Share

Belum Tersentuh

Satu  bulan  berlalu, semuanya masih sama, dingin, tanpa rasa. Hazna harus menghadapi pernikahannya dengan rasa sakit. Hampir setiap malam, Abimanyu pulang larut malam, dengan kemeja yang berantakan, dan bau alkohol.

“Haz, kamu belum tidur,” ucap Abimanyu, ketika masuk ke dalam kamar dan mendapati Hazna, duduk di sofa.

“Aku tidak bisa tidur, ada pekerjaan yang harus aku selesaikan. Aku  akan ambilkan  minuman hangat untukmu,” balas Hazna, lalu beranjak menuju keluar kamar menuju dapur.

Beberapa menit kemudian, Hazna membawa segelas teh hangat, di lihatnya Abimanyu sedang duduk di sofa, memainkan ponselnya, sambil mengulas senyum.

“Sebahagia itukah kamu Mas... dengan Angela,” desah Hazna, membuat Abimanyu, tersentak.

“Aku tidak mau membahas Angela,” balas Abimanyu dengan tatapan sinis.

“Kalau begitu, jangan memikirkan dirinya, setelah tiba di rumah,” pinta Hazna, dengan tatapan penuh harap dan sinar mata yang berkilat.

“Haz, sekarang kamu berani, menuntutku!” bentak Abimanyu.

“Maaf Mas...Aku hanya ingin, jika kamu di rumah, jangan pikirkan wanita lain, aku di sini, istrimu.”

Abimanyu, meraih teh hangat dari tangan Hazna, kemudian meminumnya, dan meletakkan ponselnya di atas meja. Lalu menyandarkan punggungnya di  sofa sambil memejamkan matanya.

“Terima kasih, Mas...” ucap Hazna.

Setidaknya Abimanyu menuruti keinginan Hazna untuk tidak memikirkan Angela ketika  di rumah.

Pagi itu, Hazna seperti biasa menyiapkan sarapan, tapi ada yang aneh dengan tubuhnya, badannya terasa lemas, kepala pening, seperti tidak bertenaga, beberapa kali Hazna terhuyung, pandangannya pun berkunang-kunang.

“Non Hazna, tidak apa-apa?” tanya Bi Eni dengan cemas, ketika melihat Hazna hampir terjatuh.

“Nggak Bi, cuma pening,” baru saja Hazna menjawab pertanyaan Bi Eni, tubuhnya lunglai ke lantai dan tidak sadarkan diri.

“Tolong!... Nyonya Ratna, Tuan  Abimanyu,” teriak Bi Eni.

Seketika Bu Ratna dan Abimanyu, berhambur menuju dapur.

“Apa apa Bi Eni,” seru Bu Ratna.

“Non Haz, pingsan,” jawab Bi Eni cemas.

“Haz pingsan,” sahut Abimanyu, lalu segera mengangkat tubuh Hazna, menuju kamar, dan di baringkannya tubuh Hazna di atas tempat tidur.

Abimanyu segera menelepon dokter, dan untuk pertolongan pertama ia mengolesi  hidung Hazna dengan minyak kayu putih.

“Bagaimana, kamu sudah panggil Dokter Anjar?” tanya Ratna cemas, melihat menantu kesayangannya tiba-tiba pingsan.

“Sudah Bu... aku juga sudah olesi minyak kayu putih di  hidung Hazna,” balas Abimanyu.

“Jangan cuma di hidung, coba di dada, dan perut bagian atas, biar cepat sadar!” perintah Bu Ratna.

Abimanyu tampak gugup, pasalnya ia tidak pernah sedikitpun menyentuh Hazna, apalagi membuka pakaiannya.

“Kenapa diam, cepat lakukan,” sambung Bu Ratna.

“Ibu saja yang mengolesi, aku akan menunggu Dokter Anjar di bawah.”

“Kenapa harus Ibu, kamu ‘kan suaminya, lagi pula Bi Eni sudah menunggu Dokter di bawah,” Bu Ratna tampak geram melihat tingkah Abimanyu yang serba salah dan canggung, serta gugup.

“Ibu saja, Abim mau buat teh hangat untuk Hazna,” ujar Abimanyu, gegas keluar kamar. Tapi dengan cepat Bu Ratna menarik tangan Abimanyu.

“Ibu sudah menyuruh Bi Eni membuat teh hangat, dan  menunggu Dokter Anjar, sekarang lakukan tugasmu!” perintah Bu Ratna, yang membuat Abimanyu tidak bisa mengelak.

Dengan langkah pelan, Abimanyu mendekat ke tempat tidur di mana tubuh Haziah terbaring, lalu tangannya meraih minyak kayu putih di atas meja. Dengan sedikit ragu, Abimanyu, menyingkap hijab yang di gunakan Hazna. Lalu tangannya mengusap kayu putih di sekitar leher dan dada Hazna. Jantung Abimanyu berdetak kencang, apalagi ketika mulai membuka kancing blouse yang digunakan Hazna, tangannya sedikit gemetar, rasa bersalah menyusup di hatinya. Dengan segala kekuatan Abimanyu mengusap perut bagian atas dengan minyak kayu putih. Setelah itu Abimanyu menutup kembali kancing blouse Hazna.

Sementara itu, Bu Ratna semakin curiga dengan sikap Abimanyu yang nampak ragu menyentuh Hazna. Tidak lama kemudian, Dokter Anjar  datang.

“Maaf, saya sedikit lama,” ucap Dokter muda dengan mata teduhnya begitu sampai. Matanya langsung tertuju pada Hazna yang terbaring di tempat tidur, dengan wajah pucat.

“Tidak apa-apa Dokter, cepatlah periksa istriku,” pinta Abimanyu.

Dokter Anjar segera memeriksa dada Hazna dengan stetoskop dan memeriksa denyut nadi Hazna, lewat pergelangan tangannya, setelah itu memeriksa  tekanan darah. Hazna  mulai tersadar, ia sedikit berjingkat, ketika dilihatnya Dokter Anjar berada di sampingnya.

“Mas Anjar,” sapa Hazna.

Sapaan Hazna yang tampak mengenal Dokter Anjar, membuat Abimanyu dan Bu Ratna heran.

“Kamu, mengenal Dokter Anjar, Haz?” tanya Bu Ratna.

“Iya Bu... Dokter Anjar teman waktu kuliah,” jawab Hazna, sedikit canggung.

“Oh begitu, kebetulan ya, Haz... Dokter Anjar ini dokter pibadi Ibu,” jelas Ratna.

“Bagaimana keadaan istri saya, Dokter?” tanya Abimanyu.

“Istri Anda tidak apa-apa, cuma anemia,” jawab Dokter Anjar, tatapan matanya ke arah Hazna.

“Haz, anemiamu kambuh lagi, jangan stress, jangan terlalu capek, ini adalah keluhanmu dari dulu,” jelas Dokter Anjar dengan serius

“Terima kasih, Dokter,” jawab Hazna pelan.

“Jika Dokter sudah selesai, aku antar ke bawah,” sela Abimanyu. Entah mengapa Abimanyu merasa tidak senang, jika Anjar, memberi perhatian pada Hazna.

“Terima kasih ya Dokter,” tukas Bu Ratna.

Abimanyu, mengantar Dokter Anjar, ke arah pintu depan. Abimanyu penasaran dengan Dokter Anjar, yang ternyata mengenal Hazna.

“Tampaknya Dokter, mengenal dengan baik Hazna, sudah berapa tahun kalian saling mengenal,” tanya Abimanyu.

“Hampir 5 tahun, sejak awal kuliah. Kami berteman baik,” jawab Anjar, sambil berjalan menuruni tangga.“ Aku tahu, jika Hazna menikah dengan Anda, tapi Hazna tidak tahu kalau aku adalah dokter keluarga Bu Ratna,” sambung Dokter Anjar.

“Pantas dia terkejut melihat Dokter.”

“Anda beruntung, mendapatkan Hazna, wanita sholehah. Aku harap Anda bisa membuatnya bahagia.”

“Apa maksud Dokter.”

“Jangan salah paham, Pak Abimanyu. Aku mengatakan semuanya ini karena terkait dengan kesehatan Hazna, sebenarnya awal dari suatu penyakit adalah pikiran. Saya rasa Anda mengerti. Aku mengatakan hal ini, sebagai seorang dokter,” jelas Dokter Anjar.

Abimanyu, tampak serius dengan ucapan Dokter Anjar. Ia merasa Dokter Anjar sangat berlebihan memperhatiakn pasiennya, Hazna adalah temannya, tapi tetap saja hal  itu berlebihan.

“Assalamu’alikum, aku pamit dulu,” ucap Dokter Anjar

“Waalaikumsalam,” balas Abimanyu, seraya menatap Dokter Anjar yang menaiki mobilnya.

Sementara itu di  kamar, Hazna duduk di tempat tidur  dengan menyandarkan punggungnya di tumpukan bantal. Tanganya meraih segelas teh hangat, yang di sodorkan Bu Ratna.

“Maafkan Hazna, merepotkan Ibu, sampai pingsan segala,” keluh Hazna.

“Haz..., ibu kira kamu pingsan karena hamil, ternyata anemiamu kambuh,” ujar Bu Ratna dengan raut muka kecewa.

“Maafkan Haz Bu... belum dapat memenuhi keinginan ibu,” jawab Hazna lirih. Menatap ibu mertuanya. Seandainya ibu mertuanya tahu, Hazna lebih menginginkan dan merindukan seorang anak dalam pernikahannya.

“Bagaimana kamu dan Abimanyu, akan mendapatkan keturunan, jika kalian belum melakukan kewajiban kalian sebagai suami istri,” sahut Bu Ratna, membuat Hazna terkejut, dan bertanya-tanya dalam hati, darimana ibu mertuanya tahu.

“Iya ‘kan Haz, kamu belum di sentuh Abimanyu, jawab pertanyaan ibu?” tanya Bu Ratna dengan sedikit kesal.

Hazna hanya mengangguk pelan, tanda mengiyakan pertanyaan ibu mertuanya.

Abimanyu, masuk ke dalam kamar, terlihat Hazna duduk di tempat tidur,  tampak serius berbincang dengan Bu Ratna. Pembicaraan mereka terhenti ketika melihat Abimanyu datang.

“Ibu, keluar dulu. Haz, kamu harus banyak istirahat, dan jangan terlalu banyak pikiran,” nasehat Bu Ratna, pada menantunya pilihannya.

“Iya Bu, terima kasih,” balas Hazna.

“Abimanyu, jaga Hazna,” titah Bu Ratna pada putra semata wayangnya.

Abimanyu hanya mengangguk, tanda menyanggupi perintah Ibunya, lalu menutup pintu kamar setelah Bu Ratna keluar.

Abimanyu berjalan pelan ke arah Hazna, dengan pelan Abimanyu berucap, ”Haz, aku minta maaf, karena tadi membuka bajumu, untuk mengolesi minyak kayu putih, ibu yang menyuruhku.”

“Kenapa harus minta maaf, aku ini istrimu, kamu berhak atas tubuhku ini,” balas Hazna pelan, sambil mengubah posisi duduknya.

Abimanyu hanya terdiam, mencerna apa yang di katakan Hazna, tidak seharusnya ia meminta maaf, hanya karena membuka baju Hazna.

****

“Bagaimana Hazna, kamu sudah sehat,” tanya Bu Ratna, ketika mendapati Hazna di taman samping sedang menyiram bunga.

“Alhamdulillah, Hazna sudah sehat, besok pagi Hazna sudah mengajar lagi,” balas Hazna, seraya mengulas senyum, di sudut bibirnya.

“Haz, ibu ada sesuatu untukmu, gaun dalam paper bag  ini, kamu pakai malam ini.” Bu Ratna, berkata sambil menyodorkan  paper bag warna merah muda.

“Memangnya nanti malam ada acara apa?” tanya Hazna penasaran.

“Tidak ada acara apa-apa, pakai saja, mudah-mudahan Abimanyu suka.”

Hazna, sedikit bingung, ”Maksud ibu?”

“Sudah, jangan terlalu lugu, turuti saja perkataan Ibu,” timpal Bu Ratna, sambil mengedipkan matanya pada Hazna.

Malam ini terasa berbeda, hujan lebat  sudah menguyur dari sore tadi. Tidak seperti biasanya Abimanyu pulang awal, itu karena ibunya sudah berpesan untuk pulang jangan terlalu larut, cuaca sedang tidak mendukung, hujan lebat selalu datang di malam hari. Untunglah Abimanyu menuruti perintah Ibunya.

Abimanyu, masuk ke dalam kamarnya, kemejanya sedikit basah terkena air hujan. Ia pun membuka kemejanya, hingga dada bidang, yang di penuhi bulu halus terpampang dengan sangat jelas.  Sementara Hazna, sedang berada di dalam  kamar mandi, ia menuruti kemauan ibu mertuanya. Ternyata paper bag yang Bu Ratna berikan tadi siang berisi sebuah lingerie berbahan satin, berwarna  hitam dengan renda di setiap sudutnya,  kontras dengan kulit Hazna yang putih bersih. Hazna memandang tubuhnya yang terlihat dengan jelas, lekuknya tubuhnya yang indah, kaki jenjang yang muluspun terlihat, karena lingerie yang di kenakan sebatas lutut, ia sedikit malu pada penampilannya, baru kali ini, ia memakai baju tidur yang seksi, leher dan dadanya pun terlihat jelas, biasanya Hazna memakai  piyama, lengan panjang. Tapi kali ini berbeda, haruskah dia keluar kamar mandi dengan pakaian seperti ini?

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status