"Jangan menunggu yang tidak pasti, lupakan dan carilah yang baru Arka."
Mata Arka mulai berkaca-kaca setelah mendengar kalimat mamanya. Sepagi ini, Ana datang ke rumah putranya hanya untuk mengatakan hal yang membuat Arka sedih."Mama rasa itu saja yang ingin mama katakan. Mama ingin kamu segera menikah secepat mungkin. Jangan buat mama terus marah padamu karena ini!"Setelah mengatakan itu perempuan paruh baya tersebut pergi keluar rumah meninggalkan Arka.Tanpa ada yang menyadari, seorang perempuan berumur dua puluhan ke atas sejak tadi berada di sekitar teras rumah Arka. Dia bersembunyi saat tahu Arka sedang berbicara serius dengan orang tuanya.Jika pembicaraan mereka tidak sangat serius, mungkin Liora akan menunjukkan dirinya di depan mama Arka dan memperkenalkan diri sebagai calon istri Arka.Namun setelah menguping pembicaraan mama dan anak tersebut, Liora akhirnya sadar ternyata Arka juga mengalami masalah yang sama dengannya. Yaitu didesak oleh orang tua untuk segera menikah.Tapi yang membuat Liora masih bingung, kenapa mama Arka meminta Arka untuk tidak menunggu? Memangnya siapa yang Arka tunggu?Pandangan Liora kini terarah pada Arka yang baru saja keluar dari rumah, laki-laki itu kini tampak lesu. Liora yang sejak tadi sembunyi di balik tiang teras rumah Arka memutuskan untuk menghampiri laki-laki itu.Melihat keberadaan Liora, tentu saja membuat Arka terkejut."Kau?"Liora mengukir senyum tipis."Kenapa kau ada di sini?" tanya Arka tampak tidak suka dengan keberadaan Liora."Kebetulan, aku mendapatkan alamat rumahmu dari kartu identitas di dompetmu kemarin," jelas Liora jujur. Dia kemudian bertanya, "itu tadi mamamu kan?"Arka tak menjawab. Laki-laki itu meluruskan pandangannya, berusaha tak menghiraukan keberadaan Liora."Sepertinya kita mengalami masalah yang sama."Arka menoleh, menatap Liora dengan sorot tak paham. "Apa maksudmu?""Ayahku juga sedang memintaku untuk segera menikah. Malam itu, yang membuatku harus banyak minum saat di klub adalah ucapan ayahku yang memenuhi isi kepalaku hingga aku nyaris gila." Liora tersenyum, saat pikirannya kembali teringat pada kejadian yang membuatnya bertemu dengan Arka. "Tapi aku merasa beruntung, karena malam itu aku justru bertemu denganmu. Aku rasa, kamu adalah jawaban yang dikirim tuhan untuk membuatku keluar dari masalah ini."Nyaris tak percaya dengan apa yang Liora katakan. Apa yang terjadi pada perempuan itu, sama persis dengan masalah Arka saat ini."Dan yang membuatku sangat terkejut, ternyata kamu juga mengalami masalah yang sama. Kamu juga dipaksa oleh orang tuamu untuk segera menikah. Biar aku tebak, apa yang membuatmu banyak minum malam itu juga karena masalah ini?"Jawabannya memang iya. Namun Arka memilih diam."Jika benar, sepertinya kita memang ditakdirkan untuk bertemu malam itu. Sayang, jika begitu kenapa kamu harus ragu untuk menikahiku? Kenapa saat mamamu marah padamu barusan, kamu tidak mengatakan langsung saja padanya jika kamu sudah memiliki aku sebagai calon istrimu?"Arka menghela nafas kasar. Walau apa yang dialami Liora dan dirinya sama hingga membuatnya saling bertemu, Arka tak yakin jika benar Liora adalah perempuan yang ditakdirkan untuk bersamanya.Bahkan melihat wajah Liora sebentar saja sudah membuat dirinya kesal, apalagi jika harus hidup bersama dengan Liora. Arka tak bisa membayangkan hal itu."Dan tujuanku ke sini juga ingin memberitahu sesuatu padamu." Liora menunjukan sebuah flashdisk di tangannya. "Aku mendapatkan rekaman CCTV yang membuktikan bahwa kita benar melakukannya malam itu."***Arka menutup laptopnya dengan kasar setelah melihat rekaman CCTV yang menunjukan dirinya mabuk berat, hingga bertemu dengan Liora di hotel malam itu. Dia dan Liora sama-sama dalam pengaruh alkohol.Kali ini Arka tak bisa membantah bahwa dirinya benar sudah menyentuh Liora. Dia juga tidak boleh melarikan diri, sadar Arka harus bertanggung jawab atas perbuatannya.Liora tersenyum puas. Bukan hal yang sulit baginya untuk mendapatkan rekaman CCTV itu. Dia yakin Arka pasti akan bertanggung jawab."Sayang, sepertinya kita harus menentukan tanggal pernikahan kita mulai hari ini.""Beri aku waktu untuk memikirkan tanggal yang pas untuk pernikahan kita."Liora sedikit senang, secara tidak langsung Arka akhirnya menyatakan akan menikahinya."Aku berharap kamu menentukan tanggalnya secepat mungkin, itu juga akan membantumu untuk mengabulkan keinginan mamamu kan?"Arka diam. Apa yang dikatakan Liora memang benar. Mungkin jika dia akan segera menikah, dia tidak akan mendengarkan orang tuanya mendesaknya lagi untuk menikah."Aku akan menikahimu secepatnya, tapi hanya memiliki waktu lima bulan saja."Liora mengernyit tak paham. "Apa maksudmu?""Aku berjanji setelah ini aku tidak akan menyentuhmu lagi, sekali pun nantinya kita sudah menikah. Aku bertanggung jawab atas apa yang terjadi malam itu, dan menunggu kehamilanmu. Jika dalam lima bulan kau tidak hamil, aku bisa menceraikanmu.""Tapi jika sebelum lima bulan aku hamil?""Aku akan menjadi suamimu untuk semuanya, demi anak yang akan kau lahirkan nantinya."Liora terdiam sesaat. Dia tak begitu yakin, apakah dirinya bisa hamil setelah satu kali saja berhubungan badan. Setelah ini Arka juga tak mau menyentuhnya."Kenapa kamu harus memberikan batasan itu? Kamu ingin mempermainkan pernikahan?""Kita tidak saling mencintai, bagaimana bisa menjalani rumah tangga tanpa cinta?""Tapi sayang, aku sudah mencintaimu."Arka mengernyit tak yakin. "Kita baru bertemu beberapa hari, kau tidak bisa mencintaiku secepat itu."Liora menggeleng tak membenarkan. "Aku memang sudah mencintaimu, bahkan saat pertama melihatmu. Kamu sangat tampan, dan apa yang ku cari selama ini semuanya ada pada dirimu. Jadi sebenarnya aku sangat berharap, kamu akan menjadi suamiku untuk selamanya bukan untuk sesaat."Arka menghela nafas tak peduli. Dia tak bisa mempercayai ucapan Liora, baginya sangat tidak masuk akal."Kita baru saja bertemu, dan kau sudah yakin bahwa kau mencintaiku? Itu membuatku semakin yakin, kau bukan perempuan baik-baik.""Lalu bagaimana caranya agar aku terlihat seperti perempuan baik di matamu?"Arka kembali menoleh menatap Liora sesaat. Dia tak bisa menjawab. Karena sampai kapanpun sepertinya Arka tidak bisa melihat perempuan baik di matanya. Dia tidak bisa lagi mengagumi perempuan lain, kecuali satu."Aku akan menikahimu sebagai pertanggung jawaban atas apa yang telah ku lakukan padamu. Jadi jangan berharap lebih padaku, aku ... tidak akan bisa menerimamu di hatiku. Jadi ... sebaiknya kau juga jaga hatimu untuk tidak jatuh cinta padaku."Liora terdiam, menatap Arka tak paham. Dia ingin bertanya, namun Arka lebih dulu melanjutkan kalimatnya."Pergilah, jangan terus menemuiku seperti ini jika aku tidak memintamu datang."'Dia tidak percaya aku sudah mencintainya? kenapa dia harus melarangku untuk jatuh cinta padanya? Dia baru saja mengatakan pernikahan tidak akan berjalan baik tanpa cinta, tapi kenapa dia tidak mau berusaha sama-sama untuk saling mencintai?'Pagi harinya, Liora dan Arka langsung memutuskan untuk segera pulang ke rumah. Karena mereka hanya membawa satu baju ganti, jadi mereka tak mungkin akan bermain-main di pantai lebih dulu sebelum pulang. Sesampai di rumah, mereka langsung membersihkan diri masing-masing. Mereka juga sempat membeli makanan di luar untuk di bawa ke rumah. Karena perjalanan yang cukup jauh, tentu Liora juga pasti lelah, Arka tak mungkin meminta sang istri untuk menyiapkan sarapan untuk mereka. Kini mereka duduk di ruang makan, menikmati sarapan yang sudah siap di meja makan. "Minggu depan Kala sudah mulai masuk sekolah kan?" tanya Liora memastikan. Kala mengangguk membenarkan. "Iya ma, sekarang Kala jadi tidak sabar untuk masuk sekolah. Saat masuk sekolah nanti, Kala akan minta ibu guru untuk memanggil nama Kala lebih dulu, agar Kala bisa menceritakan kisah liburan Kala bersama mama papa lebih dulu ke teman-teman."
"Wahh cantiknya!" seru Kala saat melihat hamparan bintang di langit. Saat ini dia duduk di depan tenda, beralaskan tikar dan didampingi mama papanya di sampingnya. "Papa, ayo kita hitung bintang-bintang itu." Mendengar ucapan sang anak, Liora justru tertawa kecil. "Mana mungkin kita bisa menghitung bintang itu. Jumlahnya sangat banyak, pasti sampai berjuta-juta." "Kala suka dengan bintang-bintang itu, andai saja bisa menatapnya setiap malam. Arka menghela nafas pelan. "Sayang sekali bintang tidak muncul setiap malam. Tapi jika cuacanya bagus dan Kala ingin melihatnya lagi saat di rumah, Kala bisa keluar rumah sebelum tidur. Papa dan mama akan menemani Kala." "Benarkah?" Arka mengangguk mengiyakan, membuat anak itu bersorak riang. "Terimakasih papa." "Kamu tidak berterima kasih juga pada mama? Mama juga akan menemanimu melihat bintang," ucap Liora memasang raut cemburu.
Cukup lama setelah Arka dan Liora menemani Kala bermain membuat istana pasir, menikmati makan siang bersama, bercerita, bercanda, berfoto dan banyak hal yang mereka lalui hingga akhirnya matahari mulai tenggelam di ufuk barat.Liora dan Arka berdiri membelakangi kamera yang masih menyala, mereka menikmati senja di pantai itu sambil bergandengan tangan. Sesekali menertawakan Kala yang tengah berlari bersama anak lainnya mengejar burung camar yang terbang di langit-langit senja. "Kala itu ... mirip denganmu ya."Liora menoleh, menatap sang suami dengan sorot tak setuju. "Tapi cara berpikirnya mirip denganmu, lihat saja jika dia memutuskan sesuatu ... sangat sama sepertimu."Arka terkekeh pelan. Mungkin yang dikatakan Liora memang benar. "Tapi dia cantik, sepertiku kan?" Liora tersenyum bangga. Dia melepaskan genggamannya lalu melipat tangannya ke depan dada. "Jika kamu tidak menikah denganku, anakmu mungkin tidak akan secantik Kala."
Cukup lama Liora dan Arka berjalan di tepi pantai bergandengan berdua saja. Mereka benar-benar menikmati waktu berdua, mengingatkan mereka kembali dengan masa-masa di mana Liora masih mengejar cinta Arka.Tapi sekarang, Liora sudah tak mengejarnya lagi. Dia sudah berhasil memiliki Arka. "Liora."Liora ikut menghentikan langkahnya saat Arka berhenti. Laki-laki itu kini menatapnya dengan sorot serius, entah kenapa tatapan itu justru membuat Liora gugup. Sudah sangat lama dia tak merasa seperti ini.Arka meraih satu tangan istrinya lagi, menggenggamnya erat. "Terimakasih telah menghadirkan kebahagiaan ini."Liora tersenyum. "Seharusnya aku yang harus mengatakan itu. Terimakasih sayang.""Dan ada satu hal yang ingin kembali ku katakan padamu."Liora tak menjawab, dia masih menunggu dengan perasaan yang begitu penasaran. Apa yang ingin dikatakan Arka?"Aku sungguh mencintaimu."Liora tertegun. Kalimat itu .
Pukul delapan pagi, mobil yang Arka kemudikan akhirnya sampai juga di tempat tujuan mereka. Baru keluar dari pantai saja Kala begitu tampak antusias melihat pemandangan yang indah. Ini pertama kalinya dia diajak ke sana. Kala jadi tak sabar untuk bermain pasir dan air di pinggir pantai itu. Dia juga melihat banyak anak kecil seumurannya bermain di sana. "Mama papa ayo!"Arka mengambil beberapa peralatan di bagasi mobil, seperti kursi lipat, tripod, kamera, makanan ringan dan minuman. Tentu Arka tak mau momen spesial ini tak diabadikan begitu saja. "Ayo," ajak Liora. Dia mengulurkan tangannya untuk menyuntik sang anak. Sedangkan Arka yang sibuk membawa barang-barang, mulai mengikuti langkah mereka dari belakang. Sampai di tepi pantai, Arka langsung mencari tempat yang pas untuk menyusun tempat duduk yang akan menjadi tempat istirahat mereka nantinya saat lelah bermain. Kala yang begitu antusias mulai melepas alas ka
Arka meletakkan secangkir kopi susu di atas meja. Dia lalu duduk di samping sahabatnya yang sejak tadi sudah menunggunya di kursi teras rumah."Istri dan anakmu sudah tidur?" tanya Ervan memastikan. Arka menjawabnya dengan anggukan. Jika tidak mengingat ucapan Ervan di wahana bermain tadi, Arka juga tidak mau meminta Ervan untuk datang ke rumahnya. "Besok aku dan Liora akan mengajak Kala ke pantai, jadi mungkin hanya malam ini ada waktu untuk mengobrol bersamamu. Takutnya apa yang ingin kau bicarakan itu sangat penting, jadi aku tidak mau menundanya lama."Ervan mengangguk paham. Namun sebelum mengatakan inti pembicaraan mereka, Ervan justru tertawa pelan. "Apa kau tidak mau berterimakasih padaku? Jika bukan karena caraku untuk mengajak Kala ke wahana bermain tadi, mungkin Liora tidak akan bersikap seperti ini, mungkin istrimu masih belum sadar jika anaknya begitu sangat penting, jadi bukankah karena caraku ini Liora jadi sadar?"Arka m
Terlalu semangat dan menikmati liburan hari ini, Kala kelelahan. Kini sudah menunjukan pukul 7 malam, mereka seharusnya sudah sampai ke rumah, tapi jalanan malam itu mendadak macet. Tak ada cara lain, Arka harus dengan sabar mengikuti antrian panjang di jalanan yang sudah mulai gelap itu. Jarak rumahnya dari tempat wahana bermain tadi juga sangat jauh, memerlukan waktu hampir dua jam untuk ke sana. Tapi Arka tak mengeluh, paling tidak hari ini dia bisa melihat putrinya tersenyum bahagia.Arka menoleh, sang anak kini sudah terlelap di pangkuan Liora. Liora dengan tulus sejak tadi terus mengusap punggung sang anak, berusaha membuat kenyamanan untuk tidur anak itu walau tidur dengan posisi yang mungkin tidak biasa."Apa kamu lelah?" tanya Arka memastikan keadaan sang istri. Liora menjawab dengan gelengan, lalu mengukir senyum. "Hari ini sangat menyenangkan, aku sama sekali tidak lelah. Mungkin aku lebih menyukai hari seperti ini
Anak kecil yang sejak tadi duduk di kursi taman sambil menikmati es krim di tangannya tak sadar jika ada dua orang dewasa mendekatinya."Kala."Kala berhenti menikmati es krim tersebut, kini dia mendongak. Mata seketika berbinar senang melihat kedua orang tuanya akhirnya datang juga.Dia tidak akan marah lagi pada Liora ataupun Arka, karena sebelum Ervan meninggalkannya tadi dia sudah berjanji pada Ervan. Karena Ervan sudah membuat rasa sedih Kala hilang, maka dia harus memaafkan kedua orang tuanya, seperti yang Kala janjikan pada Ervan tadi."Mama, papa!"Liora dan Arka memutuskan untuk ikut duduk di samping anak itu. "Kala, maafin mama ya."Kala terdiam sesaat, dia tau apa maksud mamanya barusan. Dia kemudian menggeleng tak ingin menyalahkan sang mama. "Mama enggak salah, Kala yang harus minta maaf ke mama. Kala tau mama sibuk, tapi Kala selalu meminta mama untuk menemani Kala. Maafin Kala ya ma."Arka tersen
Dengan tergesa, Liora dan Arka keluar dari mobil setelah sampai di sebuah tempat yang cukup ramai. Ini pertama kalinya mereka datang ke sana. Liora melihat banyak anak kecil bersama orang tuanya bersenang-senang di tempat itu. Di sana juga banyak wahana untuk anak kecil yang terlihat begitu menyenangkan. Liora yakin Ervan tak membohongi mereka saat ini, pasti benar Kala sangat menyukai tempat itu."Arka, Liora!"Perhatian Arka dan Liora langsung tertuju ke asal suara yang memanggilnya barusan. Ervan benar ada di sana, dan mulai menghampiri mereka.Namun Liora tetap tidak bisa tenang, tidak ada Kala di dekat Ervan. Lalu di mana anaknya? Bukankah Ervan saat di telpon tadi mengatakan sedang bersama Kala?"Ervan, mana Kala?" tanya Arka yang juga sama khawatirnya dengan Liora.Ervan menghela nafas pelan. Lalu menjelaskan semuanya. "Kala hanya ingin berlibur."Arka tau, Minggu ini anaknya libur sekolah. Bahkan Minggu lalu Kal