Zevaran mencengkeram dagu istrinya dengan keras, wajahnya tampak seperti pria bengis tak memiliki hati. "Seharusnya kamu berterima kasih! Kalau bukan aku yang menikahimu, kamu sudah mati kemarin!" cetusnya sinis. Nahla hanya mampu menutup mata dan menahan napas karena rasa takut kembali merayap di hatinya.
Dengan keras, Zevaran melepaskan cengkeramannya hingga membuat Nahla sempoyongan ke sisi lain. Tatapan pria itu tajam dan bengis. "M-maaf Tuan, tolong jangan menyiksaku juga," lirih Nahla, fisiknya terlalu lelah terus mendapatkan siksaan. "Masuk ke dalam,” titah pria itu, dengan bentakan yang begitu keras. Nahla buru-buru masuk dan mengunci diri di kamar mandi. Di sana ia meluapkan tangisnya tanpa bisa menahan suara, terdengar oleh Zevaran yang masih berdiri di balkon. Dengan frustrasi ia mengusap wajahnya. 🍁🍁🍁 Malam harinya, Nahla duduk di sudut kamar dengan mata sembab. Hatinya terasa seperti ditusuk ribuan jarum, sulit baginya menerima kehidupan yang begitu menyeramkan. Pernikahan yang di gadang bagaikan taman syurga, berubah menjadi neraka yang begitu mengerikan. "Aku tidak bisa terus di sini ...," gumamnya. Berusaha mencari celah untuk pergi, tepat sekali suaminya tengah keluar entah ke mana. Rasa takut yang menghantuinya di kehidupan saat ini, membuatnya tidak dapat berpikir dengan jernih. Ia menatap sekitar dalam mansion, lalu melangkah cepat menuju jendela ruang tamu yang tidak terlalu tinggi dari tanah. Dengan jantung gemuruh, ia membuka jendela berusaha keluar tanpa ketahuan. Hatinya berdebar saat kakinya menyentuh tanah. Ia menoleh ke kanan-kiri bagaikan maling, memastikan tidak ada yang melihatnya. Secepat kilat ia mulai berlari menuju gerbang mansion. Namun sayang, tepat saat ia hampir mencapai gerbang, sebuah cahaya sorot mobil menyilaukan pandangan wanita itu. Seorang pria bertubuh tinggi tegap, keluar dari mobil, menatap tajam wanita yang kini menjadi istrinya. "Mau ke mana kamu?" tanya Zevaran dingin. Jantung Nahla nyaris berhenti, mendapati Zevaran berdiri di antara sorot lampu mobil dengan mata yang menyala penuh amarah. Nahla mencoba berlari, tetapi Zevaran lebih cepat. Menangkap pergelangan tangan Nahla dan menyeretnya masuk ke dalam mobil. "Lepaskan! Saya ingin pulang ...." Nahla meronta sekuat tenaga. Namun, Zevaran justru semakin mencengkeramnya. "Berhenti memberontak, lunasi dulu hutang kalian. Jangan kaya maling main kabur!" Cerca Zevaran. Nahla tetap berusaha melawan, membuat Zevaran kehilangan kesabaran, pria itu melajukan kendaraannya lalu menyeret wanita itu ke dalam mansion. Sesampai di dalam kamar dengan kasar, pria itu membanting tubuh Nahla ke lantai kamar. Bruk! Tubuh Nahla terbanting dengan keras, kepalanya hampir membentur meja kerja suaminya. Zevaran menatapnya penuh amarah yang membara. "Beraninya kamu coba kabur! Apa kamu ingin membuat masalah besar!?" bentaknya. Tubuh Nahla gemetar hebat. Napasnya terasa berat, dadanya naik-turun karena ketakutan, kaku. Seperti terkena guncangan hebat. Trauma menjalari sekujur tubuhnya, baru kali ini ia melihat suaminya semarah itu. Melihat ekspresi Nahla yang pucat dengan tatapan kosongnya, Zevaran tiba-tiba terdiam. Ia dapat melihat bagaimana tubuh wanita itu bergetar hebat. Nahla perlahan mundur ke sudut kamar, memeluk lututnya sendiri. Ia tidak berani menatap suaminya. Zevaran menghela napas kasar. "Jangan pernah coba kabur lagi, Nahla. Kamu milik kami. Dan aku tidak akan membiarkanmu pergi." Nahla tetap diam. Airnya mata mengalir deras di pipinya tanpa suara. Zevaran menatapnya sekali lagi, lalu keluar dari kamar, meninggalkannya sendirian dalam ketakutan. Setelah setengah jam kepergian Zevaran, pintu kamar terbuka dengan kasar, menghantam dinding di belakangnya menggema. Nahla tersentak, jantungnya seakan berhenti berdetak ketika melihat ayah mertuanya berdiri di ambang pintu dengan wajah merah padam, matanya menyala penuh amarah. "Sini kamu!" bentaknya, suaranya menggelegar bagaikan petir. "Sepertinya aku harus menghajar mu, agar tidak berani lagi kabur dari sini!" Langkahnya secepat kilat mendekati Nahla, yang merapat ke sudut ruangan, jiwanya semakin terguncang hebat. Sebelum ia sempat menghindar, tongkat kayu di tangan pria tua itu melayang ke arah tubuhnya, menghantam punggungnya dengan keras. "Aaakkkhhh!" Nahla menjerit kesakitan. Rasa nyeri menjalar dari punggung ke seluruh tubuhnya. Akan tetapi, ayah mertuanya itu tidak berhenti begitu saja. Sabetan berikutnya mendarat di paha, di lengan, lalu perutnya. Nahla terpelanting ke lantai mengerang kesakitan, tangannya mencoba melindungi kepala, tapi tongkat itu kembali menghantamnya tanpa ampun. "Tolong ... ampun ..., saya tidak akan kabur lagi ...," isaknya, suaranya nyaris lenyap dalam kesakitan. Salma pun muncul, panik melihat keadaan Nahla yang sudah terkapar dengan tubuh penuh luka. "Ayah, hentikan! Ka.u bisa membunuhnya!" teriak Salma, berusaha menarik tangan suaminya. Namun, Tarom justru menepisnya kasar. "Diam kamu! Dia pantas mendapatkannya, anak pencuri! cuih ...," Mata pria tua itu kembali berkilat ke arah Nahla. Dengan kejamnya, ia menendang lengan Nahla begitu keras hingga tubuh wanita itu terguling ke sisi lain. "Kamu tidak akan pernah keluar dari sini, kecuali nyawamu sudah melayang!" desisnya sinis. Nahla hanya bisa meringkuk, tubuhnya menggigil hebat. Darah merembes dari sudut bibirnya, sementara seluruh tubuhnya terasa nyeri tak terperikan. Rasa sakit itu begitu luar biasa hingga kepalanya pening tak tertahankan. Akhirnya, Tarom pergi meninggalkan Nahla yang masih terkapar di lantai, nyaris mati karena siksaannya. Air mata wanita malang itu mengalir, tubuhnya bergetar menahan sakit, dan entah bagaimana, di tengah rasa nyeri yang melumpuhkan, ia tertidur dalam penderitaan yang tidak pernah ia bayangkan sebelumnya. Tepat pukul sebelas malam, Zevaran pulang dari lembur. Ia sebenarnya masih memiliki pekerjaan yang harus diselesaikan, tetapi kabar yang dikirim ibunya membuatnya segera kembali. Saat membuka pintu kamarnya, mata pria itu langsung menangkap sosok Nahla yang tertidur meringkuk di lantai. Cahaya lampu yang terang memperjelas luka-luka di tubuh istrinya. Lebam membiru menghiasi wajah istrinya, luka merah memanjang di lengan dan kakinya begitu terasa nyeri. Zevaran mendekat, menatap wajah istrinya yang pucat pasif. Tangannya terkatup erat, menahan sesuatu yang bergejolak dalam dadanya. Tanpa berkata apa-apa, ia berbalik dan melangkah keluar menuju kamar ayahnya. Dengan kasar pintu dibuka tanpa mengetuk, membuat Tarom yang sedang duduk di kursinya menoleh dengan alis berkerut. "Aku peringatkan, berhenti menyiksanya," seru Zevaran, dingin begitu menakutkan. Matanya menatap lurus ke arah pria tua itu. "Dia bukan lagi tawanan Ayah." Tarom tersenyum sinis, menepuk pundak putranya dengan tenang. "Lalu, siapa dia menurutmu?" Zevaran menatap ayahnya lekat, tanpa berkedip. "Tawananku." Ia menarik napas panjang, lalu melanjutkan dengan nada yang lebih jelas. "Dan tidak ada yang boleh menyentuh atau merusak yang menjadi milikku. Jika ada yang berhak menyiksanya, itu adalah aku." Setelah berkata demikian, Zevaran berbalik dan pergi, meninggalkan ayahnya yang tersenyum penuh arti. Bersambung."Apa betul Zulaika meninggal karena ilmu hitam?" tanya wanita setengah baya tersebut.Hamdan pun menepis pertanyaan tersebut dengan memberi penjelasan, "Zulaika mengalami kecelakaan, bukan ilmu hitam."Wanita tersebut menatap Hamdan tak percaya. "Tapi orang tuanya sendiri yang bilang, kalau Zulaika meninggal karena ilmu hitam.""Kenapa orang tua, Zulaika bisa berkata seperi itu?""Ayahnya itu mantan dukun, yang bertaubat ... Jadi dia tahu mana yang mistis mana yang tidak." Mendengar laporan tersebut, Hamdan terkesiap. Pantas saja Zulaika paham persoalan tersebut.Tak lama Zevaran dan Nahla pun datang dengan mengenakan pakaian serba hitam. Keduanya menampilkan wajah bingung, sebab rumah duka terlihat begitu sepi.Keduanya pun menghampiri Hamdan dan wanita tersebut."Kenapa sepi?" lontar Zevaran bingung."Di sini, kalau orang kema ilmu hitam, di larang melayat paling cuma bantu ngubur aja," sahutnya lagi."Maksud Ibu apa ya?""Sudahlah kalian masuk saja, mending tanya sama Bapaknya ko
Wanita tersebut menoleh ke arah Nahla, sambil menunjuk ke arah pojok ruangannya. Nahla mengikuti arah tangan wanita itu, betapa terkejutnya ia melihat sosok pocong tengah melayang di ruangan tersebut.Nahla pun menjerit-jerit sekencang mungkin, sembari berlari ke luar ruangan tersebut. Dan anehnya, ruangan tersebut tiba-tiba terkunci begitu saja. "Tolong ..., tolong ...," jerit Nahla sambil memukul pintu tersebut."ZEVARAN!" pekik Nahla saat ia melihat suaminya, melintasi ruangan tempat ia terkunci. "Zevaran, tolong aku Zevaran! Zevaran!" raung Nahla sampai menendang pintu tersebut. Namun, pria tersebut tidak mendengar panggilannya.Suara jeritan Nahla berhenti saat ia mendengar suara decitan ranjang, perlahan Nahla menoleh ke arah sumber suara. Wanita yang tadi, sudah berdiri dengan kondisi badannya basah, pakaiannya kotor, rambutnya terurai panjang sekali. "M-mbak ..., kenapa?" tanya Nahla dengan suara gemetar.Wanita tersebut mengangkat tangannya lalu menekan kedua bahu Nahla,
"Nahla, dia enggak berdiri, saat aku buang air, bahkan enggak berdiri sama sekali," seru Zevaran panik bukan kepalang, benda pusakanya yang harusnya bangkit saat buang air. Hal ini tampak begitu aneh, Zevaran membasuh diri lalu membawa Nahla kembali ke ranjang."Zevaran, kamu yang tenang dulu ..., ini pasti karena kamu kelelahan," hibur Nahla, agar suaminya tidak panik.Namun, Zevaran menepis ucapan tersebut. "Ini pasti ada sangkut pautnya sama ilmu hitam itu ..., Nahla kita harus ke temui orang yang di maksud oleh Zulaika, aku enggak mau menunggu lagi," putus Zevaran, Nahla pun mengangguk saja agar masalah ini bisa teratasi secepatnya.Malam itu saat Zevaran sudah terlelap, samar-samar Nahla mendengar sebuah ketukan di lantai. Nahla yang sudah curiga mengabaikan suara tersebut, dan menutup matanya rapat-rapat dengan keringat panas dingin.Pagi pun tiba, Nahla terbangun dengan terkejut. dirinya bermimpi, di sirami oleh seorang wanita dengan darah berwarna hitam. Bahkan mimpi itu tampa
langit yang semulanya gelap gulita, secara tiba-tiba terang dengan matahari yang ada di atas. Semacam ruangan gelap yang tiba-tiba dinyalakan lampu, keterkejutan Zevaran tidak hanya di situ. Dari arah depan tiba-tiba ada mobil yang begitu dekat dengan jarak mereka. Spontan Zevaran membanting setir ke pinggir jalan.Nahla yang tadi tertidur langsung terbangun, karena terbentur kaca pintu mobil. "Ada apa, Zevaran?" tanya Nahla panik bukan kepalang.Dengan napas memburu Zevaran mengangkat kepalanya, lalu menatap Nahla dengan sorot getir."Kita hampir saja mati," sahut Zevaran, seketika tubuh Nahla lemas, matanya menyipit menyadari dunia yang sudah terang."Perasaan aku tidur baru aja, kenapa tiba-tiba sudah siang?""Aku juga enggak paham, intinya kita harus segera temui Hamdan," ucap Zevaran kembali menjalankan mobilnya.Singkat waktu, mereka pun sampai di rumah baru yang cukup besar. Nahla sedikit bingung mengapa mereka tinggal di ujung kota, bahkan sangat jauh dari perusahaan suaminy
Di tengah kepanikan Zevaran, Ki Sembat berlari menghampirinya lalu segera menuntaskan ritual tumbal tersebut. Bertepatan dengan itu, suara jeritan Nahla terdengar melengking dari dalam mobil.“Cepat, selamatkan istrimu,” titah Ki Sembat seraya meneteskan darah ayam di sepanjang gapura.Zevaran pun berlari sekencang nya, lalu membuka pintu mobil. Namun, di dalam mobil itu bukan hanya Nahla. Sosok menyeramkan tengah melilitkan rambutnya ke leher istrinya mencekiknya kuat-kuat. Nahla tampak begitu kesakitan.Zevaran langsung menarik Nahla keluar. Spontan sosok itu menjerit, matanya menatap Zevaran tajam dengan mata nyaris terlepas dari wadahnya. Pemandangan itu membuat suasana mencekam. Bukan hanya Zevaran yang melihat, para warga sekitar yang berkumpul pun menyaksikan penampakan tersebut. Salah seorang warga spontan turun tangan, mengambil papan dan memukul badan mobil Zevaran dengan keras. Sosok itu pun akhirnya menghilang.Nahla dan Zevaran kemudian dibawa kembali ke rumah Ki Sembat.
"Mas ... Mas ..., buka pintunya," tegur warga di luar sana, mengetuk kaca mobil. Zevaran pun tersentak langsung menatap ke arah warga di luar, masih dalam keadaan ling-lung dia buka pintu mobil tersebut.Zevaran pun di papah menuju warung pinggir jalan, saat salah satu warga menepuk bahu pria itu, seketika Zevaran tersentak seakan ia baru saja tersadar. Dengan rasa bingung juga panik ia mencari keberadaan istrinya."Istri saya mana?" lontar Zevaran spontan.Warga sekitar saling pandang, salah satu di antara mereka berkata, "Istri? Sampean sendirian Mas, enggak ada wanita di dalam mobil."Mendengar itu, Zevaran pun panik bukan kepalang langsung berdiri. Bahkan saat ia berlari tubuhnya sempat limbung, langsung di tolong oleh warga."Mas istirahat saja dulu, tidak ada istri sampean di dalam," kata warga di sana.Zevaran masih tidak percaya, di meminta untuk di antar ke mobil. Dengan mata kepalanya sendiri bangku di samping kemudi itu kosong.Di mana kah Nahla?Singkat waktu, Zevaran yang