Seorang dokter tampan dengan aura cool dan mempesona berjalan menyusuri koridor rumah sakit dengan langkah mantap. Jas putih yang selalu tampak bersih dan rapi, dengan stetoskop berwarna silver yang selalu tergantung di lehernya membuatnya tampak sangat profesional.
Arka adalah salah satu dokter muda yang menjadi idola banyak orang, baik pasien maupun rekan kerja.Namun kali ini berbeda dari biasanya, sorot mata yang selalu memberikan ketenangan dan kenyamanan itu kini berubah. Dia menghampiri seorang perempuan dengan tatapan serius dan dingin. Perempuan yang dia temui kemarin, telah mengganggu ketenangan Arka.Arka tidak nyaman dengan keberadaan Liora, bahkan baru saja seorang perawat mengatakan padanya jika Liora mencarinya dan mengaku sebagai calon istrinya."Kau mencariku?"Liora mengukir senyum. Akhirnya dia bisa bertemu lagi dengan laki-laki tampan yang telah membuatnya terpesona itu. Dia kemudian menunjukan dompet hitam yang sejak tadi berada di genggamannya. "Dompetmu tertinggal di hotel kemarin. Jadi, aku ingin mengem -"Belum sempat Liora menyelesaikan kalimatnya, Arka langsung mengambil dompet itu dari tangan Liora. Lalu memasukkannya ke saku celana."Sekarang pergilah!"Arka berbalik, nyaris melangkah pergi meninggalkan Liora. Namun dengan segera perempuan itu mencekal pergelangan tangannya."Tunggu Arka!"Arka kembali berbalik berhadapan dengan Liora. Dia dengan segera melepaskan tangannya dari cekalan perempuan itu cukup kasar.Liora paham, Arka tampak tidak nyaman berada di dekatnya. Mungkin juga Arka takut jika akan ada banyak orang melihat mereka dan salah mengartikan. Seorang dokter tampan sekaligus anak pemilik rumah sakit besar seperti Arka mungkin selalu menjaga jarak dengan perempuan agar tak tercipta berita palsu yang bisa menjadi trending topik.Tapi itu tidak penting bagi Liora, justru jika berita kedekatannya dengan Arka cepat menyebar Liora sangat senang."Aku menemuimu di sini bukan hanya untuk mengantarkan dompetmu. Tapi aku juga ingin menuntutmu kembali, meminta pertanggung jawaban atas apa yang telah kamu lakukan padaku kemarin."Tak mempedulikan ucapan Liora, Arka memilih melanjutkan langkahnya.Liora menautkan kedua alisnya. Dia mulai kesal dengan sikap Arka yang selalu tak menghiraukannya. Liora menyusul laki-laki itu, mensejajarkan langkahnya dengan Arka."Kamu tetap tidak mau bertanggung jawab, karena belum menemukan ingatan tentang kejadian malam itu? Arka, bagaimana cara berpikirmu saat ini? Sudah jelas kita terbangun di dalam satu kamar, dan penampilan kita yang cukup berantakan apa masih membuatmu yakin tak melakukan apapun padaku?"Arka tetap tak menghiraukan. Laki-laki itu terus melangkah, dengan sorot tajam yang masih lurus ke depan. Dia sama sekali tak mempedulikan keberadaan Liora di sampingnya."Jika kamu tidak mau tanggung jawab, bagaiamana denganku? Bagaimana jika aku akan hamil? Apa yang harus aku katakan pada keluargaku, hamil tanpa seorang suami?"Liora mulai merasa kesal karena tak ada jawaban dari Arka. Dia akhirnya menghentikan langkahnya, menatap punggung laki-laki jangkung yang terus saja melangkah meninggalkannya."Apa aku harus menemui keluargamu, dan mengatakan pada mereka tentang semua ini?Langkah Arka akhirnya terhenti. Liora menghela nafas pelan setelah berhasil membuat laki-laki itu mendengarkannya. Arka berbalik, membuat sorot matanya yang dingin kini kembali mengarah pada Liora.Karena ucapannya barusan, ide cemerlang akhirnya muncul di kepala Liora. Dia kemudian melanjutkan kalimatnya, "apa aku teriak saja di sini sekarang juga? Agar semua orang tau dokter di hadapanku saat ini pernah tidur dengan perempuan dan tak mau bertanggung jawab. Agar mereka tau, dokter yang mungkin selama ini mereka kira baik ternyata tidak sebaik yang mereka pikirkan!"Arka sama sekali tidak berniat untuk mencegah perempuan itu melakukan hal yang baru saja dikatakan. Dia hanya menatapnya dingin, sambil menunggu hal yang selanjutnya akan dilakukan perempuan itu."Arka!"Pandangan Arka sama sekali tak teralihkan dari wajah Liora. Saat seorang dokter seumuran dengannya mulai menghampiri. Dia sudah hafal hanya dengan mendengar suaranya, itu pasti Danu -sahabatnya sekaligus rekan kerjanya."Dokter!" Liora bergegas menghampiri dokter berbadan bulat yang sudah berdiri di samping Arka. Liora berpikir, mungkin ini adalah kesempatannya. "Tolong saya, dokter ini sudah meniduri saya tapi tidak mau bertanggung jawab."Mata Danu melebar seketika setelah mendengar perkataan Liora. Dia kemudian mengarahkan pandangannya pada Arka, seakan meminta penjelasan."Benarkah kau melakukan itu, Ar?"Arka tak menjawab, dia hanya menatap Danu tanpa ekspresi."Aku rasa tidak," tambah Danu sambil mengukir senyum lebar. Dia kemudian kembali menatap Liora. "Nona, kau sangat cantik carilah laki-laki lain di luar sana yang mau menerimamu. Tolong jangan gunakan cara seperti lagi untuk mendapatkan seseorang."Seketika Liora membelalak. Bagaimana bisa dokter itu tak mempercayai ucapannya?"Jika anda mengatakan seperti itu lagi ke banyak orang, mungkin anda akan diminta untuk pergi ke rumah sakit jiwa. Karena orang yang anda tuduh adalah dokter Arka, semua orang pasti sudah banyak mengenal dokter Arka."Benar yang dikatakan Danu. Liora hanya akan dicap gila jika menuduh Arka tanpa bukti. Arka sudah banyak dikenal orang dengan sikapnya yang tegas dan berwibawa, mana mungkin akan melakukan hal sebodoh itu?Liora kembali menatap Arka sesaat, sebelum akhirnya dia memutuskan untuk pergi tanpa mengatakan sepatah kalimat apapun lagi pada Arka. Namun Liora berjanji, akan kembali menemui Arka setelah mendapat bukti yang kuat untuk meminta pertanggung jawaban.***Arka duduk di kursi ruang pribadi miliknya di rumah sakit, sesaat dia memejamkan matanya untuk melepas lelah.Mendadak pikirannya justru kembali teringat pada perempuan yang menemuinya barusan.'Benarkah aku melakukan itu?'Mata Arka kembali terbuka. Dia masih belum bisa menemukan ingatannya yang hilang malam itu, apa yang terjadi sebenarnya?Kini Arka membuka dompetnya yang baru saja dikembalikan oleh Liora. Arka menghela nafas kasar saat melihat ada foto Liora dalam dompetnya. Pasti Liora yang memasukkannya ke sana.Mata hitam itu kini menatap foto Liora cukup lekat."Dia sudah tau siapa aku, tapi aku belum tau siapa namanya."Jika diingat kembali, dari penampilannya Arka yakin perempuan itu bukan berasal dari keluarga biasa."Tapi, dia siapa?"Pagi harinya, Liora dan Arka langsung memutuskan untuk segera pulang ke rumah. Karena mereka hanya membawa satu baju ganti, jadi mereka tak mungkin akan bermain-main di pantai lebih dulu sebelum pulang. Sesampai di rumah, mereka langsung membersihkan diri masing-masing. Mereka juga sempat membeli makanan di luar untuk di bawa ke rumah. Karena perjalanan yang cukup jauh, tentu Liora juga pasti lelah, Arka tak mungkin meminta sang istri untuk menyiapkan sarapan untuk mereka. Kini mereka duduk di ruang makan, menikmati sarapan yang sudah siap di meja makan. "Minggu depan Kala sudah mulai masuk sekolah kan?" tanya Liora memastikan. Kala mengangguk membenarkan. "Iya ma, sekarang Kala jadi tidak sabar untuk masuk sekolah. Saat masuk sekolah nanti, Kala akan minta ibu guru untuk memanggil nama Kala lebih dulu, agar Kala bisa menceritakan kisah liburan Kala bersama mama papa lebih dulu ke teman-teman."
"Wahh cantiknya!" seru Kala saat melihat hamparan bintang di langit. Saat ini dia duduk di depan tenda, beralaskan tikar dan didampingi mama papanya di sampingnya. "Papa, ayo kita hitung bintang-bintang itu." Mendengar ucapan sang anak, Liora justru tertawa kecil. "Mana mungkin kita bisa menghitung bintang itu. Jumlahnya sangat banyak, pasti sampai berjuta-juta." "Kala suka dengan bintang-bintang itu, andai saja bisa menatapnya setiap malam. Arka menghela nafas pelan. "Sayang sekali bintang tidak muncul setiap malam. Tapi jika cuacanya bagus dan Kala ingin melihatnya lagi saat di rumah, Kala bisa keluar rumah sebelum tidur. Papa dan mama akan menemani Kala." "Benarkah?" Arka mengangguk mengiyakan, membuat anak itu bersorak riang. "Terimakasih papa." "Kamu tidak berterima kasih juga pada mama? Mama juga akan menemanimu melihat bintang," ucap Liora memasang raut cemburu.
Cukup lama setelah Arka dan Liora menemani Kala bermain membuat istana pasir, menikmati makan siang bersama, bercerita, bercanda, berfoto dan banyak hal yang mereka lalui hingga akhirnya matahari mulai tenggelam di ufuk barat.Liora dan Arka berdiri membelakangi kamera yang masih menyala, mereka menikmati senja di pantai itu sambil bergandengan tangan. Sesekali menertawakan Kala yang tengah berlari bersama anak lainnya mengejar burung camar yang terbang di langit-langit senja. "Kala itu ... mirip denganmu ya."Liora menoleh, menatap sang suami dengan sorot tak setuju. "Tapi cara berpikirnya mirip denganmu, lihat saja jika dia memutuskan sesuatu ... sangat sama sepertimu."Arka terkekeh pelan. Mungkin yang dikatakan Liora memang benar. "Tapi dia cantik, sepertiku kan?" Liora tersenyum bangga. Dia melepaskan genggamannya lalu melipat tangannya ke depan dada. "Jika kamu tidak menikah denganku, anakmu mungkin tidak akan secantik Kala."
Cukup lama Liora dan Arka berjalan di tepi pantai bergandengan berdua saja. Mereka benar-benar menikmati waktu berdua, mengingatkan mereka kembali dengan masa-masa di mana Liora masih mengejar cinta Arka.Tapi sekarang, Liora sudah tak mengejarnya lagi. Dia sudah berhasil memiliki Arka. "Liora."Liora ikut menghentikan langkahnya saat Arka berhenti. Laki-laki itu kini menatapnya dengan sorot serius, entah kenapa tatapan itu justru membuat Liora gugup. Sudah sangat lama dia tak merasa seperti ini.Arka meraih satu tangan istrinya lagi, menggenggamnya erat. "Terimakasih telah menghadirkan kebahagiaan ini."Liora tersenyum. "Seharusnya aku yang harus mengatakan itu. Terimakasih sayang.""Dan ada satu hal yang ingin kembali ku katakan padamu."Liora tak menjawab, dia masih menunggu dengan perasaan yang begitu penasaran. Apa yang ingin dikatakan Arka?"Aku sungguh mencintaimu."Liora tertegun. Kalimat itu .
Pukul delapan pagi, mobil yang Arka kemudikan akhirnya sampai juga di tempat tujuan mereka. Baru keluar dari pantai saja Kala begitu tampak antusias melihat pemandangan yang indah. Ini pertama kalinya dia diajak ke sana. Kala jadi tak sabar untuk bermain pasir dan air di pinggir pantai itu. Dia juga melihat banyak anak kecil seumurannya bermain di sana. "Mama papa ayo!"Arka mengambil beberapa peralatan di bagasi mobil, seperti kursi lipat, tripod, kamera, makanan ringan dan minuman. Tentu Arka tak mau momen spesial ini tak diabadikan begitu saja. "Ayo," ajak Liora. Dia mengulurkan tangannya untuk menyuntik sang anak. Sedangkan Arka yang sibuk membawa barang-barang, mulai mengikuti langkah mereka dari belakang. Sampai di tepi pantai, Arka langsung mencari tempat yang pas untuk menyusun tempat duduk yang akan menjadi tempat istirahat mereka nantinya saat lelah bermain. Kala yang begitu antusias mulai melepas alas ka
Arka meletakkan secangkir kopi susu di atas meja. Dia lalu duduk di samping sahabatnya yang sejak tadi sudah menunggunya di kursi teras rumah."Istri dan anakmu sudah tidur?" tanya Ervan memastikan. Arka menjawabnya dengan anggukan. Jika tidak mengingat ucapan Ervan di wahana bermain tadi, Arka juga tidak mau meminta Ervan untuk datang ke rumahnya. "Besok aku dan Liora akan mengajak Kala ke pantai, jadi mungkin hanya malam ini ada waktu untuk mengobrol bersamamu. Takutnya apa yang ingin kau bicarakan itu sangat penting, jadi aku tidak mau menundanya lama."Ervan mengangguk paham. Namun sebelum mengatakan inti pembicaraan mereka, Ervan justru tertawa pelan. "Apa kau tidak mau berterimakasih padaku? Jika bukan karena caraku untuk mengajak Kala ke wahana bermain tadi, mungkin Liora tidak akan bersikap seperti ini, mungkin istrimu masih belum sadar jika anaknya begitu sangat penting, jadi bukankah karena caraku ini Liora jadi sadar?"Arka m
Terlalu semangat dan menikmati liburan hari ini, Kala kelelahan. Kini sudah menunjukan pukul 7 malam, mereka seharusnya sudah sampai ke rumah, tapi jalanan malam itu mendadak macet. Tak ada cara lain, Arka harus dengan sabar mengikuti antrian panjang di jalanan yang sudah mulai gelap itu. Jarak rumahnya dari tempat wahana bermain tadi juga sangat jauh, memerlukan waktu hampir dua jam untuk ke sana. Tapi Arka tak mengeluh, paling tidak hari ini dia bisa melihat putrinya tersenyum bahagia.Arka menoleh, sang anak kini sudah terlelap di pangkuan Liora. Liora dengan tulus sejak tadi terus mengusap punggung sang anak, berusaha membuat kenyamanan untuk tidur anak itu walau tidur dengan posisi yang mungkin tidak biasa."Apa kamu lelah?" tanya Arka memastikan keadaan sang istri. Liora menjawab dengan gelengan, lalu mengukir senyum. "Hari ini sangat menyenangkan, aku sama sekali tidak lelah. Mungkin aku lebih menyukai hari seperti ini
Anak kecil yang sejak tadi duduk di kursi taman sambil menikmati es krim di tangannya tak sadar jika ada dua orang dewasa mendekatinya."Kala."Kala berhenti menikmati es krim tersebut, kini dia mendongak. Mata seketika berbinar senang melihat kedua orang tuanya akhirnya datang juga.Dia tidak akan marah lagi pada Liora ataupun Arka, karena sebelum Ervan meninggalkannya tadi dia sudah berjanji pada Ervan. Karena Ervan sudah membuat rasa sedih Kala hilang, maka dia harus memaafkan kedua orang tuanya, seperti yang Kala janjikan pada Ervan tadi."Mama, papa!"Liora dan Arka memutuskan untuk ikut duduk di samping anak itu. "Kala, maafin mama ya."Kala terdiam sesaat, dia tau apa maksud mamanya barusan. Dia kemudian menggeleng tak ingin menyalahkan sang mama. "Mama enggak salah, Kala yang harus minta maaf ke mama. Kala tau mama sibuk, tapi Kala selalu meminta mama untuk menemani Kala. Maafin Kala ya ma."Arka tersen
Dengan tergesa, Liora dan Arka keluar dari mobil setelah sampai di sebuah tempat yang cukup ramai. Ini pertama kalinya mereka datang ke sana. Liora melihat banyak anak kecil bersama orang tuanya bersenang-senang di tempat itu. Di sana juga banyak wahana untuk anak kecil yang terlihat begitu menyenangkan. Liora yakin Ervan tak membohongi mereka saat ini, pasti benar Kala sangat menyukai tempat itu."Arka, Liora!"Perhatian Arka dan Liora langsung tertuju ke asal suara yang memanggilnya barusan. Ervan benar ada di sana, dan mulai menghampiri mereka.Namun Liora tetap tidak bisa tenang, tidak ada Kala di dekat Ervan. Lalu di mana anaknya? Bukankah Ervan saat di telpon tadi mengatakan sedang bersama Kala?"Ervan, mana Kala?" tanya Arka yang juga sama khawatirnya dengan Liora.Ervan menghela nafas pelan. Lalu menjelaskan semuanya. "Kala hanya ingin berlibur."Arka tau, Minggu ini anaknya libur sekolah. Bahkan Minggu lalu Kal