Share

Bab 5—MAS

last update Last Updated: 2025-03-02 17:15:32

Jelas sekali di mata mereka, ini bukan pertanyaan karena mereka tidak mengetahui apa yang terjadi sebenarnya tadi malam, melainkan sebuah agenda konfirmasi untuk menguji kejujuran.

Vemilla mengerjap, dia terkesiap hebat mendengar pekikan sang mama, bola mata yang tenang itu tergambar rasa takut, mendalam, hatinya teriris oleh tatapan mengerikan itu.

"Ma ..., ada apa? Illa gak tahu apa-apa, bahkan Illa tadi malam terluka, dan kalian sama sekali gak nanya kenapa aku pulang dalam keadaan terluka seperti tadi malam?"

Sabrina terpicu oleh ucapan putrinya, akan tetapi dia selalu menyangkal dan denial terhadap apa yang dia sadari, ambisinya masih bertahan pada perkembangan bisnis, tak peduli dengan perasaan putri yang dia lahirkan sendiri.

Demikianpun dengan Johan, pria ini seperti tak bernyali, dia terdiam tak berkutik sama sekali mendengar istrinya mengomentari dan memarahi putri semata wayang di keluarga yang dia pimpin.

Sabrina mendelik, malas, dia duduk di atas sofa depan Vemilla. "Itu karena kamu salah! Mama gak mau ngurusin urusan yang kamu perbuat, selesaikan aja sendiri." Ketus Sabrina.

Dia bangkit dari sofa, berjalan ke depan putrinya yang berdebar, bola mata gadis itu berkaca-kaca. "Gara-gara kamu, kakak kamu semalam i—"

Bahkan semesta merestui Vemilla, Sabrina tidak diizinkan untuk memberitahu apa yang terjadi semalam, Radzian datang tepat waktu sebelum sang mama memberitahu kebenaran semalam.

"Urusan semalam itu pure karena aku, gak ada sangkut pautnya dengan Illa," potong Radzian menjelang dari pintu utama rumah tersebut.

Mereka terkejut. Telunjuk Sabrina yang hendak diarahkan pada putrinya segera dialihkan ke arah suara itu berasal, termasuk Johan, Vemilla sendiri segera bangkit sari posisi duduknya.

Raut malas penuh tekanan tadi meleleh dari wajahnya, tergantikan dengan senyuman lega yang tak pernah dia tunjukkan pada siapapun, kecuali kakak kandungnya.

Sabrina mengerutkan wajah. Dia berhembus kasar hingga berkacak pinggang kemudiannya. "Ian! Kenapa kamu selalu membela anak perempuan gak guna ini! Dia selalu membuat ulah dan pacaran gak jelas sama cowok aneh itu!" gertak Sabrina menajamkan sorot matanya pada putra kesayangannya.

Alasannya sebenarnya tidak jauh berbeda, Sabrina dan Johan menjadikan anak-anak mereka aset untuk meraih kekayaan lebih tinggi lagi, Radzian sangat disayangi karena dia seorang pria yang kemungkinan besar mampu memimpin perusahaan.

Radzian membenci sikap orangtuanya yang selalu pilih kasih terhadap adiknya. Dia berjalan mendekati sang mama. "Karena Vemilla adalah adik kandungku, jika kematianku bisa menyelamatkannya, aku akan melakukannya!" celetuk Radzian bermata tajam.

Degh!!

Siapa yang tidak terkejut dengan ucapan Radzian, lelaki ini mendadak membawa kematian dalam obrolan itu, Sabrina dan Johan tercengang, mereka mematung beberapa waktu sampai pertukaran pandangan itu dianggap kaku dan lambat.

Johan datang dari belakang, menjelang ke sisi sang istri. "Jangan semarangan kalau bicara! Ini mamamu, jangan terlalu keras," tegurnya pada putra sulung keluarga Gustavara.

Tipis-tipis Radzian tersengih, menggeleng kepala tak habis pikir. "Jangan terlalu keras?" katanya mengerutkan alis-alisnya.

Menghela napas sampai bibir ditekan dan mata dipejamkan selama beberapa saat. "Kalian sadar? Yang kalian lakukan pada Illa jauh lebih keras, bahkan cenderung sa-ngat kejam!" gertak Radzian.

"Aku heran sama kalian, kenapa mama dan papa memperlakukan Vemilla seperti anak tiri, padahal dia dilahirkan dari rahim yang sama sepertiku 'kan? Ma?" cecar Radzian, muak dengan perlakuan buruk ke-dua orangtuanya.

Tidak hanya hari ini, Radzian telah menyaksikan aksi pilih kasih ini dari sejak Vemilla dilahirkan, selalu diabaikan dan dianggap tidak penting dalam keluarga, dituntut harus melakukan ini dan itu demi nama baik keluarga.

Sedangkan rumah yang disebut keluarga itu sudah layak disebut neraka dunia, ada apa dengan perempuan? Wanita pun bisa berkembang jika diberi kesempatan, tetapi Sabrina dan Johan menganut pandangan kuno.

Jalan seorang wanita selalu terbatas dan tidak ada kesempatan untuk berkembang, memimpin perusahaan atau meraup kekayaan, orangtua keluarga Gustavara adalah contoh buruk bahwa sistem patriarki itu sangat mengerikan.

"Aku akan bawa Illa keluar, dia butuh waktu, setelah kejadian semalam, Illa butuh waktu istirahat," ajak Radzian menyeret adiknya keluar dari rumah.

Mendorong gadis kecil itu keluar dari pintu. "Temui temen Kakak, di sana ada Davian, naik aja ke mobilnya, ya," titah Radzian pada Vemilla.

Tampak bingung nan lugu, Vemilla mengangguk dan tidak mempertanyakan mengapa dia diseret keluar dari rumah dan memintanya menemui seseorang yang tidak pernah dia temui, tetapi sudah sering dia dengar di telinganya.

Vemilla berayun lambat keluar dari gerbang rumahnya yang megah, pasalnya Davian memarkirkan mobil di luar gerbang rumah milik sahabatnya, tepat di sisi kiri, sedangkan Radzian sendiri masih berada di dalam rumah.

Pria berparas rupawan itu kembali menghadap pada ke-dua orangtuanya. "Vemilla itu manusia, dia bukan boneka, dia punya hati, punya rasa sakit dan keinginan, dia dilahirkan karena kalian," tegas Radzian dengan tatapan tajam nan dalam.

"Mama gak pernah menginginkan melahirkan anak perempuan, anak perempuan itu menyusahkan, manja dan gak bisa memberikan balasan apapun pada kami selaku orangtuanya," cetus Sabrina tanpa melihat siapakah dirinya.

Radzian tercengang tak percaya dengan kata-kata yang keluar dari mulut wanita yang telah melahirkannya ke dunia ini, jika Sabrina bukan mamanya, entah apa yang akan dilakukan Radzian pada wanita di depannya.

Pria bertubuh tinggi itu menghela napas sepanjang mungkin, dia sisir kasar rambutnya sampai menyapu wajah dengan kasat dan tajam. "Begitupun dengan Vemilla! Gadis kecil itu gak pernah mau dilahirkan di keluarga yang memandang rendah dirinya!" gertak Radzian tak merasa segan bicara kasar terhadap orangtuanya.

Perdebatan semakin memanas, lelaki ini tidak mampu meredam emosi lagi, wajahnya memerah pun rahangnya perlahan mengeras, tertanam jelas di setiap partikel wajah Radzian.

"Sebelum aku mati, aku gak akan mengizinkan siapapun menyakiti adikku, termasuk mama dan papa." Radzian berlalu pergi dari rumah usai dia puas berdebat dengan ke-dua orangtuanya sendiri.

Kata-kata terakhir yang terlontar dari mulut Radzian berhasil menoreh pedih di hati Sabrina, wanita itu berkaca-kaca tak percaya jika putra kesayangannya justru lebih menyayangi Vemilla.

Tak ada balasan dari mereka, kecuali rona kecewa yang semakin tajam terlihat di raut mereka, bahkan Johan pun hanya mampu menghela napasnya yang panjang.

Ian itu keras kepala sama seperti Sabrina, aku gak bisa berbuat apa-apa. Batin Johan berdeham.

Di luar rumah, Vemilla masih celingukan di ambang gerbang menjulang tinggi rumahnya, dia sisir seluruh area di depan—mencari keberadaan mobil milik sahabat sang kakak.

Ballerina cantik nan menawan itu berjalan gontai ke tengah jalan, bergerak ke kanan secara perlahan, rambut yang terurai tertiup angin—menerjang beberapa helainya hingga beterbangan dengan indah.

"Mobil Porche Panamera warna hitam? Di mana itu?" keluh Vemilla mengapit bibir.

Sementara Davian sendiri sedang menunggu di sisi berlawanan dari arah yang ditempuh Vemilla, dia bersandar pada mobil pribadinya sambil melipat dua tangan di depan dengan wajah mengantuk pun tertunduk dalam.

Sekilas pria tampan bermata warna amber itu memalingkan wajahnya ke arah dimana Vemilla berada, sigap Davian menyadari jika gadis bertubuh ramping nan menawan itu adalah adik kesayangan sahabatnya.

Lelaki itu berjalan meninggalkan mobil—mengayun ke sisi berlawanan dari posisi sebelumnya. "Vemilla!" panggil Davian dengan suara deep voice yang menggoda.

Next ....

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Menjaga Adik Sahabatku   BAB 173—MAS

    Rencana yang dipertimbangkan Vemilla akhirnya tertunaikan. Gadis bertubuh kecil itu melayang ke bawah, raganya yang lemah terlempar jauh dari balkon lantai tiga kediamannya.Vemilla berlayar sambil menatap langit hitam bertabur beberapa bintang. "Apakah aku akan bertemu Kak Ian?" Lirih suara itu tenggelam oleh kepulan angin.Dan ....Byuur ...!Tubuh Vemilla membanting ke air kolam dan berakhir perlahan tenggelam seiring tubuh gadia itu memberat. Keseimbangan tubuhnya tidak terkendali, ia melayang setengah sadar ke tepian kolam.Tubuhnya berat. Air itu layaknya sebuah batu, mengalir dan aliran napas terasa berat seolah tercekik. Rasa sakit mulai menjalar dari punggung ke area depan tubuhnya, menyeruak ke dinding hati."K-kak ...."Bugh!Kepala gadis itu membentur tepian kolam. Warna merah bercampur dengan air, membenam di antara kepala dan tubuh gadis itu."G-gak! I-ini bukan bagian dari rencana! Aarght

  • Menjaga Adik Sahabatku   BAB 172—MAS

    Selama bukan kematian, aku akan tetap setia menjadi pendamping Pak Davian. Silakan nikmati akibat dari semua yang telah kamu lakukan, Devianza. Batin Petra berucap sambil berjalan keluar dari ruangan itu.Pintu besi yang dilapisi oleh dinging tertutup, dan sebagian dinding dalam ruangan terbuka, transparan masih terjegal oleh bangunan kaca tebal—di dalam sana bukan hal biasa, Devianza membulat, hebat."Aaarght ...!" Jeritan Devianza meraung-raung.Wanita itu terdiam, getir. Bergetar di sudut ruangan. Tubuhnya kian menggigil tatkala mata kuning menyala dari makhluk berbulu lebat di dalam sana, Devianza menempelkan tubuh ke dinding."Aaarght ..., tolong ...! Petra! Petra! Petra ...."Sayang sekali. Dinding itu telah membunuh semua jeritan dan permintaan tolong dsri Devianza. Bahkan, lelaki itu telah berlalu menjauh, meninggalkan lorong yang menyembunyikan keberadaan ruangan tersebut."Giovanni bed*bah! Dia benar-benar mencari masalah!" geram Petra usai dia memantau cctv tersembunyi yang

  • Menjaga Adik Sahabatku   BAB 171—MAS

    Betapa gilanya Devianza. Wanita itu dengan rendahnya menyerahkan dirinya di hadapan pria, memaksa mantan kekasih yang telah beristri untuk berc*nta dengannya di parkiran apotek.Devianza dengan gusar berusaha melepaskan pakaian Davian, namun? Davian adalah laki-laki yang tidak akan tergoda dengan wanita yang dengan sukarela menyerahkan harga dirinya pada seorang pria.Sebelum Devianza berhasil melucutinya, lelaki ini telah memenjara dua pergelangan tangan Devianza lebih awal. "Aaarght ...! Davian ..., lepaskan aku!" jerit Devianza, memberontak meminta untuk melepaskannya.Davian tidak menggubris. Untuk meliriknya saja tak sudi. Rahang dengan setiap partikel di wajahnya adalah ukiran amarah yang telah memerah dan menegang.Lelaki itu tidak bicara saat dia sibuk mencari sesuatu di balik dashboard dengan satu tangan, tangan lain bertahan untuk menyandera Devianza.Devianza telah turun dari pangkuannya, dia mengernyit sambil meringis menahan

  • Menjaga Adik Sahabatku   Bab 170—MAS

    Mengelabui Davian adalah sebuah ide konyol yang hanya akan menjerumuskannya ke dalam lubang nestapa, tak ada jalan keluar, selain tertunduk dan menerima konsekuensi.Dua insan terdiam, kaku di tepian laut, memandangi ombak yang bersibak dari ujung sana ke dataran pasir, mereka berkabut oleh amarah dan kekesalan mereka.Rencana itu telah hancur."Arght ..., si a lan!" berang seorang lelaki tak lagi berpakaian rapi.Jas yang terpasang di tubuh itu melempai tak berdaya, layaknya angin malam ini—ia hidup, namun lemah. Melirih seolah digiring luka yang tiada hentinya.Di sisinya wanita cantik tak kalah geramnya. "Bertahun-tahun kita merencanakan ini, mencoba keluar dari penjara Singapura, tertahan di sana, sampai akhirnya bisa kembali ke sini, dan ..."Dengan alis berkibar, keras, wanita itu tersengal saking marahnya. Tangan mengepal penuh, hingga urat tangannya menegang.Giovanni menggeram, deru napasnya terdengar seperti gumpalan api yang berkobar membakar udara. "Dan ternyata kita telat

  • Menjaga Adik Sahabatku   BAB 169—MAS

    "Tinggalkan tempat ini, dan jangan pernah kembali ke sini, karena bisnis ini saya yang pegang kendali," tandas Davian sebagai peringatan terakhir.Tiga lelaki saudara Sabrina bergegas berlarian meninggalkan tempat itu usai dia menyeret saudaranya yang telah tersungkur tak berdaya.Mungkin perutnya terasa ngilu, ditambah tangannya melempai—dijamin patah, mungkin. Lelaki itu hanya meringis kesakitan sepanjang tubuhnya diseret secara perlahan meninggalkan hotel tersebut.Terdengar bisikan salah satu dari mereka. "Masa kita mengalah gitu aja?""Dari dulu kita selalu diutamakan, loh, masa sekarang Sabrina yang menang?""Ssstt ...," desis pria di sampingnya kanan lelaki yang tertatih-tatih di tengah mereka, "Dulu lawan kita hanya Sabrina dan orangtua kita lebih membela kita, sedangkan sekarang, Sabrina punya suami yang pasang badan, ditambah menantunya dari keluarga Villarius.""Bukan hanya Villarius, dia pimpinan perusahaan agensi mod

  • Menjaga Adik Sahabatku   BAB 168—MAS

    Sesosok pria bertubuh tinggi menjelang memijakkan kakinya ke lantai lobi hotel tersebut. Kaki panjang pria itu menurunkan jejak ke sana, dia mengedarkan pandangan sambil membuka kancing lengan jas.Perlahan dia membuka jas tersebut, kemudian dia remas dengan tangan kanan. Di sana, urat tangan lelaki itu mengeras, layaknya rahang yang terlihat tegas pula menegang."Siapa yang menyentuh istriku," katanya bersuara bariton—ia tidak hanya berat, namun terdengar mencekam.Bak tatapan mata sang elang yang siap memangsa siapapun yang ada di hadapannya, demikianlah sorot mata Davian, dia mengayun ke satu-satunya pria yang ada di tengah.Dengan rahang mengeras, dia mendatang. "Siapapun yang menyentuh istriku, apalagi melukainya, itu artinya ...."Haha ....Pria di depan Davian malah terkekeh, sembari berkacak pinggang dia menguar tawa sampai pelipisnya menunjukkan ketegangan. "Saya!" pekiknya dengan tatapan menyalak."Kenapa, hah?

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status