Share

Aib Mereka Sungguh Menjijikan

Wilona mencoba memeriksa sisa uang yang berada di dompet. Untungnya, masih ada uang yang bisa Wilona pergunakan untuk naik ojek online agar bisa pulang tanpa harus berjalan kaki. Wilona menghubungi salah satu driver ojek online dan katanya aku harus menunggu. Wilona mengiyakan dan memutuskan menunggunya di Alfamart samping gang lima.

Karena merasa haus, Wilona mampir sebentar ke dalam Alfamart itu dan membeli satu botol teh hijau dan membayarnya ke kasir. Sembari menunggu, Wilona pun keluar dari dalam Alfamart dan duduk ke kursi yang telah disediakan pihak Alfamart sebagai tempat buat nongkrong. Wilona membuka minuman teh tersebut dan menenggaknya beberapa kali.

“Permisi, apa boleh ikut gabung?”

Wilona melihat sekilas orang yang tengah berdiri dihadapannya itu. Wilona mengangguk dan pemuda itu pun mulai duduk disampingnya. Karena sudah berada di meja yang sama, pemuda itu pun berinisiatif untuk memperkenalkan dirinya.

“Hai, perkenalkan namaku Brian” Sambil memperkenalkan diri, Brian juga mengulurkan tangannya ke arah Wilona.

“Aku Wilona” ujar Wilona tanpa membalas jabatan tangan dari Brian kepadanya.

“Kamu sedang menunggu siapa disini? Apa.... Menunggu pacar?”

Belum sempat Wilona membalas pertanyaan Brian karena ojek online yang ia tunggu telah datang. Ojek itu menghampiri Wilona dan menanyakan namanya.

“Maaf, izin bertanya? Apa mbak yang bernama Wilona?” tanyanya.

“Iya, saya sendiri” ujar Wilona.

Wilona mulai memberikan alamat yang ingin ia tuju kepada si ojek lalu Wilona pun meninggalkan Brian yang tidak mendapatkan jawaban atas pertanyaan barusan. Selama diperjalanan, Wilona kembali mengingat dirinya sewaktu masih bersahabat dengan Syahnaz ketika masih duduk di bangku sekolah menengah atas.

Saat itu, Wilona dikenal sebagai langganan siswa berprestasi sedangkan Syahnaz sebaliknya. Setiap ada tugas, Wilona sendiri yang selalu mengingatkan tugas itu pada Syahnaz sedangkan Syahnaz sibuk merias wajah. Dengan entengnya Syahnaz juga meminta Wilona agar mau membantunya dalam mengerjakan tugas. Dengan ikhlas tanpa pamrih, Wilona pun menurut saja.

Kini, Wilona tidak habis pikir bahwa sahabatnya itu telah membalas kebaikannya dengan hadiah yang tak ia inginkan. Seketika air matanya jauh setiap mengingat betapa banyaknya kebaikan yang ia berikan kepada Syahnaz.

“Sudah sampai Mbak” ujar ojek online yang berhasil membuyarkan lamunannya.

Wilona melihat ada rumah tak berpenghuni dan rumah itu adalah rumahnya sendiri. Dengan cepat Wilona turun dari motor itu dan mengambil dompet.

“Ini uangnya, terimakasih Mas” Wilona memberikan uang sesuai harga ojek yang sudah tertera. Orang tersebut sangat ramah dan ia pun pergi. Sementara Wilona memutuskan untuk masuk ke dalam rumah yang suasananya sangat sepi.

Wilona berjalan menuju ke arah rumahnya dan ia mengingat saat pertama kali membeli rumah itu. Begitu banyak pengorbanan yang ia tempuh terlebih dahulu. Bekerja dan menyisihkan uang hingga bisa membeli rumah sendiri. Meskipun rumah itu terlihat sederhana, namun rasa bersyukur atas apa yang dicapai sangat melekat pada hati Wilona.

Wilona juga tidak ingin tinggal di rumah ibunya karena ia tidak mau menyicipi hasil warisan itu.

Memang, sanak saudara Wilona disana pada baik-baik terutama terhadap Siska, hanya saja Wilona merasa tidak enak hati berada disana. Selain itu, Wilona memilih untuk menghilang dari hadapan keluarganya yang lain agar terkesan dirinya sedang baik-baik saja.

Saat melihat beberapa ruangan, Wilona menggelengkan kepalanya dan bersin-bersin saat menghirup udara yang pengap di dalam sana. Semenjak dirinya menikah, Wilona sudah tidak mengurusi rumah itu lagi. Jadi, tidak heran bila rumah itu terlihat seperti tidak terurus. Ditambah lagi, di sisi kiri rumahnya terdapat kuburan yang semakin membuat suasana semakin terlihat menyeramkan.

“Aku harus bersih-bersih sekarang juga” gumam Wilona.

Wilona memutuskan untuk menaruh barang-barangnya di atas meja. Setelah itu ia mulai bersih-bersih. Dimulai dari menyapu lantai, mengepel lantai, mengelap jendela, mengganti sprei dan lain-lain.

Dilain sisi, Syahnaz melihat mobil Wilona yang masih terparkir. Dengan wajah kemenangan ia pun masuk ke dalam mobil itu dan bergumam, “Oh... Sebenarnya mobil ini mobil murahan sih! Tapi, melihat Wilona sengsara rasanya aku semakin suka merebut haknya”

Syahnaz turun dari mobil dan berjalan dengan penuh percaya diri. Banyak karyawan hanya bisa menunduk dan memberikan hormat kepadanya setiap kali berpapasan dengan Syahnaz. Syahnaz sudah hampir menguasai perkantoran besar dari suamiku. Namun, melihat Aris yang belum mengurusi perceraiannya, tentu membuat Syahnaz sedikit cemas.

Syahnaz tidak ingin Aris berubah pikiran terhadap keputusannya. Hingga Syahnaz pun mencoba menuju ke ruangan Aris dan berniat untuk menyuruh Aris segera mengurusi surat perceraian tersebut. Syahnaz mengetok pintu dan Aris pun membuka pintu. Dengan wajah tampan dan gagah Aris mempersilahkan Syahnaz untuk masuk.

“Sayang.... Kenapa kamu cemberut seperti itu?” tanya Aris sembari tangannya memeluk pinggang Syahnaz dengan erat.

Aris meremas dua tonjolan besar di tubuh Syahnaz yang membuat Syahnaz ikut bergairah. Namun, Syahnaz tetap mempertahankan niatnya itu. Syahnaz yang cemberut tersebut lantas berkata, “Mas! Kamu sudah mengurusi surat perceraian mu sama si Wilona yang kampungan itu?”

“Loh... Kenapa tiba-tiba kamu membahas itu?” tanya Aris yang sudah mulai tidak tahan melihat tubuh Syahnaz.

“Aku tidak ingin menunggu lama!” seru Syahnaz dengan tegas. Aris tersenyum lalu mengecup leher Syahnaz dengan panas.

“Sayang, pokoknya kamu tenang saja. Amu pasti akan segera mengurusinya” ujar Aris.

Syahnaz yang melihat Aris sudah bergairah tentu Syahnaz pun peka akan hal itu. Syahnaz yang juga tergila-gila kepadaAris tentu sangat menginginkan untuk di mainkan oleh Aris yang kekar ini.

“Sayang, cepat dong mainin aku!” pinta Syahnaz.

“Iya, Sayang... Aku mau main lewat belakang” ujar Aris.

Syahnaz hanya bisa bersender di dinding sementara Aris tengah bermain dibelakang. Terlihat Syahnaz begitu keenakan hingga mendesah-desah. Mereka bercinta kembali dengan sangat panas hingga mereka tidak menyadari bahwa terdengar suara ketukan pintu dari arah luar.

Salah satu karyawan yang bermaksud untuk memberikan laporan ke ruangan mas Aris namun karena Aris belum juga mengetuk pintu membuatnya kebingungan. Ditambah lagi saat ia tidak sengaja mendengar suara desahan Syahnaz di dalam ruangan.

Ia mencoba mendekatkan telinganya di pintu agar semakin jelas mendengarnya. Dengan berkeringat dingin ia pun bergumam, “Kok mereka ribut diruangan? Apa yang sedang mereka lakukan?” tanyanya pada diri sendiri.

“Frisya!” teriak seseorang memanggilnya. Frisya yang ketara menguping tentu semakin berkeringat dingin.

“Kenapa, Prilly?” tanya Frisya.

“Kamu aku suruh buat membawa berkas itu ke pak Aris... Kok malah diam saja di depan pintu ruangan pak Aris sih?” tanya Prilly dengan keheranan.

Frisya memberi kode kepada Prilly agar diam tak bersuara. Lalu menyuruh Prilly untuk ikut menguping di pintu dan benar saja, betapa kagetnya Prilly saat mendengar suara Syahnaz dan Aris di dalam sana.

Di dalam ruangan, kini Syahnaz berada di atas. Ia merasakan tubuhnya sedang di sengat namun yang menyengat bukanlah serangga. Tubuhnya yang ideal tersebut hanya bisa naik turun menyesuaikan yang dirasakannya.

“Ouuhh Mas!”

Syahnaz benar-benar merasa terpuaskan dengan permainan Aris yang sangat perkasa. Selama ia bermain dengan suaminya sendiri, Syahnaz belum pernah merasa terpuaskan seperti ini namun saat bersama selingkuhannya, semuanya terpenuhi sesuai yang ia inginkan. Baginya, suaminya sangat tidak memberikan kepuasan untuk dirinya sehingga Syahnaz memilih mencari kenikmatan bersama pria lain.

“Sayang, kamu benar-benar seksi” puji Aris kepada Syahnaz.

“Ahhh... Mas! Kamu benar-benar perkasa!” seru Syahnaz yang masih berada di atas.

Tangan kekar Aris meraih pinggang Syahnaz dan semakin mempercepat gerakannya sehingga terdengar suara seperti sedang bertepuk tangan.

“Ahhh”

“Ouuhh”

Syahnaz pun ambruk di tubuh Aris sementara Aris dengan tenang tetap melanjutkan aksinya dan menyuruh Syahnaz berbaring. Melihat itu, Aris pun langsung meraih dua buah yang besar dan kenyal tersebut dan mulai mencicipinya dengan lembut. Walaupun lembut, tetap saja membuat Syahnaz merasa keenakan.

“Mas Aris... Ah! Lebih cepat lagi dong!” rengek Syahnaz yang merasa ingin lebih.

“Kamu benar-benar wanita kuat” puji Aris.

Sementara itu, dibalik pintu Prilly dan Frisya memutuskan untuk pergi karena bagi mereka perbuat Aris dan Syahnaz sangatlah menjijikkan. Beberapa karyawan lainnya melihat gelagat aneh dari kedua wanita muda tersebut lantaran keduanya malah masih memegang berkas.

Anik menanyakan mengapa berkasnya belum di kumpulkan? Lalu Prilly mengatakan bahwa Aris masih sibuk. Mereka mempercayai apa yang dikatakan oleh Prilly. Frisya yang masih trauma dengan apa yang ia dengar tentu mendadak diam saja. Anik melihatnya dan mengira bahwa Frisya sedang sakit.

“Frisya, kamu sakit?” tanya Anik.

Dengan wajah merona dan malu-malu Frisya pun ingin mengatakan sesuatu. Prilly menggelengkan kepalanya agar Frisya tidak membocorkan rahasia tersebut. Namun.... Hal ini malah membuat Anik dan karyawan lainnya menjadi tambah penasaran.

“Sebenarnya ada apaan sih?” tanya Anik kembali.

“Pak Aris sama Bu Syahnaz....” ujar Frisya dengan ragu-ragu.

“Iya, ada apa???” tanya Anik dengan penasaran.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status