Beranda / Romansa / Menjadi Wanita Impian Tuan. / Bukan Wanita Tawanan Ayah.

Share

Bukan Wanita Tawanan Ayah.

Penulis: Author Shira
last update Terakhir Diperbarui: 2025-04-30 23:52:56

Zevaran mencengkeram dagu istrinya dengan keras, wajahnya tampak seperti pria bengis tak memiliki hati. "Seharusnya kamu berterima kasih! Kalau bukan aku yang menikahimu, kamu sudah mati kemarin!" cetusnya sinis. Nahla hanya mampu menutup mata dan menahan napas karena rasa takut kembali merayap di hatinya.

Dengan keras, Zevaran melepaskan cengkeramannya hingga membuat Nahla sempoyongan ke sisi lain. Tatapan pria itu tajam dan bengis.

"M-maaf Tuan, tolong jangan menyiksaku juga," lirih Nahla, fisiknya terlalu lelah terus mendapatkan siksaan.

"Masuk ke dalam,” titah pria itu, dengan bentakan yang begitu keras.

Nahla buru-buru masuk dan mengunci diri di kamar mandi. Di sana ia meluapkan tangisnya tanpa bisa menahan suara, terdengar oleh Zevaran yang masih berdiri di balkon. Dengan frustrasi ia mengusap wajahnya.

🍁🍁🍁

Malam harinya, Nahla duduk di sudut kamar dengan mata sembab. Hatinya terasa seperti ditusuk ribuan jarum, sulit baginya menerima kehidupan yang begitu menyeramkan. Pernikahan yang di gadang bagaikan taman syurga, berubah menjadi neraka yang begitu mengerikan.

"Aku tidak bisa terus di sini ...," gumamnya. Berusaha mencari celah untuk pergi, tepat sekali suaminya tengah keluar entah ke mana.

Rasa takut yang menghantuinya di kehidupan saat ini, membuatnya tidak dapat berpikir dengan jernih. Ia menatap sekitar dalam mansion, lalu melangkah cepat menuju jendela ruang tamu yang tidak terlalu tinggi dari tanah. Dengan jantung gemuruh, ia membuka jendela berusaha keluar tanpa ketahuan.

Hatinya berdebar saat kakinya menyentuh tanah. Ia menoleh ke kanan-kiri bagaikan maling, memastikan tidak ada yang melihatnya. Secepat kilat ia mulai berlari menuju gerbang mansion.

Namun sayang, tepat saat ia hampir mencapai gerbang, sebuah cahaya sorot mobil menyilaukan pandangan wanita itu.

Seorang pria bertubuh tinggi tegap, keluar dari mobil, menatap tajam wanita yang kini menjadi istrinya.

"Mau ke mana kamu?" tanya Zevaran dingin.

Jantung Nahla nyaris berhenti, mendapati Zevaran berdiri di antara sorot lampu mobil dengan mata yang menyala penuh amarah.

Nahla mencoba berlari, tetapi Zevaran lebih cepat. Menangkap pergelangan tangan Nahla dan menyeretnya masuk ke dalam mobil.

"Lepaskan! Saya ingin pulang ...." Nahla meronta sekuat tenaga.

Namun, Zevaran justru semakin mencengkeramnya. "Berhenti memberontak, lunasi dulu hutang kalian. Jangan kaya maling main kabur!" Cerca Zevaran.

Nahla tetap berusaha melawan, membuat Zevaran kehilangan kesabaran, pria itu melajukan kendaraannya lalu menyeret wanita itu ke dalam mansion. Sesampai di dalam kamar dengan kasar, pria itu membanting tubuh Nahla ke lantai kamar.

Bruk!

Tubuh Nahla terbanting dengan keras, kepalanya hampir membentur meja kerja suaminya.

Zevaran menatapnya penuh amarah yang membara. "Beraninya kamu coba kabur! Apa kamu ingin membuat masalah besar!?" bentaknya.

Tubuh Nahla gemetar hebat. Napasnya terasa berat, dadanya naik-turun karena ketakutan, kaku. Seperti terkena guncangan hebat. Trauma menjalari sekujur tubuhnya, baru kali ini ia melihat suaminya semarah itu.

Melihat ekspresi Nahla yang pucat dengan tatapan kosongnya, Zevaran tiba-tiba terdiam. Ia dapat melihat bagaimana tubuh wanita itu bergetar hebat.

Nahla perlahan mundur ke sudut kamar, memeluk lututnya sendiri. Ia tidak berani menatap suaminya.

Zevaran menghela napas kasar. "Jangan pernah coba kabur lagi, Nahla. Kamu milik kami. Dan aku tidak akan membiarkanmu pergi."

Nahla tetap diam. Airnya mata mengalir deras di pipinya tanpa suara.

Zevaran menatapnya sekali lagi, lalu keluar dari kamar, meninggalkannya sendirian dalam ketakutan.

Setelah setengah jam kepergian Zevaran, pintu kamar terbuka dengan kasar, menghantam dinding di belakangnya menggema. Nahla tersentak, jantungnya seakan berhenti berdetak ketika melihat ayah mertuanya berdiri di ambang pintu dengan wajah merah padam, matanya menyala penuh amarah.

"Sini kamu!" bentaknya, suaranya menggelegar bagaikan petir. "Sepertinya aku harus menghajar mu, agar tidak berani lagi kabur dari sini!"

Langkahnya secepat kilat mendekati Nahla, yang merapat ke sudut ruangan, jiwanya semakin terguncang hebat. Sebelum ia sempat menghindar, tongkat kayu di tangan pria tua itu melayang ke arah tubuhnya, menghantam punggungnya dengan keras.

"Aaakkkhhh!" Nahla menjerit kesakitan. Rasa nyeri menjalar dari punggung ke seluruh tubuhnya. Akan tetapi, ayah mertuanya itu tidak berhenti begitu saja.

Sabetan berikutnya mendarat di paha, di lengan, lalu perutnya. Nahla terpelanting ke lantai mengerang kesakitan, tangannya mencoba melindungi kepala, tapi tongkat itu kembali menghantamnya tanpa ampun.

"Tolong ... ampun ..., saya tidak akan kabur lagi ...," isaknya, suaranya nyaris lenyap dalam kesakitan.

Salma pun muncul, panik melihat keadaan Nahla yang sudah terkapar dengan tubuh penuh luka.

"Ayah, hentikan! Ka.u bisa membunuhnya!" teriak Salma, berusaha menarik tangan suaminya.

Namun, Tarom justru menepisnya kasar. "Diam kamu! Dia pantas mendapatkannya, anak pencuri! cuih ...,"

Mata pria tua itu kembali berkilat ke arah Nahla. Dengan kejamnya, ia menendang lengan Nahla begitu keras hingga tubuh wanita itu terguling ke sisi lain.

"Kamu tidak akan pernah keluar dari sini, kecuali nyawamu sudah melayang!" desisnya sinis.

Nahla hanya bisa meringkuk, tubuhnya menggigil hebat. Darah merembes dari sudut bibirnya, sementara seluruh tubuhnya terasa nyeri tak terperikan. Rasa sakit itu begitu luar biasa hingga kepalanya pening tak tertahankan.

Akhirnya, Tarom pergi meninggalkan Nahla yang masih terkapar di lantai, nyaris mati karena siksaannya. Air mata wanita malang itu mengalir, tubuhnya bergetar menahan sakit, dan entah bagaimana, di tengah rasa nyeri yang melumpuhkan, ia tertidur dalam penderitaan yang tidak pernah ia bayangkan sebelumnya.

Tepat pukul sebelas malam, Zevaran pulang dari lembur. Ia sebenarnya masih memiliki pekerjaan yang harus diselesaikan, tetapi kabar yang dikirim ibunya membuatnya segera kembali.

Saat membuka pintu kamarnya, mata pria itu langsung menangkap sosok Nahla yang tertidur meringkuk di lantai. Cahaya lampu yang terang memperjelas luka-luka di tubuh istrinya. Lebam membiru menghiasi wajah istrinya, luka merah memanjang di lengan dan kakinya begitu terasa nyeri.

Zevaran mendekat, menatap wajah istrinya yang pucat pasif. Tangannya terkatup erat, menahan sesuatu yang bergejolak dalam dadanya.

Tanpa berkata apa-apa, ia berbalik dan melangkah keluar menuju kamar ayahnya.

Dengan kasar pintu dibuka tanpa mengetuk, membuat Tarom yang sedang duduk di kursinya menoleh dengan alis berkerut.

"Aku peringatkan, berhenti menyiksanya," seru Zevaran, dingin begitu menakutkan. Matanya menatap lurus ke arah pria tua itu. "Dia bukan lagi tawanan Ayah."

Tarom tersenyum sinis, menepuk pundak putranya dengan tenang. "Lalu, siapa dia menurutmu?"

Zevaran menatap ayahnya lekat, tanpa berkedip. "Tawananku."

Ia menarik napas panjang, lalu melanjutkan dengan nada yang lebih jelas. "Dan tidak ada yang boleh menyentuh atau merusak yang menjadi milikku. Jika ada yang berhak menyiksanya, itu adalah aku."

Setelah berkata demikian, Zevaran berbalik dan pergi, meninggalkan ayahnya yang tersenyum penuh arti.

Bersambung.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Menjadi Wanita Impian Tuan.   Kebencian Di Hati Nahla.

    Sesampainya di rumah, ia tak lagi sanggup menahan beban di dadanya, air mata jatuh mewakili isi hati, segalanya tentang Zevaran kini terasa seperti sandiwara yang kejam, kecupan pura-pura, janji manis yang tiada arti, dan terakhir, seorang wanita yang ia hamili tanpa takut.“Nahla, sudahlah ... berhenti tangisi pria itu,” ucap Sinta, merasa kasihan pada putrinya.Suara ibunya lembut nan hangat, bagaikan selimut tipis yang ditarik di malam begitu dingin menusuk. Namun, tetap tak mampu meredam kekecewaan di dada putrinya.“Nahla, kecewa, Bu ..., Aku pikir Zevaran ke mana? Tidak pernah muncul saat aku di rumah sakit, ternyata dia meninggalkan aku begitu saja demi wanita yang amat ia cintai,” lirih Nahla, tersedu-sedu.Sinta merangkul putrinya seperti hendak menjahit kembali hati yang terobek.“Nak, pria memang seperti itu. Meski sudah beristri ..., jauh di dalam hati mereka masih mencintai wanita yang sama. Karena cinta dan sayang mereka telah habis dengan orang yang pertama.”Kata-kat

  • Menjadi Wanita Impian Tuan.   Nahla kecewa.

     Merasa diperhatikan oleh Nahla, Alex menatap balik wanita itu. Sorot matanya yang sedikit menyipit, justru semakin menambah aura ketampanannya.“Silakan dimakan,” ucap Alex, membuyarkan lamunan wanita di depannya.“Terima kasih,” sahut Nahla singkat, lalu mulai menyantap makanan di hadapannya dengan lahap.Dari sudut lorong ruangan, Alex memberi perintah pada salah satu anak buahnya untuk memotret mereka yang tengah makan malam. Tak lama, foto itu pun dikirimkan langsung ke ponsel Zevaran.Usai makan malam, Nahla menghampiri Alex yang sedang bersantai di ruang tengah.“Tuan, maaf saya mengganggu waktu santai Anda,” ucap Nahla dengan nada gugup.“Tidak masalah. Duduklah,” ujar Alex sambil menepuk sofa di sampingnya.Namun, Nahla memilih duduk di sofa lain yang berhadapan dengannya. Dengan usaha keras.ia menyampaikan maksud kedatangannya.“Saya tidak ingin menjadi beban. Jika Tuan memiliki lowongan pekerjaan

  • Menjadi Wanita Impian Tuan.   Pertolongan Dari Alex

    “Bang, stop dulu ... Ibu kecapean,” pinta Nahla sambil memapah ibunya yang mulai lemas.“Kita enggak bisa berhenti di sini. Gimana kalau anak buah Tarom nangkap kita? Mereka pasti langsung bunuh kita!” sahut Dawin, mengusap rambutnya dengan frustrasi.“Tapi kasihan Ibu ... Aku juga udah enggak kuat lagi lari. Perut aku masih sakit,” lirih Nahla sambil meremas perutnya. Wajahnya mulai pucat menahan nyeri.“Yaudah, kita nimbrung di sana,” ujar Dawin akhirnya, menunjuk ke arah sebuah tempat yang tampak agak sedikit ramai.Ketiganya duduk di antara keramaian masyarakat yang berlalu-lalang. Lelah akibat berlari di bawah terik matahari membuat tenggorokan mereka terasa kering seperti terbakar. Setiap kali melihat orang yang tengah meminum sesuatu, mereka hanya bisa menatap dengan napas tersengal-sengal.“Ada uang enggak?” tanya Nahla pelan.“Enggak ada, lah!” sahut Dawin dengan nada sewot.Nahla menghela napas lelah. Wajah ketiganya tampak cemberut di tengah hiruk-pikuk kota.“Kalian tingg

  • Menjadi Wanita Impian Tuan.   Mereka Kabur.

    “Bagaimana kamu bisa ada di sini?” tanya Zevaran, menatap bingung Jenny yang berada dalam dekapannya.“Ceritanya panjang, aku akan jelaskan nanti ... Tolong, bawa aku pergi dari sini. Aku takut dengan pria itu,” bisik Jenny dengan tubuh terguncang ketakutan.Tanpa banyak tanya, Zevaran segera membawanya pergi menuju sebuah hotel di kota tersebut.Setibanya di sana, Jenny terus memeluk Zevaran. Ia bahkan enggan berpisah sebentar dari pria itu.“Kamu aman di sini, Jenny. Anak buahku berjaga di sekitar hotel, jadi kamu tidak perlu seperti ini terus,” ucap Zevaran, mencoba menenangkan sambil perlahan melepaskan pelukan Jenny. Wanita itu pun perlahan mundur, meski masih terlihat takut.Zevaran menarik napas panjang. Perasaannya campur aduk, antara masa lalu yang kembali dan masa depan yang tengah ia perjuangkan.“Sekarang, ceritakan padaku. Apa yang sebenarnya terjadi?” tanya Zevaran sembari duduk di sisi Jenny.Jenny mulai bercerita. Katanya, saat pulang dari belanja, ia menemukan seoran

  • Menjadi Wanita Impian Tuan.   Ternyata Mafia itu Adalah.

    “Kalian tinggal di sini,” tukas Zulaika, sambil membuka pintu apartemen.Tiga pasang mata di belakangnya langsung menyapu seisi ruangan yang tampak asing dan sunyi itu.Dawin melangkah maju. “Kamu siapa? Dan apa tujuanmu membawa kami ke sini?” tanyanya curiga.Zulaika menepis genggaman Dawin, lalu mendorong pria itu menjauh.“Tidak ada perintahku menjawab pertanyaanmu,” sahut wanita itu dingin. “Masuk!” titahnya.“Enggak mau!” tolak Nahla tegas.“Bagus. Kalau kalian tidak nurut, aku tinggal lapor ke bosku. Siap-siap saja nyawa kalian melayang,” ancam Zulaika dengan nada tajam, membuat Santi gemetar ketakutan.“Ayo, kita turuti saja mereka,” bisik Santi sembari menerobos masuk. Ketakutan semakin mencekam, seolah mereka tengah melangkah ke dalam lubang buaya.Zulaika tersenyum sinis sebelum menutup dan mengunci pintu dari luar.“B*jingan! Kita dianggap seperti manusia tak berguna!” dengus Dawin, mengepalkan tangannya penuh amarah. “Awas saja kamu, Pak! Akan kucari dan kau akan membayar

  • Menjadi Wanita Impian Tuan.   Ini Di mana?

    “Nahla, yang sabar ya?” tukas Salma, menggenggam lengan sang menantu. Wanita itu masih menangis sesenggukan.“Mana Zevaran, Ma!” tanya Nahla dengan suara sumbang. Matanya menelisik, mencari sang suami.Salma menggeleng lesu. Tangan halusnya mengusap rambut Nahla.“Tenangkan dirimu, ya. Zevaran sedang keluar sebentar.”Nahla hanya mengangguk. Hatinya begitu hancur kehilangan sosok yang amat ia nantikan dalam hidupnya. Bayang-bayang kebersamaan dengan sang anak pun runtuh dalam satu waktu.“Kenapa hidup Nahla sesial ini, Ma?” racau Nahla. “Menjadi wanita tawanan, dinikahi secara paksa, disiksa, kehilangan anak. Dan banyak lagi! Apa Tuhan tidak menyayangiku?” rutuknya dalam tangis yang menggema.“Enggak, Nahla ... Ini semua kesalahan orang tuamu. Jangan pernah merendahkan dirimu sendiri,” nasihat Salma sambil memeluk sang menantu. Keduanya menangis, mengisi udara dalam ruangan itu.Setiap waktunya, Nahla menunggu kedatangan Zevaran. Berharap pria itu memeluknya dengan hangat.“Ma, Zevara

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status