti foto atau video saat dia mencoba menyentuhmu."
Oliver menarik diri sedikit, merogoh saku jasnya dan mengeluarkan ponsel. Ia menunjukkan sebuah foto surat kontrak operasi rumah sakit ibunya yang entah bagaimana sudah ada di tangannya.
"Ibumu akan dioperasi minggu depan. Biayanya 1,5 Milyar secara total, bukan? 500 juta hanya untuk uang muka. Jika kau berhasil membantuku menjatuhkan Jonathan, aku tidak hanya akan membayar 500 juta. Aku akan menanggung seluruh biaya operasi dan pemulihan ibumu sampai sembuh total."
Lila membeku. Angka itu... 1,5 Milyar adalah nyawa ibunya.
"Kenapa harus saya?" suara Lila bergetar.
"Karena kau cantik, polos, dan kau memiliki akses penuh ke rumah ini tanpa dicurigai," Oliver membelai helai rambut Lila yang bergelombang dengan jarinya yang kasar. "Dan yang paling penting... aku tahu kau sedang putus asa." Pria itu meremas dagu Lila, membuat pandangan wanita cantik itu focus pada dirinya.
Lila menepis tangan Oliver. Amarah masih berkecamuk di dadanya, tapi bayangan ibunya yang terbaring lemah di bangsal rumah sakit terus menghantuinya. Ia melihat ke arah pintu, memikirkan segala resiko yang harus dia ambil.
"Anda ingin saya menjadi umpan?" tanya Lila dengan suara serak.
"Aku ingin kau menjadi kehancurannya," koreksi Oliver. "Begitu aku mendapatkan buktinya, dia akan keluar dari rumah ini dengan tangan kosong. Dan kau... kau akan mendapatkan uangmu dan ibumu akan selamat."
Lila terdiam cukup lama. Ruang kerja itu mendadak terasa sangat dingin. Ia tahu ia sedang melakukan kesepakatan dengan iblis, tapi iblis inilah yang memegang kunci keselamatan Ibunya.
"Bagaimana jika saya menolak?"
Oliver mengangkat bahu dengan acuh tak acuh. "Maka bersiaplah mencari uang miliaran itu dalam waktu tiga hari. Atau... mungkin kau bisa mencoba memelas pada Jonathan? Tapi percayalah, dia tidak semurah hati yang kau kira."
Lila menggigit bibir bawahnya, menatap nanar ke arah cek kosong yang kini diletakkan Oliver di atas meja. Ini adalah pertaruhan besar. Harga dirinya sebagai wanita, atau nyawa wanita yang paling ia cintai di dunia.
Mengambil nafas panjang, "Baik," bisik Lila akhirnya, nyaris tak terdengar. "Saya terima kesepakatan ini."
Seringai kemenangan muncul di wajah Oliver. Ia meraih dagu Lila, mengangkatnya agar mata mereka bertemu. "Pilihan yang cerdas, kucing liar. Mulai besok, bersiaplah memainkan peranmu."
Oliver melepaskan Lila, berbalik kembali ke arah jendela seolah percakapan itu tidak berarti apa-apa. Namun, saat Lila hendak keluar dari ruangan dengan kaki lemas, suara Oliver kembali menghentikannya.
"Dan satu hal lagi, Lila..." Oliver melirik lewat bahunya, matanya berkilat aneh. "Hanya Jonathan yang boleh kau goda. Jangan sampai aku melihatmu menggoda pria lain!”
Kedua tangan Lila yang mengepal, naik mendorong dada Oliver. "Aku bukan wanita seperti itu, Tuan!"
Oliver tersenyum miring, sudut bibirnya naik. Ia menangkap kedua tangan Lila, menaikkannya ke atas, "Jangan menguji kesabaranku. Aku tahu pekerjaan keduamu hanyalah kedok agar kau bisa mendapatkan banyak uang dari pria kaya yang goda di sana!”
Pria tampan itu tanpa izin melumat bibir Lila dengan kasar dan paksaan. Lila memberontak, namun, ciuman Oliver terlalu kuat tidak memberinya ruang untuk bernafas. "Euhm... Euhmp... T-tuan..."
Oliver melepaskan ciumannya, terdengar suara nafas Lila. Ia menatap tajam ke Oliver, "Kalau anda seperti ini, saya tidak akan melanjutkan perjanjian ini! Anda gila sudah menuduhku seperti ini!" ujarnya menantang.
"Hahaha!" Suara tawa rendah bernada mengejek lolos dari Oliver. "Apa kau pikir memiliki wewenang untuk hal itu?"
"Perjanjian berubah." Usai mengatakan itu, Oliver langsung mengangkat Lila dan memikul wanita itu di pundaknya seperti memikul karung beras. Membawa Lila ke tempat tidur.
"Tuan Oliver, lepaskan saya!"
Oliver segera membungkam mulut Lila dengan ciumannya yang menuntut, menghancurkan sisa-sisa perlawanan wanita itu. Ia baru melepaskannya saat Lila mulai kehabisan napas dan tubuhnya melemas di bawah tekanan berat tubuh Oliver.
"Kau adalah tawananku, kucing liar!" bisik Oliver.
Bab 8Lila terus meronta, namun setiap gerakan tubuhnya justru menciptakan gesekan yang semakin membakar gairah Oliver. Di bawah cahaya lampu tidur yang remang dan cahaya matahari pagi, Oliver menanggalkan kemejanya dengan satu tangan, sementara tangan lainnya tetap mengunci kedua pergelangan tangan Lila di atas kepala."Lepas... Tuan... ini salah..." rintih Lila dengan suara yang mulai habis. Tenaganya terkuras, napasnya tersengal-sengal di bawah beban tubuh kekar Oliver yang menekannya tanpa ampun ke dalam ranjang."Diamlah, kucing liar!” desis Oliver di depan bibir Lila.Dengan satu sentakan kasar, Oliver merobek sisa kain seragam pelayan yang sudah tak berbentuk itu. Suara kain yang koyak bergema di ruangan yang sunyi, menyisakan Lila dalam keadaan benar-benar telanjang dan terpapar di bawah tatapan lapar sang majikan. Oliver menjilati bibirnya, matanya menyisir setiap inci kulit putih bersih Lila yang kini kemerahan karena gesekan.Tangan kasar Oliver mulai menjamah. Ia meremas pa
Bab 7"Jangan seenaknya, Tuan!" Lila menyahut dengan wajah tertekuk. Amarahnya memuncak setiap kali pria ini merendahkannya. "Aku bukan tawanan Anda dan aku bukan kucing liar!""Kau..." Oliver menggeram rendah. Kalimat perlawanan Lila seolah menjadi bahan bakar bagi gairahnya yang liar.Di dalam kamar yang luas dengan pencahayaan minim itu, aroma maskulin Oliver yang bercampur dengan wangi musk terasa menyesakkan bagi Lila. Cahaya lampu tidur dan sinar matahari pagi yang temaram memberikan bayangan panjang yang mencekam di dinding, mempertegas posisi Oliver yang mengunci tubuh Lila di atas ranjang empuk.Tanpa menunggu penjelasan lebih lanjut, Oliver kembali memaksa melumat bibir Lila. Kali ini lebih dalam dan menuntut. Tangan besarnya merayap naik, mencengkeram leher Lila, tidak sampai menyakiti, namun cukup kuat untuk memberikan tekanan yang membuat napas Lila tersendat sekaligus membakar gairah yang tidak diinginkan."T-tuan O-oliver... Hen... tikan..." rintih Lila di sela-sela pag
Bab 6Ia mencondongkan wajahnya lebih dekat, hingga hidung mereka hampir bersentuhan. "Godalah dia… Buat dia bertekuk lutut padamu. Buat dia berselingkuh denganmu di rumah ini."Lila terbelalak. "Apa?! Anda gila! Saya tidak akan melakukan hal menjijikkan seperti itu!""Jangan munafik," desis Oliver. "Semalam kau hampir menyerahkan dirimu demi uang. Sekarang aku menawarkan jalan yang lebih 'bersih'. Kau tidak perlu benar-benar tidur dengannya jika kau pintar. Aku hanya butuh bukti foto atau video saat dia mencoba menyentuhmu."Oliver menarik diri sedikit, merogoh saku jasnya dan mengeluarkan ponsel. Ia menunjukkan sebuah foto surat kontrak operasi rumah sakit ibunya yang entah bagaimana sudah ada di tangannya."Ibumu akan dioperasi minggu depan. Biayanya 1,5 Milyar secara total, bukan? 500 juta hanya untuk uang muka. Jika kau berhasil membantuku menjatuhkan Jonathan, aku tidak hanya akan membayar 500 juta. Aku akan menanggung seluruh biaya operasi dan pemulihan ibumu sampai sembuh tota
Bab 5Jonathan berdehem, berusaha mencairkan suasana yang kaku. "Maaf Ayah tidak menyiapkan apa-apa saat kedatanganmu-"Lila pun datang kembali dari dapur, membawa nampan berisi secangkir kopi hitam pekat sesuai permintaan Oliver. Kehadirannya membuat Jonathan menjeda percakapannya dengan putra tirinya.Tanpa mengatakan apa-apa, Lila meletakkan cangkir tersebut di atas meja, tepat di sisi tangan Oliver. Lila berusaha sebisa mungkin agar tangannya tidak gemetar, meski ia merasa tatapan Oliver yang tajam sedang menelanjangi dirinya sekali lagi. Saat ia menarik kembali nampannya, Lila dapat melihat perubahan ekspresi Oliver yang tiba-tiba mengeras, matanya tertuju pada bibir dan leher Lila yang kini tertutup rapi oleh pakaiannya."Bagaimana kalau Ayah menyiapkan pesta penyambutan kamu malam ini di hotel? Teman-teman bisnismu pasti ingin menyambut kepulanganmu ke tanah air," lanjut Jonathan dengan nada yang dipaksakan ramah.Trak!Suara benturan garpu dan pisau perak yang dilemparkan Oliv
Bab 4Lila membuka mata tepat jam 5 pagi. Kepalanya terasa berat dan berdenyut, efek dari hanya tidur selama 1 jam setelah pulang dari The Shadow Bar. Namun, rasa lelah itu kalah oleh kegelisahan yang merayap di dadanya. Ia harus kembali memulai pekerjaannya sebagai pelayan di Kediaman Miller.Pagi ini, ia harus menghadap Tuan Jonathan. Ia harus melaporkan pria asing yang sudah melecehkannya semalam. Ia tidak bisa bekerja di bawah satu atap dengan monster seperti itu, kalau pun mengundurkan diri, dia harus berkata apa pada sang Ibu?Dengan cepat ia bersiap-siap dan mengenakan seragam pelayannya yang masih bersih, untungnya ia memiliki cadangan karena seragam yang semalam telah terkoyak tragis, tak bisa di perbaiki sama sekali."Aku harus cepat sebelum Tuan Jonathan pergi ke kantor!" gumamnya sembari mengambil langkah cepat. Jari-jarinya sedikit bergetar saat merapikan kerah bajunya.Lila segera menuju dapur untuk menyiapkan sarapan. Aroma kopi dan roti panggang memenuhi ruangan, namun
Bab 3Lila terdiam, isak tangisnya seketika menghilang. Ia berpikir keras. 300 juta. Jumlah itu berkelip di benaknya, mengalahkan rasa sakit dan kehinaannya."300 juta..." lirihnya.Ia memikirkan kembali uang yang harus ia kumpulkan demi pengobatan sang Ibu. Bahkan jika ia bekerja keras selama setahun, uang sebanyak itu akan sulit ia kumpulkan. Ia mengusap pipinya yang basah dan berkata, "Apa aku terima saja?"Namun, dengan cepat ia menampar pipinya sendiri. Plak! Sebuah tamparan keras untuk mengembalikan akal sehatnya."Sadar, Lila! Kamu bahkan tidak tahu siapa pria brengsek tadi! Besok aku akan melaporkannya ke Tuan Jonathan," putusnya tegas. Harga dirinya masih lebih tinggi daripada keputusasaan.Lila bangkit dari duduknya. Ia masuk ke dalam kamar mandi untuk membersihkan tubuh dari sisa-sisa air mata dan keringat. Tidak ada waktu baginya untuk berlama-lama kalut dalam kesedihan. Ia harus bekerja. Malam masih panjang, dan ia punya pekerjaan lain yang harus diselesaikan.Dengan terg







