Share

Bab 3

Author: Farchahcha
last update Huling Na-update: 2025-11-28 15:59:51

“Maaf, Nay aku tidak bisa melanjutkan hubungan kita. Ibuku sudah menjodohkan ku dengan wanita lain.” 

Malam itu tepat di hari Minggu tiga tahun lalu. Di depan pusat perbelanjaan di pusat kota, hujan turun membasahi tanah. 

Dinginnya menyambar kejam Kanaya. Dia ditinggalkan begitu saja oleh Nathan setelah mengatakan bahwa mereka harus putus sebab orang tua pria itu menemukan wanita lain untuknya. 

Masih ada di ingatan Kanaya saat dia memohon pada pria itu. “K-kamu bercanda, kan?” Kanaya tertawa getir. 

Tangannya masih menggenggam lengan Nathan, menahan pria itu pergi. 

Akan tetapi, Nathan melepaskan genggaman tangan Kanaya. “Nay, aku tidak bercanda. Kita putus.” 

“Nggak, aku nggak mau putus sama kamu Nathan. K-kita udah pacaran lima tahun, mana mungkin ka-kamu—” Kanaya memohon, mungkin kalau tidak ada banyak orang wanita itu akan benar-benar berlutut di depan Nathan. 

Seperti kata Kanaya, mereka sudah berpacaran selama lima tahun. Tidak masuk akal sekali kalau diputuskan begitu saja tanpa ada masalah. 

Mereka tidak pernah bertengkar, hampir setiap kali ada masalah Kanaya selalu mengalah. Tapi, kenapa tiba-tiba Nathan memutuskan hubungan mereka? 

“Nay, jangan begini. Kita sudah tidak bisa bersama.”

Kanaya menggeleng. “Apa aku melakukan kesalahan? Tolong… kalau aku melakukan hal yang membuatmu marah, aku akan berubah tapi jangan putus,” suaranya parau karena menahan tangis. 

Mata wanita itu sudah berkaca-kaca. 

Nathan menghela napas panjang. “Kanaya. Hubungan kita sudah tidak bisa dilanjutkan, orang tuaku sudah menjodohkan ku dengan orang lain. Mereka juga tidak bisa menerimamu.” 

“Tapi kenapa? Aku selalu bersikap baik dan sopan pada mereka.”

“Maaf Nay, tapi orang tuaku tidak bisa menerimamu.”

“Iya, tapi kenapa? Beri aku alasan!” Kanaya harus tahu alasan jelas kenapa mereka menolaknya. 

Nathan terdiam lama sambil menatap Kanaya. Keduanya saling bertatapan dalam. 

Sampai akhirnya Nathan menjawab. “Karena kau dibesarkan ibu tunggal.” 

Deg!

Rasanya dunia Kanaya jatuh seketika. Alasan itu menusuk langsung ke dalam hatinya. Air matanya luruh, rasanya perih sekali. “Jadi karena itu…” gumamnya pelan. 

Siapa yang mau dibesarkan oleh ibu tunggal? Kanaya juga tidak mau dan tidak bisa menolaknya. 

Tubuh Kanaya lemas seketika, rasanya kaki wanita itu tak sanggup lagi menopang berat tubuhnya. Dia tertunduk jatuh. 

Nathan melihatnya sekilas, tapi bukannya menyuruhnya berdiri pria itu malah berjalan pergi. 

Perpisahan mereka benar-benar menyakitkan, setidaknya untuk Kanaya. 

***

Bertahun-tahun mencoba sembuh dan tidak mau membuka hati lagi untuk seorang pria. Setelah putus dari Nathan, Kanaya tidak minat untuk mulai berpacaran. 

Sampai akhirnya dia bertemu Adrian, dan itu pertama kalinya Kanaya tertarik lagi dengan lawan jenis.

“Bagaimana kabarmu, Nay?” kata Nathan membuyarkan lamunan Kanaya tentang masa lalu. 

“Saya baik, Pak.”

“Jangan bicara formal denganku kalau cuma berdua, Nay.”

Kanaya menunduk sejenak lalu mendongak melihat ke arah Nathan yang ada di depan matanya. Jarak mereka hanya beberapa meter saja, tapi Kanaya menciptakan batas sejauh mungkin dengannya. 

“Maaf saya tidak terbiasa bicara santai dengan atasan,” katanya dingin. 

Nathan mengangkat alisnya, terkejut dengan sikap Kanaya. Dia berdehem. “Tapi kita kan—”

“Kalau tidak ada yang perlu dibicarakan lagi, saya izin kembali ke meja saya Pak Nathan,” potong Kanaya cepat. 

Setelah itu Kanaya berjalan ke arah pintu. Menyisakan Nathan yang mulai paham dengan sikap Kanaya padanya. 

“Apa kau masih marah padaku?” katanya saat melihat Kanaya meraih gagang pintu. 

Kanaya berhenti sejenak, namun tak lama kemudian dia memutar pintu ruangan Nathan. Dia tak berniat menjawab pertanyaan pria itu dan langsung menghilang begitu pintu dibuka dan tertutup kembali.

Nathan menghela napas, wajahnya sendu melihat punggung Kanaya Wanita itu memperlakukannya dingin, yah itu tidak bisa dihindari karena Nathan memang bersalah. 

“Maafkan aku, Nay,” gumamnya pelan. 

***

Kanaya kembali ke meja kerjanya, dia melemparkan tubuhnya ke kursi lalu meletakkan kepalanya ke meja. 

Menggeram pelan sambil menutup matanya. “Argh!!! Kenapa harus dia yang jadi atasanku sih!” gumamnya dalam hati. 

“Kenapa kamu?” Lala mencolek badan Kanaya. 

“Menurutmu kalau aku resign gimana, La?” sahut Kanaya, mengangkat kepalanya. 

“Tiba-tiba banget resign, ada ape, neng?” 

Kanaya melihat ke arah Lala. “Capek banget kerja, tapi takut nggak punya duit.” 

Lala terkekeh. “Ya namanya juga hidup, Nay. Kamu kenapa sebenarnya, tiba-tiba bahas resign? Udah dapat suami CEO lu, sampai berani-beraninya bilang resign.”

“Boro-boro, yang kemarin aja ngilang entah kemana.” 

“Maksud kamu? Siapa yang ngilang?” Lala mulai kepo. 

Kanaya tertawa kecil, dia jelas membahas Adrian, si Husky Man. Pria yang pernah tidur dengannya semalam. “Ada deh, cowok ganteng.”

“Cowok ganteng? Jangan bilang, kamu ketemuan sama cowok yang ada di aplikasi itu?”

Kanaya mengangguk. 

“Serius? Terus gimana penampilannya? Jarang-jarang lho ada yang mau diajak ketemuan, aplikasi itukan premium abis.” Lala mulai bersemangat menginterogasi Kanaya. 

“Penampilannya, ya… dia ganteng, sopan, dan gentleman.” Kanaya mulai membayangkan Adrian.

“Ih beruntung banget kamu, Nay. Terus kalian pacaran nggak?” 

Belum sempat Kanaya menjawab, Nathan keluar dari ruangannya. 

Dia berjalan melewati meja Kanaya dan mendengar semuanya. Kanaya juga melihat Nathan, matanya bertemu dengan manik pria itu.

Tak tahan karena dilihat Nathan, Kanaya menghindar. “Aku ke toilet dulu, La.”

Di dalam toilet, dia mencuci wajahnya. Berdiam sejenak di sana sambil melihat ke arah cermin di depannya. 

Tepat setelah itu dua orang masuk ke dalam toilet, mereka saling menyapa. Dua wanita itu dari divisi lain. Kanaya menggeser tempatnya untuk memberi ruang dua wanita itu. 

Tanpa sengaja pembicaraan mereka didengar oleh Kanaya. 

“Jadi itu tadi yang namanya Pak Adrian? Ganteng ya,” ucap salah satu dari dua wanita itu.

Adrian? Kanaya mulai tertarik dengan obrolan mereka. 

“Gantenglah, terus kamu lihat yang disebelah Pak Presdir? Itu tunangannya Pak Adrian.”

“Nggak kaget sih, ceweknya cantik banget.”

“Iyalah, masak sekelas Pak Adrian dapatnya cewek biasa aja. Apalagi dia itukan anak tunggal Pak Presdir.” 

“Jadi benar ya rumornya kalau perusahaan ini akan dikelola sama Pak Adrian, anaknya Pak Presdir?”

Kanaya masih menyimak dengan serius. Adrian, Pak Presdir, tunangan? Wanita itu sangat tertarik dengan obrolan dua wanita itu, sampai mendekat ke arah mereka. Keduanya yang menyadari posisi Kanaya terlalu dekat mulai menoleh. 

Mereka akhirnya tersenyum canggung. 

Karena ketahuan kepo, akhirnya Kanaya mulai bertanya. “Kalian lagi ngomongin apa sih? Pak Adrian siapa?” tanyanya. 

“Oh, kamu belum tahu ya? Emang dari divisi mana?”

“Aku divisi Marketing,” jawab Kanaya sembari menggeleng. 

“Pantes, kalian pasti masih sibuk sama Ketua Tim baru kan. Jadi nggak dengar kabar soal ini.” 

Kanaya mengangguk. 

“Kabarnya anak Pak Presdir akan mulai bekerja jadi wakil Dirut. Namanya Pak Adrian.”

“Adrian?” ucap Kanaya mengulangi nama itu. 

Kedua wanita tadi mengangguk bersamaan. 

Mungkinkah Adrian yang itu? Tapi, soal tunangan itu bagaimana? Kalau itu benar Adrian yang itu, artinya Kanaya sudah tidur dengan tunangan orang lain.

***

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App

Pinakabagong kabanata

  • Menjadi Teman Tidur Bosku   Bab 11

    Hening. Tidak ada yang bersuara antara Kanaya ataupun Adrian. Kanaya lebih banyak diam dan menunduk di kursinya. Sedangkan, Adrian fokus menyetir. Mereka sedang perjalanan pulang, Adrian mengantar Kanaya ke kosan. Lebih tepatnya memaksa untuk mengantarkan wanita itu.Jalanan macet menambah canggung suasana di dalam mobil bersama Adrian. Kanaya menahan napasnya setiap kali Adrian mengerem mobilnya. “Ehem!” Adrian berdehem. Kanaya menoleh ke arah pria di sebelahnya. Mata mereka bertemu. “Apa kamu suka mendengarkan musik?” tanya Adrian tiba-tiba.Kanaya mengangguk. “Genre musik apa yang kamu sukai?” “Oh, saya suka mendengarkan musik pop,” Kanaya tersenyum saat menjawabnya. Setelah itu Adrian memutar lagu pop dari salah satu musisi dalam negeri. Kanaya tersenyum lebih lebar karena lagu kesukaannya yang diputar. Adrian melirik singkat ke arah Kanaya yang mulai bersenandung lirih. Sudut bibir pria itu terangkat. “Syukurlah, dia menyukainya,” batin Adrian. Setengah jam berlalu, dan

  • Menjadi Teman Tidur Bosku   Bab 10

    Langit sudah menggelap saat Kanaya berdiri di depan gedung kantornya. Kepalanya menunduk melihat kakinya sendiri. Keadaan kantor sudah hampir sepi, hanya menyisakan beberapa karyawan yang lembur di beberapa divisi. Lobi sore itu tidak banyak orang lalu lalang. Kanaya menoleh ke kanan dan kiri mencari seseorang yang ia tunggu tak kunjung datang.“Kenapa belum datang juga?” gumamnya. Dia janji bertemu dengan Adrian jam lima tepat. Tapi ini sudah lewat setengah jam dan pria itu tidak muncul juga. Apa mungkin perkataannya tadi tentang membahas pernikahan itu bohong. Mana mungkin seorang Adrian Prakasa mau menikah dengan gadis biasa seperti Kanaya. “Apa aku terlalu jauh berharap padanya?”Sesal menjalar di hati Kanaya, dia sudah terlanjur mengatakan bahwa janin yang ada di perutnya adalah milik Adrian. Bagaimana kalau pria itu berubah pikiran? Kanaya mulai menerka-nerka kemungkinan tidak datangnya Adrian.“Aku pulang saja,” katanya menyerah menunggu pria itu. Lalu melangkahkan kakinya

  • Menjadi Teman Tidur Bosku   Bab 9

    Adrian terkesiap melihat ruangan miliknya dipenuhi orang-orang, padahal dia hanya memanggil Kanaya saja ke ruangannya. Tapi, kenapa ada Pak Damar, Kepala Divisi Marketing dengan seorang pria lainnya. “Kamu siapa?” tanya Adrian menatap lurus ke arah Nathan. “Saya Nathan, Pak. Ketua Tim Marketing 1, atasan langsung Kanaya. Ada apa Pak Adrian memanggil bawahan saya? Kalau dia melakukan kesalahan dalam bekerja, saya yang akan bertanggung jawab.” jelas Nathan. Nathan berpikir kalau Adrian memanggil Kanaya karena terkait pekerjaan di kantor. Kanaya sendiri masih diam di belakang, menggigit bibir bawahnya cemas. “Ada apa ya dia memanggilku? Apa ini karena dia melihatku di rumah sakit waktu itu?” gumamnya dalam hati. Wanita itu diam di belakang Nathan dan Pak Damar. Sedangkan, Adrian memiringkan kepalanya berusaha melihat Kanaya dari tempat duduknya sekarang. “Saya hanya ada urusan dengan Nona Kanaya. Tidak ada hubungannya dengan kalian. Jadi, kalian bisa keluar dari ruangan saya,” suru

  • Menjadi Teman Tidur Bosku   Bab 8

    Kenyataan paling menyebalkan kalau kamu masih menjadi karyawan marketing biasa adalah kamu tidak boleh mengambil cuti lebih dari dua hari. Karena itu akan membuatmu kehilangan waktu untuk mencapai target penjualan. “Eungh!!!” Kanaya menguap lebar sambil merentangkan tangannya di atas ranjang. Dengan mata yang masih mengantuk dia berusaha mengangkat tubuhnya. Baru selangkah, Kanaya merasa aneh. Ada sesuatu yang mendesak keluar dari tubuhnya. “Ugh!” desisnya pelan.Reflek Kanaya menutup mulutnya. Lalu berlari ke kamar mandi dengan setengah terhuyung.Wanita itu langsung memuntahkan seluruh isi di dalam perutnya ke dalam kloset. Dia memencet tombol flush, menutup kloset dan duduk di atasnya.Napasnya memburu, hampir seisi perutnya ia keluarkan pagi itu juga. Kepalanya juga terasa pusing seketika. Dia memijat pelipisnya sesaat untuk menghilangkannya. Setelah sedikit membaik, Kanaya berdiri di depan wastafel. Memutar kran air lalu membasuh wajahnya yang terlihat pucat. Wanita itu mem

  • Menjadi Teman Tidur Bosku   Bab 7

    Kanaya membeku sempurna melihat Adrian yang berdiri di depannya dengan wajah yang serius. “K-kenapa Anda ada di sini?” tanyanya dengan suara terbata. Meski tadi Kanaya sudah melihat Adrian dengan tunangannya, dia berpura-pura tidak melihat apapun. “Kamu sendiri kenapa ada di sini?” sahutnya cepat. “Apa?” Kanaya kaget sekali diberi serangan pertanyaan seperti itu. “S-saya… Di sini… karena…” dia tidak tahu harus menjawab apa. Sampai seseorang memanggil Adrian. “Kak Adrian!” Pria itu pun menoleh ke sumber suara, begitu juga Kanaya. Reina memiringkan kepalanya melihat ke arah Kanaya, wajahnya mengerut keheranan sambil berjalan mendekat. “Dia siapa?” tanyanya saat sudah di samping Adrian. “Dia, karyawan di perusahaan,” jawab Adrian. Reina mengangguk, lalu mengaitkan lengan pada Adrian. Namun, Kanaya entah kenapa merasa sedih mendengar jawaban Adrian. “Aku baginya hanya karyawan perusahaan,” gumam Kanaya dalam hatinya. Sedih rasanya. Kenangan tentang kedekatan mereka mel

  • Menjadi Teman Tidur Bosku   Bab 6

    Suara tangisan bayi terdengar saat Adrian dan Reina membuka pintu sebuah ruangan. Di dalam ruangan itu ada sepasang suami istri dan satu wanita paruh baya di sana. Si suami sedang menggendong seorang bayi, dan istrinya masih setengah duduk di ranjang perawatan selesai melahirkan. “Adrian, kamu sudah datang, Nak?” sapa wanita paruh baya itu. Adrian tersenyum tipis. “Hai Mam, gimana keadaanmu Kak?” sahutnya sambil menyapa kakak perempuannya. “Seperti kelihatannya, aku selamat melahirkan keponakanmu.” Wanita yang berbaring tadi adalah kakak perempuan Adrian. Sheila Purnama, kakak perempuan satu-satunya Adrian. “Hai Rein, makasih ya sudah datang.” Sheila melihat ke arah wanita di sebelah adiknya. “Selamat atas kelahiran anak pertamanya Kak Sheila dan Kak Bara.” Reina memberikan sebuah kado pada Sheila. Dia melirik ke arah Bara sekilas sambil tersenyum. “Nak Reina ini, kenapa repot-repot sekali,” ujar Mama Adrian, Delina. “Nggak repot kok, Ma,” sahut Reina lalu memeluk Delina denga

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status