Share

2. Bertemu

Seorang dokter tampan dengan aura cool dan mempesona berjalan menyusuri koridor rumah sakit dengan langkah mantap. Jas putih yang selalu tampak bersih dan rapi, dengan stetoskop berwarna silver yang selalu tergantung di lehernya membuatnya tampak sangat profesional.

Arka adalah salah satu dokter muda yang menjadi idola banyak orang, baik pasien maupun rekan kerja.

Namun kali ini berbeda dari biasanya, sorot mata yang selalu memberikan ketenangan dan kenyamanan itu kini berubah. Dia menghampiri seorang perempuan dengan tatapan serius dan dingin. Perempuan yang dia temui kemarin, telah mengganggu ketenangan Arka.

Arka tidak nyaman dengan keberadaan Liora, bahkan baru saja seorang perawat mengatakan padanya jika Liora mencarinya dan mengaku sebagai calon istrinya.

"Kau mencariku?"

Liora mengukir senyum. Akhirnya dia bisa bertemu lagi dengan laki-laki tampan yang telah membuatnya terpesona itu. Dia kemudian menunjukan dompet hitam yang sejak tadi berada di genggamannya. "Dompetmu tertinggal di hotel kemarin. Jadi, aku ingin mengem -"

Belum sempat Liora menyelesaikan kalimatnya, Arka langsung mengambil dompet itu dari tangan Liora. Lalu memasukkannya ke saku celana.

"Sekarang pergilah!"

Arka berbalik, nyaris melangkah pergi meninggalkan Liora. Namun dengan segera perempuan itu mencekal pergelangan tangannya.

"Tunggu Arka!"

Arka kembali berbalik berhadapan dengan Liora. Dia dengan segera melepaskan tangannya dari cekalan perempuan itu cukup kasar.

Liora paham, Arka tampak tidak nyaman berada di dekatnya. Mungkin juga Arka takut jika akan ada banyak orang melihat mereka dan salah mengartikan. Seorang dokter tampan sekaligus anak pemilik rumah sakit besar seperti Arka mungkin selalu menjaga jarak dengan perempuan agar tak tercipta berita palsu yang bisa menjadi trending topik.

Tapi itu tidak penting bagi Liora, justru jika berita kedekatannya dengan Arka cepat menyebar Liora sangat senang.

"Aku menemuimu di sini bukan hanya untuk mengantarkan dompetmu. Tapi aku juga ingin menuntutmu kembali, meminta pertanggung jawaban atas apa yang telah kamu lakukan padaku kemarin."

Tak mempedulikan ucapan Liora, Arka memilih melanjutkan langkahnya.

Liora menautkan kedua alisnya. Dia mulai kesal dengan sikap Arka yang selalu tak menghiraukannya. Liora menyusul laki-laki itu, mensejajarkan langkahnya dengan Arka.

"Kamu tetap tidak mau bertanggung jawab, karena belum menemukan ingatan tentang kejadian malam itu? Arka, bagaimana cara berpikirmu saat ini? Sudah jelas kita terbangun di dalam satu kamar, dan penampilan kita yang cukup berantakan apa masih membuatmu yakin tak melakukan apapun padaku?"

Arka tetap tak menghiraukan. Laki-laki itu terus melangkah, dengan sorot tajam yang masih lurus ke depan. Dia sama sekali tak mempedulikan keberadaan Liora di sampingnya.

"Jika kamu tidak mau tanggung jawab, bagaiamana denganku? Bagaimana jika aku akan hamil? Apa yang harus aku katakan pada keluargaku, hamil tanpa seorang suami?"

Liora mulai merasa kesal karena tak ada jawaban dari Arka. Dia akhirnya menghentikan langkahnya, menatap punggung laki-laki jangkung yang terus saja melangkah meninggalkannya.

"Apa aku harus menemui keluargamu, dan mengatakan pada mereka tentang semua ini?

Langkah Arka akhirnya terhenti. Liora menghela nafas pelan setelah berhasil membuat laki-laki itu mendengarkannya. Arka berbalik, membuat sorot matanya yang dingin kini kembali mengarah pada Liora.

Karena ucapannya barusan, ide cemerlang akhirnya muncul di kepala Liora. Dia kemudian melanjutkan kalimatnya, "apa aku teriak saja di sini sekarang juga? Agar semua orang tau dokter di hadapanku saat ini pernah tidur dengan perempuan dan tak mau bertanggung jawab. Agar mereka tau, dokter yang mungkin selama ini mereka kira baik ternyata tidak sebaik yang mereka pikirkan!"

Arka sama sekali tidak berniat untuk mencegah perempuan itu melakukan hal yang baru saja dikatakan. Dia hanya menatapnya dingin, sambil menunggu hal yang selanjutnya akan dilakukan perempuan itu.

"Arka!"

Pandangan Arka sama sekali tak teralihkan dari wajah Liora. Saat seorang dokter seumuran dengannya mulai menghampiri. Dia sudah hafal hanya dengan mendengar suaranya, itu pasti Danu -sahabatnya sekaligus rekan kerjanya.

"Dokter!" Liora bergegas menghampiri dokter berbadan bulat yang sudah berdiri di samping Arka. Liora berpikir, mungkin ini adalah kesempatannya. "Tolong saya, dokter ini sudah meniduri saya tapi tidak mau bertanggung jawab."

Mata Danu melebar seketika setelah mendengar perkataan Liora. Dia kemudian mengarahkan pandangannya pada Arka, seakan meminta penjelasan.

"Benarkah kau melakukan itu, Ar?"

Arka tak menjawab, dia hanya menatap Danu tanpa ekspresi.

"Aku rasa tidak," tambah Danu sambil mengukir senyum lebar. Dia kemudian kembali menatap Liora. "Nona, kau sangat cantik carilah laki-laki lain di luar sana yang mau menerimamu. Tolong jangan gunakan cara seperti lagi untuk mendapatkan seseorang."

Seketika Liora membelalak. Bagaimana bisa dokter itu tak mempercayai ucapannya?

"Jika anda mengatakan seperti itu lagi ke banyak orang, mungkin anda akan diminta untuk pergi ke rumah sakit jiwa. Karena orang yang anda tuduh adalah dokter Arka, semua orang pasti sudah banyak mengenal dokter Arka."

Benar yang dikatakan Danu. Liora hanya akan dicap gila jika menuduh Arka tanpa bukti. Arka sudah banyak dikenal orang dengan sikapnya yang tegas dan berwibawa, mana mungkin akan melakukan hal sebodoh itu?

Liora kembali menatap Arka sesaat, sebelum akhirnya dia memutuskan untuk pergi tanpa mengatakan sepatah kalimat apapun lagi pada Arka. Namun Liora berjanji, akan kembali menemui Arka setelah mendapat bukti yang kuat untuk meminta pertanggung jawaban.

***

Arka duduk di kursi ruang pribadi miliknya di rumah sakit, sesaat dia memejamkan matanya untuk melepas lelah.

Mendadak pikirannya justru kembali teringat pada perempuan yang menemuinya barusan.

'Benarkah aku melakukan itu?'

Mata Arka kembali terbuka. Dia masih belum bisa menemukan ingatannya yang hilang malam itu, apa yang terjadi sebenarnya?

Kini Arka membuka dompetnya yang baru saja dikembalikan oleh Liora. Arka menghela nafas kasar saat melihat ada foto Liora dalam dompetnya. Pasti Liora yang memasukkannya ke sana.

Mata hitam itu kini menatap foto Liora cukup lekat.

"Dia sudah tau siapa aku, tapi aku belum tau siapa namanya."

Jika diingat kembali, dari penampilannya Arka yakin perempuan itu bukan berasal dari keluarga biasa.

"Tapi, dia siapa?"

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status