Share

BAB 8 PERDEBATAN YANG DIMULAI

Senja itu, matahari belum juga tenggelam. Warna jingga kemerahan sudah menguasai langit dengan beberapa burung beterbangan kembali ke peraduannya. Suara sepatu dari luar rumah terdengar sangat keras, seperti sengaja dientakkan.

Senja yang tengah mengupas apel di meja makan langsung menoleh kea rah pintu utama. Rumah Asa yang minimalis dengan kaca sebagai pembatas dominan setiap ruangan di sana membuatnya bisa memantau tamu dengan mudah. Seorang pria tampak memasuki rumah. Suara tas jinjing yang ditaruh asal didengar oleh Senja. Gadis itu segera berdiri ketika mendapati Asa menuju dapur.

“Sudah selesai urusannya?” tanyanya.

Asa terdiam. Dia lantas memijat kening, merasakan denyut emosi di sana. “Apa kamu sudah memastikan jika Neon pelakunya?” timpalnya balik bertanya,

Senja terdiam. Keningnya sedikit berkerut. “Maksudmu?”

“Aku sudah mendatangi Neon dan dia bilang dia belum bertemu denganmu sejak kemarin.” Mata cokelat Asa memandang lurus ke arah Senja. “Apa kamu yakin dia pelakunya?”

Helaan napas lolos begitu saja dari mulut Senja. “Aku harus berapa kali bilang padamu, Asa,” ucapnya. “Kamu sudah liat sendiri detail percakapanku semalam dengannya di ponsel dan aku datang ke kamar hotelnya!”

Asa terdiam dengan semua pikiran yang berkecamuk memenuhi isi kepalanya. Dia juga tidak ingin asal memercayai ucapan Neon, tetapi pernyataan Senja juga tidak bisa membuat dirinya amat yakin. Gadis itu menggenggam tangannya dan memandang dengan wajah cemas.

“Aku mohon, percayalah padaku,” ucap Senja.

Pria itu menghela napas, lalu mengangguk. Dia membawa tubuh Senja ke dalam pelukannya. Tangannya menepuk pelan punggung gadis tersebut. Asa tahu bahwa emosi Senja masih belum stabil dan dia tidak ingin menambah beban pikiran istri kontraknya itu.

“Mulai besok, jangan ke mana-mana dulu.”

Ucapan Asa membuat Senja lantas melepaskan pelukannya. Dia menatap pria berwajah tampan itu. “Bagaimana dengan pekerjaanku? Aku asistenmu, Asa,” ucapnya.

Asa berdecak. “Sudahlah, lupakan! Lagipula, asisten mana yang setiap bertemu harus saling memeluk seperti ini?”

Senja yang menyadari hal itu sontak melepas tangannya yang masih menyentuh pinggang Asa. Dia mendengkus. Pria itu benar-benar tidak bisa diajak serius sekarang.

“Aku harus tetap bekerja,” ucap gadis itu. “Perjanjian harus tetap berjalan dan aku tidak mau hanya karena satu masalah, lalu aku kehilangan pekerjaanku.”

Asa meneguk liur. Gadis itu ada benarnya. Mereka baru saja menandatangani kontrak kemarin dan waktu berjalan begitu cepat seolah dia merasa jika dia dan Senja telah lama menjalankan perjanjian tersebut. Dia mendengkus, lantas memijat keningnya lagi,

“Terserahmu,” ucapnya menimpali. “Lalu, bagaimana dengan naskahnya? Sudah selesai?”

“Matamu! Aku bahkan baru menyelesaikan lima bab pertamanya!” balas Senja dengan nada tinggi.

Dia berbalik menuju meja makan dan melahap potongan apel yang tersisa. Namun, baru saja dia menggigitnya, Asa mendekat dan langsung menggigit ujung apel yang lain. Dua pasang mata itu bertemu, menyelami isi pikiran masing-masing. Liur Senja tertelan sempurna. Bagaimanapun, sekesalnya dirinya dengan Asa, dia tetap tidak bisa sepenuhnya membenci pria itu. Selain karena uang, lalu apalagi selain karena dia bisa memandangi wajah tampan itu setiap hari? Merupakan suatu keberuntungan baginya meski hanya menjadi istri kontrak Asa Kanagara.

Ceruk tipis terukir di sudut bibir Asa. Dia mengunyah potongan apel yang berhasil digigitnya, lalu menyandarkan diri di meja. “Apa adegan barusan juga ada di naskahmu?” ledeknya.

Manik Senja membola sekejap. Dia memukul lengan Asa seketika hingga pria itu mengaduh kesakitan. Namun, sejurus kemudian, gadis itu terdiam seraya berpikir. “Mungkin bisa kumasukkan nanti,” ucapnya. “Adegan di mana FL dan ML masak bersama, lalu mereka saling bertatapan dan membuat momen yang romantis.”

Asa menyeringai. Dia memandangi wajah Senja. Gadis itu terlihat makin cantik ketika sedang serius seperti detik ini. Tanpa disadari, tubuhnya bergerak cepat, lantas mendaratkan kecupan manis di pipi gadis tersebut.

Senja yang menyadari hal itu langsung terdiam. Dia melirik ke arah pria di dekatnya yang kini tampak tersenyum padanya. Lesung pipit di pipi Asa tampak jelas terlihat dan itu mampu menghipnotis Senja.

Sementara itu, CEO Kanagara Group itu menghela napas. “Kamu cantik hari ini,” ucapnya.

Napas Senja seolah berhenti seketika ketika ucapan itu terlontar dari mulut Asa. Liurnya bahkan tidak bisa tertelan sekarang. Entah apa yang membuat pria itu makin bersikap manis padanya. Mereka baru pertama bertemu dan perlakuan Asa seperti sedang menggoda istrinya sendiri.

Iya, Senja tahu dia adalah istri Asa sekarang. Namun, dia hanya istri kontrak! Bukan istri yang dinikahi karena ijab kabul di hadapan penghulu.

“Kamu pasti kelelahan.” Senja beralih membereskan piring apel di meja dan membawanya ke cucian piring. Dia sadar jika pipinya merona sekarang dan tidak ingin pria itu terus-menerus melihatnya.

Namun, sikap manis Asa tidak hanya sampai di situ. Pria itu sekarang mendekatii Senja, lalu mengalingkarkan tangannya di pinggang gadis tersebut. Senja hampir memberontak karena risi, tetapi pria di belakangnya justru mengecup ceruk lehernya hingga membuat dadanya berdesir hebat. Oh, Tuhan, ini pertama kalinya bagi Senja dan gairahnya dapat dipancing dengan mudah!

“Asa, please ….” Senja melirih. Dia menggeliat ketika tangan Asa mulai memeluk serta menyentuh gumpalan miliknya yang tentu saja sangat disukai oleh para pria.

Asa berdeham pelan. Dia menggumam dan jelas terdengar di telinga Senja. “Monica ….”

Awalnya, Senja menikmati setiap sentuhan itu. Namun, ketika nama lain disebut oleh Asa, gairah itu hilang sekejap mata. Gadis itu terdiam, mendengkus, lalu melepas kedua tangan Asa dari tubuhnya. Dia berbalik dan menatap pria tersebut.

“Apa kamu bilang? Monica?”

Asa mengernyit. Dia bahkan tidak sadar jika sudah memanggil nama mantan kekasihnya barusan.

“Asa, aku bukan Monica,” ucap gadis itu. “Dan aku tidak bisa menjadi Monica-mu sampai kapan pun.”

Pria itu terdiam. Dia tidak bisa menghentikan pergerakan Senja, terlebih ketika gadis itu berjalan menjauh dan meninggalkannya di dapur. Asa mendaratkan lengannya di sandaran kursi. Sejenak dia menyisir rambut, lalu memikirkan soal ucapannya barusan. Dia sendiri tidak sadar jika sudah menyebut nama Monica pada Senja.

“Senja!” serunya. Gadis itu terus berjalan menuju kamarnya di lantai atas. “Senja! Aku bisa jelaskan!”

Senja tidak menghiraukan panggilan Asa. Tungkainya terus melangkah ke kamar. Rasa kesalnya berkali-kali lipat. Pikirannya berkecamuk, menduga jika Asa melakukan hal semanis itu bukanlah untuknya, melainkan untuk mantan kekasihnya.

“Senja! Senja!”

***

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status