Share

6. Mall Tunjungan

Author: Shaveera
last update Last Updated: 2022-10-18 14:34:58

Setelah aku menunggu selama dua hari dari hasil interview, akhirnya muncul notif di emailku yang isinya bahwa aku diterima kerja. Rasa syukur aku panjatkan atas ridho-Nya hingga aku cepat mendapatkan sebuah pekerjaan yang sesuai minat dan bakat.

"Terima kasih, Ya Robb," ucapku kala membaca email masuk dari PT. Somplak tbk.

Aku sangat bahagia, akhirnya bisa menabung untung memulai hidup baru bersama kedua anakku kelak. 'Tunggu bunda, Sayang. Suatu saat nanti kita pasti akan berkumpul,' batinku berbicara sambil tangan ini memegang foto kedua bocah kecil itu.

Sebuah foto yang sempat aku ambil dari album tanpa sepengetahuan Mas Jasen. Hanya foto itu harta yang paling berharga bagiku saat ini. Karena foto itulah semangatku masih berkobar mempertahankan rasa ini.

"Aku harus mempersiapkan diri untuk memulai eaok hari," lirihku sambil membuka almari baju.

Kulihat tumpukan baku usang yang sudah tidak layak pakai, hatiku merasa tercubit pedih. Selama ini aku tidak memperhatikan penampilan hingga satu stel pakaian kerja pun aku tidak punya. Sepertinya aku harus berbelanja baju kerja, kuraih dompetku dan mulai menghitung uang tunai yang masih tersisa.

"Heemm, sepertinya masih cukup jika uang ini aku belikan pakaian kerja sebanyak tiga stel. Mungkin ini saja dulu yang aku pakai hingga gajian bulan depan," gumamku lirih.

"Atau aku hubungi si Irene untuk menemaniku berbelanja, iya lebih baik aku minta antar si Irene saja." lalu kuambil gawaiku untuk menghubungi gadis itu, sambungan pun terhubung. Irene mengangkat teleponku.

"Hallo, Ann. Ada yang bisa aku bantu?" tanya Irene dari seberang.

"Bisakah kamu antar aku untuk membeli baju kerja hari ini, Irene?" tanyaku.

"Bisa, sepulang aku kerja nanti kujemput kamu, Ann. Siapkan dirimu lepas mahgrib yaa!" balas Irene dari seberang.

"Siap, Ndan."

Panggilan pun diakhiri oleh Irene tanpa pamit terlebih dahulu, mungkin gadis itu sangat sibuk karena hari ini adalah akhir bulan. Pasti itu anak sedang menghitung absensi para karyawan untuk menentukan gajinya. Kerjaan yang sangat rumit.

Sore hari tiba, aku gegas menyiapkan diri untuk menyambut datangnya sahabatku. Setelah melaksanakan kewajiban terhadap Robb-ku, aku pun ke luar dari flat menunggu kedatangan Irene di teras. Sebuah mobil sedan merah metalic memasuki pelataran flat Kemuning tempat tinggalku. Seorang gadis nan cantik dan modis yang berbalut rok sepanjang lutut dangan blouse sabrina keluar dari mobil itu. Senyumnya merekah kala melihatku sudah menunggu.

"Hai, Ann! Sudah lama menunggukah?" tanya Irene.

"Tidak, aku baru saja duduk belum ada lima menit. Berangkat sekarang?" tanyaku.

"Tidak, tinggu lebaran kucing ya, Ann! Iisshh iya sekarang, Nyonya!!" jawab Irene dengan nada kesal.

Aku hanya tertawa tertahan melihat wajah Irene yang sedikit kesal. Rasanya sudah lama aku tidak melihat kekesalam dari seorang Irene. Gadis itu masih saja seperti dulu suka merajuk dan manja bila bersamaku.

"Kamu yang pegang kemudi ya, Ann! Aku pengin merem sejenak selama perjalanan," ujar Irene yang terlihat lelah di wajah cantiknya.

"Apakah aku masih bisa bawa mobil ya, Irene? Nanti jika nabrak bagaimana?" tanyaku sedikit khawatir.

"Tidak apa, mati pun aku juga belum siap. Hihihi. Sudahlah bawa saja, pasti kamu bisa!" kata Irene menyakinkan kemampuanku dalam berkendara.

Akhirnya kami masuk dalam posisi masing-masing, aku yang duduk di belakang kemudi mulai bergetar. Degup jantung mulai tidak beraturan, sudah lama aku tidak pegang kemudi ada sekitar lima sampai tujuh tahun fakum. Dengan perlahan kujalankan mobil milik Irene. Satu meter, lima ratue meter sudah mobil aku jalankan dengan pelan. Akhirnya melewati kiloan meter dan sampai pada mall tempat tujuanku berbelanja.

Kulihat Irene terlelap dalam tidurnya, seakan dia tidak merasakan keanehan dalam aku kemudikan mobilnya. Terbukti gadis itu sangat lelap tidurnya, perlahan kutepuk pipinya agar Irene segera terbangun.

"Irene, hai! Bangunlah, kita sudah sampai," kataku dengan nada rendah.

Irene mengeliat pelan, tubuhnya yang lentur meliuk hingga terdengar seperti tulang patah. Selalu seperti itu bila bangun tidur, kegiatan yang rutin dilakukan Irene untuk melemaskan tulang belulangnya.

"Sudah sampai, Ya. Ternyata halus juga cara kemudimu, Ann. Masih sama seperti beberapa tahun lalu hingga membuatku sangat nyaman tetbuai dalam mimpi," cicit Irene.

Aku hanya tersenyum malu mendapati ucapan Irene. Bagiku mobil adalah kendaraan utama, tetapi sejak menikah dengan Mas Jasen aku tidak pernah pegang kemudi. Bahkan mobilku terpaksa kujual untuk menutup hutang lelaki itu akibat usahanya yang bangkrut.

Tiga tahun kami berjuang membangun kembali sebuah usaha yang lagi rame yaitu usaha kuliner. Dengam telaten aku membuat menu baru setiap minggunya hingga resto kami berkembang pesat. Hanya butuh empat tahun kami sudah memiliki beberapa cabang di beberapa kota di Jawa Timur.

Entah sejak kapan sikap Mas Jasen berubah kasar, yang pasti kelahiran Amel tidak mampu merubah sikap kasar tersebut. Ah, sudahlah semua tinggal kenangan. Kini statusku sudah berubah menjadi janda. Status yang masih dalam lingkup agama.

"Hai, jangan melamun saja. Jadi tidak beli baju kerjanya?" tanya Irene yang berhasil membuyarkan lamunanku.

"Eeh, jadilah. Ayo kita masuk!" ajakku.

Kami pun keluar dari mobil yang sudah kuparkir rapi. Dengan langkah pasti, kumasuki sebuah mall yang sudah lama tidak aku datangi. Sebuah mall terbesar di Kota Surabaya yang terletak pada jantung kota itu sangat ramai pengunjung. Sebuah mall hingga ada tiga cabang dalam satu lokasi merupakan pusat hiburan para pemuda Surabaya. Semua lengkap terjual di mall tersebut, mulai dari fasion, bioskop, gym hingga makanan siap saji pun juga ada.

Netraku melongo seakan bola mata ini ingin terlempar keluar melihat maju pesat mall itu. Hingga Irene menepuk lenganku halus membuatku seketika menutup mulut yang terbuka lebar.

"Makanya jadi istri itu kangan nurut sama leki seperti itu. Jadi ngilerkan lihat majunya mall Tunjungan ini!" ejek Irene.

"Apaan sih, orang temannya jujur kok malah diejek. Dasar teman tidak tahu diri!" sungutku kesal.

Seketika pandanganku berpaling dari Irene, tetapi malah bersirobok dengan netra cokelat terang milik seorang pria dengan wanita yang memeluk lengan kekarnya. Hati ini terasa tergores pisau tajam berulang-ulang.

### SA ###

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (1)
goodnovel comment avatar
Winda Wid
ga masuk akal ga dapat apa apa dari hasil keringat sendiri .. ada yg salah min...
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Menjandakan Istri Demi Selingkuhan   183. Akhir yang Pilu

    "Bunda?" Aku langsung terhenyak kala mendengar panggilan Amelia, segera kuanggukkan kepala tanda membenarkan pertanyaannya. Sungguh saat melihat anggukan kepalaku, putriku itu seketika menggeser duduknya menjadi lebih dekat dengan abangnya. Sementara Quinsa sedikit merapat pada palukan Yoga. Kepalanya menelusup pada dada abangnya.Pandangan matanya terlihat ketakutan pada Amelia, aku semakin heran dengan perilaku Quinsa. Beberapa kali kudengar Yoga bersenandung islami untuk menenangkan emosi adik tirinya tersebut. Dahiku langsung mengernyit kala mengenal senandung itu. "Yoga, tolong jelaskan pada bunda, apa yang terjadi dengan adik kamu itu!" desakku."Sini, Sayang. Quinsa ikut kak Amel dulu. Biarkan Abang ngobrol sama Bunda, ya. Ayo!" ajak Amelia lembut.Perlahan pelukan Quinsa mengurai dan mulai mengendur, tatapannya menatap sendu pada Yoga. Begitu ada anggukan dari putraku, barulah Quinsa mau turun dari pangkuan sang abang. Amelia segera melebarkan senyumnya agar adik tirinya mau

  • Menjandakan Istri Demi Selingkuhan   182. Quinsa

    Setelah menghabiskan satu roll roti gulung, Quinsa tertidur di sofa. Aku hanya memandang kasian pada anak tersebut. Sedangkan Yoga masih terlelap di pangkuanku. Sangat terlihat jika aura di wajahnya begitu lelah. Kusurai rambutnya yang sedikit panjang, jariku menelusuri setiap lekuk wajah putraku tersebut."Sungguh indah pahatan ini, satu kata untuk mengambarkan seluruhnya. Tampan!" lirihku."Tampan saja tidak akan cukup untuk menatap dunia, Bunda!" kata Yoga dengan mata masih terpejam.Seketika kutarik ujung jariku yang sudah menyusuri hidungnya yang tinggi. Sungguh hampir kesemua permukaan wajahnya menirukan Jasen. Mungkin hanya bentuk hidung dan bibir yang membedakan mereka. "Lalu dengan apa kamu tatap duniamu, Sayang?" tanyaku."Dengan agama dan ilmu, Bunda. Seperti yang selalu Bunda ajarkan pada kami," jawab Yoga sambil mencoba bangkit dan duduk.Mata cokelat terang yang indah itu kini menatapku sendu, aku hanya mampu membalas tatapannya penuh tanya. Kemudian kudengar napas pan

  • Menjandakan Istri Demi Selingkuhan   181. Tamu yang Sudah Aku Tunggu

    Siluet tubuhnya masih aku ingat, tetapi ini mengapa dia membawa seorang anak perempuan? Mungkinkah dia anaknya dengan Rowena, jika kuhitung usia anak itu saat ini berkisar di usia sepuluh tahun. Apakah itu sosok Quinsa, bayi imut yang dulu sempat aku timang.Oh, Tuhan. Kuatkan hatiku, cobaan apa lagi yang Engkau hadirkan dalam hidupku kali ini. Sekuat apapun hati ini, jika bersangkutan dengan Mas Jasen pasti akan membawa luka. Meskipun terkadang rasa sepi melandaku tetapi jika dia datang bersama dengan yang lain, sakit itu kian terasa. Apakah ini maksud mimpiku beberpa hari yang lalu. Untuk apa Mas Jasen datang lagi dalam hidupku setelah sepuluh tahun tidak berhubungan dan apa maksudnya membawa Quinsa. Kemana Rowena? Berbagai pertanyaan muncul di otak kasarku. Sungguh rasanya aku tidak sanggup Tuhan."Bunda!" sapa lembut suara Quinsa.Naluriku sebagai ibu tidak dapat mengindahkan panggilan itu. Bagiku yang salah bukan anaknya melainkan kedua orang tuanya. Para karyawanku akhirnya pam

  • Menjandakan Istri Demi Selingkuhan   180. Kubebaskan Hatiku

    Sore semilir angin menerpa wajahku. Bayangan Jupri bersama Halimah masih nyata di pelupuk mata. Entah mengapa hati ini terasa sakit dan kecewa. Apakah aku sempat jatuh hati pada Jupri? Sejak mula semua rasa ini aku tolak. Namun, saat kulihat lelaki itu datang ke toko dengan membawa wanita hamil, hatiku sakit. Aku sendiri juga bingung dengan rasaku ini. Bagaimana bisa aku memupuk rasa yang belum tentu ada pada diri Jupri. Saat itu memang dia tidak ada cerita sedang dekat dengan seorang wanita manapun. Namun, pernah satu kali lelaki itu kelepasan bertanya mode baju syari terbaik dan berapa harganya. Hal ini sempat membuatku penasaran. Mungkin aku harus berusaha menepis segala rasa pada lelaki itu. Sejak kunjungan pertama Jupri dam istri menjadi sering datang dengan alasan Halimah susah makan nasi jadi dia lebih memilih kue basah ataupun roti bolu. "Aku harus segera pupus rasa ini dan lupakan semua. Kamu sudah mendapatkan bidadari yang terbaik, Jupri. Selamat!" batinku saat kulihat se

  • Menjandakan Istri Demi Selingkuhan   179. Gibran 2

    "Tadi Gibran sudah bilang lho, Nenek. Hanya itu Onty Dahlia," jawab Gibran."Iya, Sayang. Onty kan lama tidak jumpa Adik. Mungkin dia lebih senang menggoda, jadi maafkan Onty nya dong?" kataku pada Gibran sambil kuangkat dia ke pangkuanku.Namun, lelaki kecil menggeleng tanda dia tidak mau memaafkan Dahlia. Aku tersenyum melihat tingkah cucuku itu, dia sangat menggemaskan apalagi jika pipinya menggembung dengan bola mata yang berputar. Pasti bikin semua yang ada di sana ingin mencubit pipinya."Nenek, besok jika onty Dahlia pulang tidak usah dimasakin opor ayam, Ya. Biar tahu rasa!" dengusnya geram.Kulihat sejak tadi Dahlia hanya diam menatap Gibran, wanita muda itu menahan tawanya agar tidak terdengar oleh ponakannya yang lucu itu. Sementara Andin sejak tadi hanya berdiri, kini dia berjalan menuju dapur. Beberapa saat kemudian Andin sudah kembali dengan membawa piring berisi nasi opor ayam. "Ayo turun dari pangkuan nenek, Adik makan dulu!" ajak Andin."Lho Adik belum makan, sini bi

  • Menjandakan Istri Demi Selingkuhan   178. Gibran

    Dahlia dan Amelia terlihat semakin kompak dan solid. Aku sangat bahagia melihat perkembangan mereka berdua. Setelah makan siang aku pun ngobrol dengan keduanya untuk sesaat sebelum aku kembali lagi ke toko. O ya, toko kue ku sekarang sudah maju pesat dan dikenal oleh berbagai kalangan. Bahkan setiap Dahlia pulang, ada saja temannya yang nitip buat oleh-oleh.Sedangkan Amelia, dia terkadang ikut membantu di toko bila sedang senggang. Aku juga sangat bahagia karena sudah di panggil nenek oleh anaknya si Andin. Gadis itu sekarang sudah bukan gadis lagi melainkan sudah menjadi seorang ibu muda dengan anak satu."Bund, si ucrit bagaimana kabarnya?" tanya Dahlia."Jangan bilang ucrit, anak itu punya nama, Lho! Nanti jika Mbak kamu tiba-tiba dengar kamu yang akan kena omelannya," kataku."Hehe, iya ini Mbak Lia parah!" kelakar Amelia.Aku geleng kepala melihat keakraban mereka berdua. Aku dan kedua putriku selalu berbincang akrab seperti ini dalam menunggu waktu untuk memulai aktifitas kemba

  • Menjandakan Istri Demi Selingkuhan   177. 10 Tahun Kemudian

    Akhirnya aku mendapatkan bis tepat di jam empat sore. Kali ini aku naik bis cepat antar kota jurusan Jogyakarta. Bis yang terkenal dengan kecepatannya melebihi bis yang lain. Bis ini paling banyak peminatnya. Aku pun merasa bahwa pelayanan kondektur bis juga sangat ramah dan sopan.Bis melaju dengan kecepatan rata-rata. Mungkin bila dilihat dari kuar kecepatan bis itu tinggi. Tetapi bagi kami para penumpang terasa nyaman, hal ini terbukti para penumpang bisa tidur dengan lelap termasuk aku. Tanpa tetasa waktu terus berjalan hingga terdengar suara kondektur memberitahukan pada kami bahwa sebentar lagi bis akan memasuki kawasan Madiun."Madiun terakhir, terminal Madiun terakhir." Terdengar wakil kondektur berteriak memberitahukan pada para penumpang agar bersiap-siap. Aku pun segera terbangun dari tidurku. Perjalanan Surabaya - Madiun hanya membutuhkan waktu kurang lebih dua jam dengan bis antar kota."Bunda pulang, Sayang!" batinku.Sungguh aku sangat rindu dengan putriku itu. Hampir

  • Menjandakan Istri Demi Selingkuhan   176. Menunggu Bis

    "Andin, apakah kamu masih di sana?" tanyaku.Hening, lambat laun kudengar isak tangis lirih. Mendengar suaranya aku semakin bingung dan resah. Memangnya sedang ada apa hingga membuat Andin sampai terisak. Aku semakin penasaran."Andin, katakan pada Mbak. Apa yang terjadi pada kalian?" tanyaku."Selamat ya, Mbak Ann. Semua sudah selesai hingga sesuai dengan angannya Mbak. Dan satu lagi semua keperluan toko aman dan terkendali, Kok!" balas Andin."Lalu mengenai gaji? Dan apa yang menyebabkan kamu tadi terisak, Lho?" tanyaku beruntun."Nanti lah, tunggu Mbak pulang," balas Andin.Lama aku berbincang dengan Andin. Meski aku berusaha mengorek keterangan mengenai gaji karyawan, Andin tidak mau cerita. Dia masih kekeh menunggu kepulanganku. Karena ini aku menjadi tidak nyaman dan ingin segera pulang. Kemudian aku mendengar suara klakson sebuah mobil yang berhenti. Seketika aku tersadar dan pamit pada Andin menyudahi panggilan."Lagi asyik menelepon siapa lho, Ann?" tanya Irene saat aku sudah

  • Menjandakan Istri Demi Selingkuhan   175. Sosok Itu

    Aku menoleh pada sosok itu, mataku seketika membelalak. Sebuah nama yang aku ingat pada sosok itu, Jupri. Iya dia adalah Jupri. Tetapi siapakah dua sosok itu? "Ibu Ann, maaf bisakah kita mulai sekarang?" "oh, ya. Silahkan, Pak!" jawabku."Ini surat janda dan ini semua yang menyangkut persidangan kemarin, Ibu Ann. Saya mengucapkan terima kasih atas undangan Anda," kata pengacaraku."Saya juga berterim kasih atas bantuan Bapak. Untuk fee sudah saya transfer ke rekening Anda, Pak. Saya terima kasih," kataku sambil menjabat tangan si pengacara.Akhirnya kami melanjutkan makan siang bersama. Saat di sela makan siang kulihat sekeliling mencari sosok yang tadi sempat aku lihat. Rupanya Jupri ada di sudut kanan ruangan ini pada meja nomer lima puluh. Di sana dia sedang bersama seorang Kyai dan seorang gadis yang cantik. "Apakah dia istrinya?" lirihku."Siapa yang Anda maksud, Ibu Ann?" tanya Pengacaraku."Seorang sahabat lama, Pak. Eeh, maaf, silahkan dilanjut!" ucapku.Beberapa saat kemud

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status