Dunia Nahla si gadis lugu, seketika runtuh saat kakak kandungnya sendiri dengan suka rela menyerahkan dirinya kepada Tuan Tarom sebagai jaminan hutang yang ditinggalkan ayahnya. Nahla pikir penderitaannya cukup sampai disitu. Namun, kenyataannta Nahla kembali dibuat hancur saat dipaksa menikah dengan anak dari Tuan Tarom, sebagai pengganti tunangan anaknya yang menghilang secara tiba-tiba. Lalu, sosok seperti apa anak Tuan Tarom tersebut? Apakah pria itu akan membawa Nahla menuju kebahagiaan? Atau bahkan sebaliknya?
View More“Ampun, Kak! Berhenti menyiksaku,” raung Nahla menahan sakit, sesekali Nahla menahan napas akibat sakit luar biasa yang ia dapati.
Wanita itu meringkuk dengan tangan dan lutut yang mengucurkan darah segar. Wanita malang itu menerima kekerasan hebat dari kakaknya, Dawin. "Sudah aku bilang, kamu harus turuti perintahku, Nahla. Aku pasti berhenti menyiksamu?" cetus Dawin dengan seringai jahat, hanya dengan cara seperti inilah ia bisa membuat adiknya menyerah. Sinta, sang ibu, berusaha menghalangi putranya. Jeritan dan tangisan kedua wanita itu tidak lagi ia pedulikan. "Dawin, berhenti! Dia adikmu!" Sedangkan Nahla meringis menahan perih yang menyiksa sekujur tubuhnya. Ia menatap Dawin dengan tatapan sayu, kehabisan tenaga akibat penderitaan yang dialaminya. "Kenapa harus aku, Kak? Kita masih bisa kerja keras untuk melunasi hutang itu," lirih Nahla dengan air mata mengalir deras di pipinya. Dawin mendesis sinis. "Kapan? Uang hasil kerja saja hanya cukup untuk sehari-hari. Hanya kamu jalan keluarnya!" tegas Dawin dengan suara menggema. "Kalau kamu menolak, kita semua mati dikejar hutang! Kamu mau lihat Ibu dan aku mati berdiri?" dengus Dawin. Pria itu telah berusaha sekuat tenaga, banting tulang demi melunasi utang ayah mereka. Tapi hasilnya tidak seberapa, setiap usahanya seperti menggali lubang di tengah badai. Hari-hari dihantui oleh anak buah Tuan Tarom, datang hampir setiap hari menagih dengan wajah garang, selalu mengancam, tanpa sedikit pun memiliki belas kasihan Dawin yang putus asa, kehabisan akal. Menemui Tuan Tarom saat mengetahui putra pria tua itu. Mendapatkan masalah besar, yang bisa saja menghancurkan reputasi nama baiknya, meminta kesepakatan dengan menyerahkan Nahla sebagai tebusan agar utang tersebut dapat terlunasi. Namun, niatnya tidak semudah yang ia pikirkan. Meskipun Nahla tumbuh menjadi wanita penurut, dia masih berani menolak ide gila itu. Sampai akhirnya, Dawin melakukan hal tak terduga. Seakan membuat dunia sang adik terasa seperti menelan pil pahit, sangat menyakitkan. Nahla yang menolak mentah-mentah, membuat Dawin geram dan begitu terdesak karena ia telah terlanjur berjanji. Jika gagal Tarom akan menambah jumlah hutang mereka. "Aku tidak akan menjadi bagian dari keluarga mereka, Kak! Aku mohon, jangan serahkan aku!" seru Nahla histeris. Plak! Sebuah tamparan keras kembali mendarat di wajah Nahla rasa panas di pipinya, tidak sebanding dengan rasa sakit yang saat ini tubuhnya terima. Kasarnya perlakuan Dawin, membuat Sinta meras pusing dan mual. Kembali pria itu mendesak adiknya. "Berani kamu menolak! Aku enggak akan memberimu ampunan" bentak Dawin, menghajar tubuh adiknya tanpa peduli pada raungan yang keluar dari mulut Nahla 'Aku harus apa? Tuhan," batin Nahla Sinta jatuh terduduk, tubuhnya melemah. "Lebih baik kita mati gantung diri bersama daripada menyerahkan Nahla ke keluarga itu," isaknya putus asa. Dawin menggeram frustasi. "Jangan bodoh, Bu! Kita harus menyerahkan Nahla! Ini kesempatan untuk kita, karena anak Tuan Terom yang ingi menikah, calon istrinya kabur. Hanya dengan begitu kita bisa terbebas dari hutang ini!" "Menikah dengan siapa pun, di keluarga mereka tetap bukan pilihan!" pekik Sinta dengan mata terbelalak tajam. Nahla merasa dunia seakan runtuh menimpanya. Ia tidak mengenal siapa anak Tuan Tarom. Bagaimana jika pria itu sama buruknya dengan ayahnya? Bagaimana jika hidupnya berubah menjadi lebih mengerikan? Dawin menarik paksa tangan adiknya. "Dua miliar, Nahla! Itu bukan uang receh! Aku sudah mencoba segala cara, bahkan hampir mati dihajar orang gara-gara ini! Sekarang aku mohon, Nahla, lakukan ini untuk keluarga kita!" Nahla menatap ibunya berharap pembelaan, tetapi yang ia lihat hanyalah sosok wanita tua yang rapuh dan kehabisan daya untuk melawan. "Ibu, tolong aku," lirihnya, tetapi sang ibu tetap diam. "Turuti saja, Nahla. Mungkin ini saatnya kita terbebas dari hutang ini," putus Sinta akhirnya menyerah. Nahla menatap ibunya dengan penuh kecewa. Kali ini ia harus berjuang seorang diri untuk kebebasannya. "Tega sekali kalian, jahat, tidak punya hati!" cetus Nahla kecewa. Dawin yang kehilangan kesabaran menarik rambut adiknya dan kembali menamparnya berkali-kali hingga tubuh Nahla tak lagi berdaya. "Adik sialan! Tidak berguna!" maki Dawin, melayangkan tendangan terakhir ke tubuh adiknya. "Nahla, ibu beri pilihan. Kamu memilih menikah dengan anak Tuan Tarom atau melihat ibu mati karena hutang?" tukas Sinta. Nahla menatap ibunya dengan gamang. "Itu bukan pilihan, Bu." "Pilih yang mana? Jika kamu menolak, baiklah! Lebih baik ibu mati hari ini agar tenang dari hutang." Sinta berjalan menuju dapur, tangannya gemetar menggenggam benda tajam yang siap menembus tubuhnya. "Iya, Bu! Iya ..., aku akan menikah dengan pria itu, tapi Ibu jangan lakukan ini! Dosa, Bu!" seru Nahla di tengah tangisnya. Sinta merasakan gemetar tubuh putrinya yang memeluknya erat. Mendengar hal itu, Dawin langsung menghubungi anak buah Tarom untuk menjemput Nahla. Sementara Nahla hanya diam pasrah, menunggu jemputan yang akan membawa hidupnya ke arah yang entah bagaimana. Tak lama, beberapa pria berseragam hitam datang. Mereka adalah anak buah Pak Tarom. Salah satu dari mereka melemparkan sekantong uang ke lantai. "Lima puluh juta, sebagai bonus. Harga adikmu," ucap pria itu datar. Dawin memungutnya dengan wajah semringah. Nahla hanya bisa menangis saat mereka menyeretnya pergi, meninggalkan rumahnya, meninggalkan hidupnya yang tenang. Sepanjang jalan, Nahla menangis tanpa henti membayangkan nasibnya yang penuh penderitaan. Tak lama, mobil mewah itu berhenti di depan istana megah milik Pak Tarom. Dalam tawanan para pria berseragam, Nahla melangkah masuk dengan jantung berdebar hebat, merasakan aura kekejaman yang menyelimuti rumah tersebut. "Tunggu sebentar," bisik seorang pelayan pada pria berseragam itu sebelum masuk ke dalam ruangan. Tak lama, seorang pria tua dengan karisma yang begitu kuat muncul menghampiri Nahla dengan tongkat di tangannya. "Apa kamu yang bernama Nahla?" ucapnya dengan suara bariton. "I-iya, Tuan," jawab Nahla gugup. "Kamu pasti tahu kenapa kamu ada di sini?" "Iya, Tuan." "Bawa dia ke kamarnya," perintah pria tua itu. Seorang pelayan membawa Nahla dengan paksa menuju sebuah kamar dan mengurungnya di dalam. 🍁🍁🍁 Di tempat lain, Zevaran, anak Tuan Tarom, duduk di kursi kebesarannya dengan wajah dingin. Ia masih sulit menerima kenyataan bahwa calon istrinya telah melarikan diri. "Tuan, ayah Anda meminta Anda segera pulang," ujar sekretarisnya. Zevaran menghela napas panjang, lalu bangkit dengan perasaan enggan. Setengah jam kemudian, ia tiba di rumah mewah hanya untuk mendengar keinginan ayahnya yang mengejutkan. "Pernikahanmu tetap harus berlangsung," tukas Tarom tiba-tiba. "Jangan bercanda, Ayah!" Zevaran mendengus sinis. "Aku tengah sakit hati, tidak ingin bercanda!" Pak Tarom mengukir senyum smirk. "Bawa dia kemari. Bersambung.Sesampainya di rumah, ia tak lagi sanggup menahan beban di dadanya, air mata jatuh mewakili isi hati, segalanya tentang Zevaran kini terasa seperti sandiwara yang kejam, kecupan pura-pura, janji manis yang tiada arti, dan terakhir, seorang wanita yang ia hamili tanpa takut.“Nahla, sudahlah ... berhenti tangisi pria itu,” ucap Sinta, merasa kasihan pada putrinya.Suara ibunya lembut nan hangat, bagaikan selimut tipis yang ditarik di malam begitu dingin menusuk. Namun, tetap tak mampu meredam kekecewaan di dada putrinya.“Nahla, kecewa, Bu ..., Aku pikir Zevaran ke mana? Tidak pernah muncul saat aku di rumah sakit, ternyata dia meninggalkan aku begitu saja demi wanita yang amat ia cintai,” lirih Nahla, tersedu-sedu.Sinta merangkul putrinya seperti hendak menjahit kembali hati yang terobek.“Nak, pria memang seperti itu. Meski sudah beristri ..., jauh di dalam hati mereka masih mencintai wanita yang sama. Karena cinta dan sayang mereka telah habis dengan orang yang pertama.”Kata-kat
Merasa diperhatikan oleh Nahla, Alex menatap balik wanita itu. Sorot matanya yang sedikit menyipit, justru semakin menambah aura ketampanannya.“Silakan dimakan,” ucap Alex, membuyarkan lamunan wanita di depannya.“Terima kasih,” sahut Nahla singkat, lalu mulai menyantap makanan di hadapannya dengan lahap.Dari sudut lorong ruangan, Alex memberi perintah pada salah satu anak buahnya untuk memotret mereka yang tengah makan malam. Tak lama, foto itu pun dikirimkan langsung ke ponsel Zevaran.Usai makan malam, Nahla menghampiri Alex yang sedang bersantai di ruang tengah.“Tuan, maaf saya mengganggu waktu santai Anda,” ucap Nahla dengan nada gugup.“Tidak masalah. Duduklah,” ujar Alex sambil menepuk sofa di sampingnya.Namun, Nahla memilih duduk di sofa lain yang berhadapan dengannya. Dengan usaha keras.ia menyampaikan maksud kedatangannya.“Saya tidak ingin menjadi beban. Jika Tuan memiliki lowongan pekerjaan
“Bang, stop dulu ... Ibu kecapean,” pinta Nahla sambil memapah ibunya yang mulai lemas.“Kita enggak bisa berhenti di sini. Gimana kalau anak buah Tarom nangkap kita? Mereka pasti langsung bunuh kita!” sahut Dawin, mengusap rambutnya dengan frustrasi.“Tapi kasihan Ibu ... Aku juga udah enggak kuat lagi lari. Perut aku masih sakit,” lirih Nahla sambil meremas perutnya. Wajahnya mulai pucat menahan nyeri.“Yaudah, kita nimbrung di sana,” ujar Dawin akhirnya, menunjuk ke arah sebuah tempat yang tampak agak sedikit ramai.Ketiganya duduk di antara keramaian masyarakat yang berlalu-lalang. Lelah akibat berlari di bawah terik matahari membuat tenggorokan mereka terasa kering seperti terbakar. Setiap kali melihat orang yang tengah meminum sesuatu, mereka hanya bisa menatap dengan napas tersengal-sengal.“Ada uang enggak?” tanya Nahla pelan.“Enggak ada, lah!” sahut Dawin dengan nada sewot.Nahla menghela napas lelah. Wajah ketiganya tampak cemberut di tengah hiruk-pikuk kota.“Kalian tingg
“Bagaimana kamu bisa ada di sini?” tanya Zevaran, menatap bingung Jenny yang berada dalam dekapannya.“Ceritanya panjang, aku akan jelaskan nanti ... Tolong, bawa aku pergi dari sini. Aku takut dengan pria itu,” bisik Jenny dengan tubuh terguncang ketakutan.Tanpa banyak tanya, Zevaran segera membawanya pergi menuju sebuah hotel di kota tersebut.Setibanya di sana, Jenny terus memeluk Zevaran. Ia bahkan enggan berpisah sebentar dari pria itu.“Kamu aman di sini, Jenny. Anak buahku berjaga di sekitar hotel, jadi kamu tidak perlu seperti ini terus,” ucap Zevaran, mencoba menenangkan sambil perlahan melepaskan pelukan Jenny. Wanita itu pun perlahan mundur, meski masih terlihat takut.Zevaran menarik napas panjang. Perasaannya campur aduk, antara masa lalu yang kembali dan masa depan yang tengah ia perjuangkan.“Sekarang, ceritakan padaku. Apa yang sebenarnya terjadi?” tanya Zevaran sembari duduk di sisi Jenny.Jenny mulai bercerita. Katanya, saat pulang dari belanja, ia menemukan seoran
“Kalian tinggal di sini,” tukas Zulaika, sambil membuka pintu apartemen.Tiga pasang mata di belakangnya langsung menyapu seisi ruangan yang tampak asing dan sunyi itu.Dawin melangkah maju. “Kamu siapa? Dan apa tujuanmu membawa kami ke sini?” tanyanya curiga.Zulaika menepis genggaman Dawin, lalu mendorong pria itu menjauh.“Tidak ada perintahku menjawab pertanyaanmu,” sahut wanita itu dingin. “Masuk!” titahnya.“Enggak mau!” tolak Nahla tegas.“Bagus. Kalau kalian tidak nurut, aku tinggal lapor ke bosku. Siap-siap saja nyawa kalian melayang,” ancam Zulaika dengan nada tajam, membuat Santi gemetar ketakutan.“Ayo, kita turuti saja mereka,” bisik Santi sembari menerobos masuk. Ketakutan semakin mencekam, seolah mereka tengah melangkah ke dalam lubang buaya.Zulaika tersenyum sinis sebelum menutup dan mengunci pintu dari luar.“B*jingan! Kita dianggap seperti manusia tak berguna!” dengus Dawin, mengepalkan tangannya penuh amarah. “Awas saja kamu, Pak! Akan kucari dan kau akan membayar
“Nahla, yang sabar ya?” tukas Salma, menggenggam lengan sang menantu. Wanita itu masih menangis sesenggukan.“Mana Zevaran, Ma!” tanya Nahla dengan suara sumbang. Matanya menelisik, mencari sang suami.Salma menggeleng lesu. Tangan halusnya mengusap rambut Nahla.“Tenangkan dirimu, ya. Zevaran sedang keluar sebentar.”Nahla hanya mengangguk. Hatinya begitu hancur kehilangan sosok yang amat ia nantikan dalam hidupnya. Bayang-bayang kebersamaan dengan sang anak pun runtuh dalam satu waktu.“Kenapa hidup Nahla sesial ini, Ma?” racau Nahla. “Menjadi wanita tawanan, dinikahi secara paksa, disiksa, kehilangan anak. Dan banyak lagi! Apa Tuhan tidak menyayangiku?” rutuknya dalam tangis yang menggema.“Enggak, Nahla ... Ini semua kesalahan orang tuamu. Jangan pernah merendahkan dirimu sendiri,” nasihat Salma sambil memeluk sang menantu. Keduanya menangis, mengisi udara dalam ruangan itu.Setiap waktunya, Nahla menunggu kedatangan Zevaran. Berharap pria itu memeluknya dengan hangat.“Ma, Zevara
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments