Share

BAB 7 FRIENDS WITH BENEFIT (21+)

Senja mengeratkan kedua lengannya pada leher Asa ketika pria itu meleburkan diri saat mendapati dirinya telah siap. Ini terlalu dini baginya, tetapi Senja yakin keputusannya tidak salah. Manik gadis itu terpejam. Dia menggigit bibir, menahan sesuatu yang terasa perih di bawah sana, sementara Asa mengetahuinya. Pria itu menghentikan diri dan menatap Senja yang berada di bawahnya.

“Apa kamu baik-baik saja dengan ini?” tanyanya.

Gadis itu mengangguk pelan. Napasnya masih tertahan dan dia tidak ingin melepaskannya sekarang. Kedua lengannya mengencangkan tautan, mengizinkan pria itu untuk melanjutkan gerakannya.

“Aku tidak ingin membuat simbiosis Parasitisme di sini,” ucap Asa, membuat Senja membuka mata dan memandanginya. “Kalau sakit, lebih baik berhenti.”

Senja menggeleng. “Kamu tahu aku yang menginginkannya,” lirihnya. “Jadi, lanjutkan saja.”

Asa menghela napas. “Kamu yakin?”

Keduanya saling bersitatap. Senja mengangguk menimpali. Asa tersenyum tipis. Lesung pipinya sedikit terlihat. Satu tangannya merengkuh tubuh Senja dan membawanya dalam kenikmatan tidak bersyarat. Gerakannya yang beruntun terasa amat lembut dan Senja bisa merasakan betapa seorang Asa Kanagara bisa membuatnya tergila-gila detik ini. Aroma keringat bercampur parfum yang begitu maskulin. Rahang tegas dengan tatapan mata yang tajam. Otot-otot dada yang tampak berisi dan terbentuk sempurna. Semuanya seperti sebuah lukisan yang menjadi nyata dan bisa direngkuh habis olehnya.

Senja menengadah, merasakan kejutan yang bergejolak dari dalam dirinya dan akan meledak sebentar lagi. Dia masih berusaha menahannya. Terlebih saat Asa mempercepat ritme gerakan dengan kepalanya yang setengah mendongak. Pria itu memimpin pergerakan hingga membuat keduanya mencapai puncak secara bersamaan sepersekian menit kemudian.

***

“Kamu bilang kalau kamu lapar tadi,” ucap Asa sembari memainkan ponselnya. Dia melirik ke arah gadis yang memejamkan mata di sebelahnya.

“Aku sudah kenyang,” ucap gadis itu tanpa sekali pun membuka mata.

Asa tertawa, lantas mengusap kepala Senja dengan gemas. “Kamu tahu, aku benar-benar tidak akan melepaskan siapa pun yang sudah melukaimu semalam,” ucapnya kembali sibuk dengan ponsel. “Biarkan aku menemukannya, lalu kuhabisi dia—”

“Untuk apa?” Senja membuka mata. Menyadari jika di luar sudah gelap, dia kembali menatap Asa. “Untuk apa kamu melakukan itu?”

Pria itu berhenti memainkan ponsel, lalu membalas tatapan Senja. “Untuk memberi mereka yang pengecut sebuah pelajaran berharga,” ucapnya tajam. “Kita sudah melakukannya sejauh ini meski baru beberapa hari. Aku membutuhkanmu dan kamu juga membutuhkanku. Jadi, kumohon, biarkan aku melakukannya untukmu kali ini.”

Senja menggeleng. “Tidak perlu,” balasnya.

“Aku tidak bisa membiarkannya, Senja!” Asa menaikkan intonasi, membuat gadis itu menoleh padanya. “Aku tidak bisa membiarkan seorang pemerkosa berkeliaran di luar sana!”

Senja bangkit dari posisi tidurnya. “Aku yang salah,” lirihnya. “Harusnya aku menurutimu untuk segera pulang.”

“Siapa yang mengajakmu bertemu di hotel itu semalam?” tanya Asa.

Gadis itu memandang pria di dekatnya. Dia menggeleng, membuat Asa kesal. Bagi Asa, sebuah kejahatan tidak bisa dibiarkan begitu saja. Apalagi ini menyangkut perempuan yang jelas-jelas merupakan istrinya sekarang—meski kontrak.

“Katakan padaku!”

Senja tersentak, hampir bergeser dari posisinya. Namun, cekalan Asa pada pundaknya membuat dirinya tidak bisa berkutik. Pria itu mendaratkan satu kecupan singkat di bibir Senja, sebuah isyarat jika tidak ada hal yang harus ditakutkan oleh gadis itu sekarang.

“Neon.”

“Siapa?”

“Neon,” ulang Senja. “Dia temanku.”

Asa terdiam. Maniknya yang setajam elang itu menatap lamat ke netra sendu gadis di depannya. “Berikan padaku nomor dan segala hal yang berkaitan dengannya. Biar aku yang membereskan sisanya.”

***

CEO muda itu berjalan dengan langkah tegap. Gerakannya begitu gesit memasuki sebuah hotel hingga semua orang yang mengenalnya langsung menundukkan kepala. Beberapa ajudan tampak mengekori. Dia melangkah menuju lift dan menekan satu nomor pada sebuah kotak di salah satu sisi pintu. Beberapa menit kemudian, pria tersebut masuk ke sebuah unit dengan key card yang sebelumnya diberi oleh salah satu ajudannya.

“S-siapa kamu?”

Seorang pria yang baru saja keluar kamar mandi terperanjat ketika mendapati Asa Kanagara telah berdiri di dalam kamarnya. Saliva pria itu terteguk, melewati kerongkongannya yang tercekat.

“A-apa yang kamu laku—”

BUK!

Tubuh Neon mendarat di nakas samping ranjang. Pria itu terdiam dengan darah di sudut bibir kirinya yang pecah. Dia menoleh ke arah Asa, mendapati pria itu memberinya tatapan mengintimidasi.

“A-apa maksudmu?”

BUK!

Darah di sudut bibirnya mengucur, menetes ke lantai. Dia kembali menoleh dan mendapati pukulan telak berkali-kali hingga para ajudan menahan pergerakan Asa.

“Pak, cukup! Sebaiknya, kita laporkan saja pada pihak berwajib—”

“Untuk apa?” Asa masih tidak melepaskan pandangan pada Neon. “Hanya aku yang boleh menghabisi pria berengsek ini!”

Asa mengayunkan satu tungkai dan mendaratkannya di dada Neon dalam sekejap mata. Pria yang sudah terluka itu terbatuk dan tidak bisa banyak bicara. Matanya masih memandangi sosok yang berdiri gagah di depannya.

“Dia telah melukai Senja dan aku harus membalasnya seperti apa yang sudah dilakukannya pada istriku,” ucap Asa.

Manik Neon membola. Senja? Istri? Dia bahkan tidak tahu kalau Senja sudah menikah. Kini, siapa pula pria di depannya itu?

“A-apa maksudmu?” Neon mulai berbicara tertatih, membuat Asa berlutut dengan tatapan mengintimidasi yang masih diberikannya. “A-aku tidak mengenalmu.”

Asa menyeringai. “Kamu akan mengenalku setelah kamu memperkosa Senja Anindita dan mendapatkan balasan yang setimpal hari ini.”

Neon tercengang. Dia menatap Asa. “A-aku tidak memperkosa Senja,” ucapnya. “Aku belum bertemu dengannya sejak aku kemari.”

Netra Asa melebar seketika. Tangannya meremas erat. “Apa? Apa maksudmu?”

***

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status