Share

Biarkan Aku Memenuhi Kewajibanku

Walau matanya memanas, Hazna mencoba menahan tangis, ia masih berpikir positif, mungkin lelaki di depannya yang sekarang bergelar suami, memerlukan waktu untuk menerima perjodohan ini. Dengan nada pelan, Hazna berucap,” Iya Mas Abim, Haz mengerti, mungkin kita memerlukan waktu untuk beradaptasi, dan saling mengenal, tapi Hazna siap menjalankan kewajiban sebagai seorang istri, baik lahir maupun batin.”

Mata tajam Abimanyu, malah semakin tajam menatap wanita di hadapannya, ia pun bangkit berdiri. ”Terserah apa yang kamu pikirkan, tapi aku tidak akan mengubah keputusanku,” ucap Abimanyu, lalu berjalan ke meja kerja, yang berada satu ruangan dengan kamarnya.

Berlahan air mata yang ditahannya luruh tanpa permisi, membasahi pipi Hazna. Hingga ketukan pelan pintu kamar, menghentikan tangisnya. Berlahan Hazna, mengusap air matanya dan beranjak untuk membuka pintu kamar.

Ceklek! Suara pintu terbuka, terlihat Bi Eni, asisten rumah tangga ada di depan pintu, wanita berusia 40 tahun itu, tersenyum ramah di depan pintu kamar.

“Bi Eni, ada apa?” tanya Hazna, berusaha menghilangkan mimik sedih wajahnya.

“Tuan Abim, dan Non Hazna, sudah ditunggu di meja makan untuk makan malam,” jawab Eni.

“Oh... sebentar lagi kami turun,” sahut Hazna.

Eni mengangguk pelan, dan pergi meninggalkan Hazna. Terlihat Hazna menoleh ke arah Abimanyu yang masih sibuk fokus pada laptop

“Mas, ibu menunggu kita untuk makan malam,” ajak Hazna yang sambil merapikan hijabnya..

“Kamu turun dulu, nanti aku menyusul,” sahut Abimanyu dengan nada datar dan dingin.

Hazna mematuhi perintah suaminya, ia pun keluar kamar dan dengan langkah pelan menuruni tangga. Sesampainya di meja makan, terlihat Bu Ratna sudah duduk di kursi makan, dan menoleh ka arah Hazna.

“Mana Abimanyu?” tanya Bu Ratna.

“Maaf Bu, tampaknya Mas Abim sibuk, biar aku nanti bawakan makanan ke kamar,” balas Hazna seraya duduk di kursi makan.

Ratna hanya mendesah pelan. ”Haz, kamu yang sabar, aku akui ini pernikahan yang terjadi karena perjodohan. Aku ingin Abimanyu itu menikah dengan wanita sholehah sepertimu, karena aku merasa gagal menjadi seorang ibu, dalam mendidik putraku, terutama masalah agama, aku ingin kamu yang bisa membawa Abimanyu ke jalan yang benar,” jelas Ratna dengan sorot mata memohon dan penuh harap.

Hazna hanya mengangguk, dan tersenyum kecil, dalam hatinya ia merasa, tidak berdaya, tapi ia akan berusaha untuk menjalankan kewajibannya sebagai seorang istri. Hazna dan Ratna menikmati makan malam berdua, setelah selesai, Hazna mengambilkan sepiring nasi dan beberapa lauk serta sayur, dan membawanya ke kamar.

“Mas, aku bawakan makan malam untukmu,” ucap Hazna pelan, dan menaruh nampan yang berisi piring dan gelas di atas meja.

Abimanyu menatap datar.” Apa kamu pikir dengan perhatianmu padaku aku akan luluh, dan menerimamu sebagai istri, jangan mimpi Haz,” seru Abimanyu ketus.

Tidak pernah Hazna, menyangka bahwa satu hari setelah ijab qobul, Abimanyu berucap seperti itu. Hazna merasa menjadi wanita yang tidak sempurna. Dengan gemetar ia mencoba bertanya pada Abimanyu.

“Jika Mas Abim, tidak menginginkan perjodohan ini, kenapa harus berpura-pura menerima, ini pernikahan. Ijab Qubul, bukan hanya dua kata yang terucap di bibir, tapi itu janji pada Allah yang harus di tepati,” ucap Hazna.

“Aku tidak perduli Haz. Aku tidak mencintaimu, dan aku tidak akan menyentuh wanita yang tidak aku cintai,” tukas Abimanyu.

“Kita mungkin perlu waktu, cinta memang tidak datang tiba-tiba, aku akan selalu menunggu cinta itu,” balas Hazna lirih.

“Terserah Haz, aku tidak perduli, sampai kapanpun cinta itu tidak pernah akan aku berikan padamu, meskipun kamu memberi perhatian,” balas Abimanyu. Dan tanpa menghiraukan Hazna. Abimanyu bangkit dari duduknya dan melangkah di balkon kamar.

Terdengar Abimanyu menelepon seseorang dengan mesra.

“Halo Sayang,”

“Jangan menangis, I love You, I am sorry Angela, percayalah, aku tidak akan jatuh cinta padanya apalagi menyentuhnya.”

Percakapan di telepon itu, terdengar jelas oleh Hazna, air mata semakin deras mengalir membasahi pipinya. Dengan cepat Hazna masuk ke dalam kamar mandi, dan meluapkan tangis dan kesedihannya di kamar mandi, dengan menghidupkan air shower, berharap tidak ada yang mendengar tangisnya, termasuk Abimanyu.

Malam semakin larut. Abimanyu tertidur pulas, dengan membelakangi Hazna. Sementara itu Hazna masih terjaga berharap Abimanyu berubah pikiran, memperlakukan dirinya sebagai  seorang istri seutuhnya, namun harapannya sia-sia, hingga terdengar sayup-sayup suara adzan subuh, Hazna terbangun, rasa kecewa menyelimuti hatinya, tapi tidak mau menyalahkan Abimanyu, mungkin Abimanyu perlu waktu untuk menerima dirinya. Tidak semua orang jatuh cinta pada pandangan pertama, Ia ingat dengan ucapan ibunya, bahwa cinta akan tumbuh, dengan seiringnya waktu, cukup kita bersabar. Bersabar itu berarti menerima takdir kita.

Hazna mulai menjalankan sholat subuh, setelah berwudhu. Setelah melaksanakan kewajibannya, Hazna pun melatunkan ayat–ayat suci dengan merdunya. Terlihat Abimanyu masih terlelap ketika Hazna selesai dengan bacaan ayat-ayat suci. Lalu  Hazna bergegas keluar dari kamar menuju dapur, di sana terlihat Bi Eni, sedang sibuk memasak.

“Aku bantu ya Bi Eni,” ucap Hazna.

“Haduh Non Hazna, nggak usah, biar Bi Eni saja,” tolak wanita bertubuh gemuk itu.

“Nggak apa-apa Bi, biasanya Mas Abimanyu, kalau pagi sarapan apa?” tanya Hazna.

“Biasanya itu, minum jus buah, semua buah suka, terus roti bakar atau sandwich, hanya sarapan ringan, itu kebiasaan Tuan Abimanyu,” jelas Bi Eni.

“Iya sudah, biar aku siapkan, sarapan untuk Mas Abimanyu,” balas Hazna.

Lalu dengan cekatan tangan Hazna, membuat jus mangga dan roti bakar selai strawbery. Setelah semuanya selesai dan siap disajikan di atas meja, bersamaan dengan menu mi goreng yang sudah disiapkan Bi Eni.

“Wah, Haz, kamu nggak usah repot-repot di dapur, biar Bi  Eni yang mengerjakan, apalagi ‘kan kamu pengantin baru, pasti capek, iya ‘kan Bi Eni,’’ ledek  Bu Ratna.

“Betul Non, tadi saya sudah melarangnya, Nyonya, tapi Non Haz memaksa,” timpal Bi Eni.

Hazna hanya tersenyum tipis, kenyataannya semalam tidak ada aktivitas yang membuatnya lelah. Tapi Hazna  berusaha menyembunyikan hal pribadi ini dari ibu mertuanya.

“Nggak apa-apa Bu, ini sudah kewajiban Hazna sebagai seorang istri,” jawab Hazna pelan.

“Ibu tidak salah pilih mantu,” balas Bu Ratna sambil menepuk pelan bahu Hazna.

Hazna kembali ke kamar, tak terlihat Abimanyu di tempat tidur, tapi bunyi shower terdengar. Dengan segera Hazna merapikan tempat tidur, setelah itu menyiapkan baju kerja untuk suaminya itu, stelan kemeja dan juga jas warna biru dipilihnya, serta dasi warna senada, sudah ada di atas tempat tidur, yang sudah terlihat rapi. Tidak lupa Hazna menyiapkan sepatu dan tas kerja.

Beberapa menit kemudian, Abimanyu keluar kamar mandi dengan handuk putih terlilit di pingangnya. Hazna langsung menundukkan pandangannya, seharusnya hal itu tidak perlu  ia lakukan bagaimanapun Hazna mempunyai hak sepenuhnya atas tubuh suaminya. Sementara Abimanyu terlihat cuek, dengan cepat ia memakai kemeja dan jas yang telah disiapkan Hazna.

“Mas aku tunggu di meja makan, aku sudah siapkan sarapan untukmu, makanlah sebelum berangkat kerja,” ucap Hazna, tanpa dibalas oleh Abimanyu.

Hazna duduk di kursi makan bersama Bu Ratna, tidak lama kemudian terlihat Abimanyu turun dari tangga dan menuju ruang makan, serta duduk di kursi tepat di hadapan Hazna.

“Bu, hari ini Abim lembur, pulang malam,” ucap Abimanyu.

“Sekarang jangan bilang pada ibu, tapi bilang sama Hazna, dia ‘kan istrimu,” balas Bu Ratna.

“Emmm,” desah Abimanyu

“Bi Eni, makasih ya jusnya, segar sekali, tidak terlalu manis, rasanya pas,’’ ucap Abimanyu ketika Bi Eni menyuguhkan buah di meja makan.

“Tuan, terima kasihnya sama Non Haz, karena hari ini yang buat jus Non Haz,” jawab Bi Eni sambil mengulas senyum.

Abimanyu menatap Hazna yang menahan senyum. Lalu ia berucap pada wanita di depanya, ”terima kasih, lain kali biar Bi Eni yang bikin.”

“Nggak apa-apa Mas, aku  ‘kan istri Mas Abim, jadi sudah kewajibanku,” balas Hazna pelan.

Bu Ratna tersenyum, ia bahagia dan yakin bahwa suatu hari nanti Hazna akan membuat jatuh cinta Abimanyu.

Abimanyu pergi ke kantor, mobil sedannya melaju kencang menuju hotel Raharja. Pesan singkat  dari Angela masuk ke ponsel Abimanyu.

{Siang ini, aku tunggu di kamar kita}

Abimanyu mengulas senyum di sudut bibirnya, dengan  menambah kecepatan laju kendaraan. Beberapa menit kemudian sampailah di Hotel Raharja. Dengan gegas melangkah menuju ruang kerjanya, dan mulai fokus di depan laptopnya. Ingin segera menyelesaikan pekerjaannya dan setelah itu menemui Angela yang sudah di kamar No. 201 kamar pribadi untuk Angela dan dirinya.

Pukul 11:30 pintu ruangan di ketuk pelan tok...tok..

“Masuk!” perintah Abimanyu, kepada seseorang di balik pintu yang sedang mengetuk.

Pintu pun terbuka, Hazna melangkah pelan dengan sebuah paper bag, berisi menu makan siang yang dibuatnya dari rumah. Kedatangan Hazna membuat Abimanyu terkejut.

“Haz, kenapa ke sini?” tanya Abimanyu sambil bangkit dari duduknya.

“Aku, tadi memasak makan siang untuk Mas Abimanyu, jadi aku bawa ke sini, kita bisa makan bareng di sini,” jawab Hazna sedikit tegang.

“Haz, aku tegaskan  padamu, aku tidak ingin kamu mendekatiku.”

“Aku, hanya ingin menjalankan kewajiban sebagai seorang istri, aku tidak mau mengabaikanmu, jika Mas Abim, belum bisa menjalankan kewajiban Mas Abim, itu di luar kendaliku, tapi biarkan aku menjalani kewajibanku,” jelas Hazna pelan, tapi tegas.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status