Share

Masalah Yang Bertubi-tubi

Wilona yang masih berada di rumah sakit memutuskan untuk tidur. Karena kedua bola matannya sudah benar-benar sangat lelah. Benar saja, baru hitungan beberapa menit Wilona bisa tertidur dengan pulas. Sementara itu, tiba-tiba saja ponselnya bergetar sehingga mengganggu jam tidur Wilona. Dengan mata yang sangat mengantuk, Wilona berusaha untuk bangun.

Pertama-tama dia mengucek kedua bola matanya. Setelah itu, Wilona mengecek siapa yang saat ini menghubunginya. Ternyata, yang menghubungi dirinya adalah Siska yang merupakan adik kandung dari ibunya sendiri.

Wilona mencoba menghapus sisa-sisa air matanya lalu mulai menarik nafas dalam-dalam dan mengeluarkannya secara perlahan. Hal itu dia lakukan agar suaranya tidak serak akibat efek menangis dan berteriak-teriak. Wilona juga takut tantenya mengetahui apa yang tengah dialami Wilona. Setelah dirasa sudah membaik, Wilona pun mengangkat telepon tersebut.

"Wilona, kamu ada dimana sekarang? Kok Tante hubungi lama sekali diangkat?" tanya Siska.

Wilona yang kini berada di rumah sakit tentu tidak mau mengatakan hal yang sejujurnya. Dengan sedikit gelagapan, Wilona pun mengatakan bahwa dirinya tengah sibuk menjemur pakaian di belakang rumah.

“Aku... Aku habis selesai menjemur pakaian, Tante” ujar Wilona.

“Tante Siska sendiri kok tumben telepon aku di jam siang begini?” tanya Wilona.

"Begini Wilona, sebenarnya Tante tidak tega harus mengatakan informasi ini. Namun mau tidak mau Tante harus mengatakannya" ujar Siska dengan suara bergetar.

“Ada informasi apa Tante?” tanya Wilona.

“Ibu kamu! Dia telah meninggalkan kita semua hiks”

DEG

Betapa sakitnya hati Wilona saat mendengar informasi buruk. Dia yang telah di hancurkan dengan kondisi rumah tangga kini harus menelan pil pahit yakni ditinggal oleh orang yang sangat ia sayangi untuk selama-lamanya. Wilona mencoba untuk menguatkan diri apalagi saat ini Siska belum juga mematikan teleponnya.

Karena Wilona tidak berbicara-bicara, membuat Siska merasa khawatir dengan dirinya. Siska pun berkata, "Wilona, tolong jangan sampai kamu nekat" pintanya.

Wilona termenung sesaat lalu berkata, "Tidak apa-apa Tante. Aku tidak akan nekat dan aku harus mengikhlaskan kepergian ibuku” ujar Wilona sembari menguatkan diri.

"Syukurlah kalau begitu, Wilona. Tante jadi ikut lega akan kondisimu yang baik-baik saja. Sekarang, segera kesini karena kami sangat menanti kedatanganmu" ujar Siska.

DEG

Detak jantung Wilona seakan berhenti berdetak. Dalam hatinya, bagaimana caranya ke rumah duka kalau dirinya sendiri tidak memiliki kendaraan? Punya satu unit mobil namun ketinggalan di parkiran kantor Aris dan tidak mungkin juga Wilona harus balik kesana dengan berjalan kaki. Apalagi jarak lokasi kantor Aris lumayan cukup jauh dari rumah sakit ini. Namun, Wilona juga tidak ingin tidak datang ke desa karena ia ingin melihat ibunya untuk yang terakhir kalinya.

“Tuhan... Aku tahu ini merupakan cobaan yang harus aku jalani. Namun, bisakah ada kabar baik untukku untuk bisa sampai ke rumah Ibu? Aku benar-benar tidak tahu bagaimana caranya aku ke rumah Ibu kalau aku tidak memiliki kendaraan untuk kesana”

Air matanya kini kembali jatuh meskipun sudah tidak sederas tadi. Bukan, bukan karena sudah tidak ingin menangis lagi, namun karena air mata pun sudah lelah untuk keluar.

Dilain sisi, Reyhan yang sudah selesai berurusan dengan kakaknya itu, ia kembali mengingat Wilona “Apa dia belum makan?” “Ah, aku belikan saja makanan buat dia” Reyhan mulai menyetir mobilnya menuju ke salah satu restoran ternama. Melihat suasana yang sangat ramai, ia tidak ingin dikerubuti oleh orang-orang disana. Ia tahu, bahwa ia sangat populer karena lahir dari keluarga konglomerat.

Namun, ia juga manusia yang membutuhkan privasi dan ketenangan. Ia merasa kepopulerannya itu sangat menganggu kehidupannya. “Aku harus memakai masker penutup mulut terlebih dulu” ujarnya.

Setelah merasa cukup tertutup, Reyhan pun keluar dari mobil dan segera menuju ke dalam restoran. Tidak membutuhkan waktu lama untuknya memesan sebuah makanan dan minuman, karena salah satu karyawan tersebut mengenalinya dan ia menyuruh teman-temannya untuk memprioritaskan Reyhan terlebih dahulu.

Reyhan sebenarnya tidak perlu karyawan tersebut memperlakukannya seperti itu. Namun, untuk saat ini mungkin ini memang pilihan yang tepat. Reyhan mulai membayar dengan uang yang melebihi harga pesanannya tersebut dengan berkata pada salah satu karyawan, “Ini ambil saja kembaliannya” ujar Reyhan dengan santai.

Para karyawan yang melayaninya secara serentak memberikan hormat kepada Reyhan. Hingga memunculkan beragam reaksi dari para konsumen lainnya. Orang-orang yang berada di sekitarnya merasa kebingungan dengan aksi dari para karyawan itu dan menimbulkan beberapa pertanyaan. “Kenapa dengan mereka?” “Kenapa dia datang belakangan tapi malah dilayani duluan?” begitulah kira-kira isi dari pikiran mereka selama melihat aksi si karyawan kepada pemuda tampan yang tengah menjadi pusat perhatian.

Salah satu gadis mungil berkacamata besar mengenalinya. Lalu ia berteriak dengan sangat histeris. “Astaga... Tuan muda Reyhan!!!” gara-gara dia berteriak, semua orang pun langsung peka.

Melihat situasi yang tidak mendukung, Reyhan pun memutuskan untuk segera masuk ke dalam mobil dan pergi. Padahal, banyak orang telah begitu bersemangat dan mengejarnya hingga ke parkiran. Sesampainya di rumah sakit, Reyhan membuka pintu di ruangan A. Aku yang di rawat di diruangan A, langsung menoleh kearah pintu.

Kreag~

Terdengar suara nafas tersengal-sengal dan Wilona melihat Reyhan seperti habis dikejar anjing saja. Reyhan segera menutup pintu dan menghampiri Wilona sambil memberikan kantong kresek berisi makanan. Wilona yang melihat Reyhan tanpa basa-basi langsung meminta bantuannya untuk mengantarkan Wilona ke desa. Reyhan sedikit bingung dengan permintaan Wilona.

“Ngapain ke desa?” tanya Reyhan.

Wilona mencoba menceritakan semuanya hingga Reyhan pun mengerti. Dia dengan cepat mengurusi surat-surat kepulangannya. Selama diperjalanan, Wilona hanya bisa diam saja sambil sesekali meneteskan air mata. Reyhan juga turut merasakan kesedihan Wilona namun ia tidak bisa mengungkapkan keprihatinannya itu. Sesampainya di rumah Wilona sewaktu lajang. Wilona menghapus air matanya dan memakai bedak kosmetik. Reyhan sempat meliriknya dan menggelengkan kepalanya.

“Terimakasih sudah mengantarku” ujar Wilona.

“Sama-sama Wilona. Tapi, aku mohon maaf tidak bisa ikut masuk kedalam rumah duka” ujar Reyhan pada Wilona.

Reyhan memberikan nomor telepon miliknya pada Wilona dan mengatakan kalau ingin pulang bisa menghubunginya. Wilona mengangguk pelan lalu mengambil kertas itu. Kemudian, Wilona keluar dari mobil dan Reyhan pun pergi. Tidak lama kemudian, beberapa orang melihatnya dan mereka memeluk tubuh Wilona secara bersamaan. Mereka menyemangati Wilona agar dirinya ikhlas atas kepergian ibu. Melihat mereka menyemangati Wilona, Wilona pun merasa haru dan tidak sengaja air matanya kembali mengalir.

Siska yang tadinya berada didalam kini melihat Wilona dan menghampiri dirinya. Siska juga menangis lalu memeluk Wilona. Siska juga mengatakan bahwa ibunya Wilona pasti sudah je surga. Wilona kembali mengingat ibunya yang saat semasa hidup, ibunya sangat dermawan dan tidak pernah bermusuhan kepada siapapun. Sehingga, banyak orang yang berbondong-bondong ke rumah ibunya hanya untuk ikut membantu mempersiapkan upacara duka.

"Wilona, Tante dan beberapa ibu-ibu akan segera memandikan ibumu. Apa kamu ingin ikut? Atau jika kamu merasa tidak kuat, Tante tidak akan memaksamu" ujar Siska.

"Aku ikut Tante!!!" seru Wilona sembari menghapus air matanya.

Selama proses memandikan, salah satu tetangga Wilona menanyakan keberadaan Aris yang sedari tadi tidak kelihatan batang hidungnya dengan berkata, “Neng Wilona... Si Aris kemana?”

“Suami aku gak bisa hadir karena dia sangat sibuk mengurusi pekerjaannya dan sekarang lagi berada di luar kota” Wilona terpaksa berkata bohong agar tidak ada yang mengetahui rahasia rumah tangganya.

“Susah juga kalau urusan tanggung jawab” ujar tetangga Wilona dan dibalas senyuman kecil oleh Wilona.

Siska mendengar obrolan itu lalu dia ikut berkomentar, “Sama seperti suamiku yang juga sibuk di luar negeri tapi suamiku sudah mengirimkan doa untuk kakakku”

Setelah selesai melayat, Siska tidak henti-hentinya merangkul Wilona dan memberikan motivasi kepada keponakan itu. Berharap bahwa Wilona akan bisa tegar menjalani ini semua. Siska juga mengajak Wilona untuk mampir ke rumahnya yang kebetulan tidak jauh dari rumah ibunya. Sesampainya di rumah Siska, Siska pun berkata. "Wilona, kamu tunggu disini" ujar Siska yang hendak pergi ke dapur.

Wilona duduk diteras rumah dengan seorang diri. Terlihat juga rumah Siska begitu sepi dan memang sangat sunyi. Siska membuka pintu kulkas dan melihat beberapa buah segar yang tersimpan didalam kulkas. Dari sekian buah segar yang ada didalam sana, Siska memilih untuk membuat jus alpukat.

“Ini saja dah... Pasti Wilona suka” gumam Siska.

Beberapa menit kemudian, Siska yang sudah selesai membuat jus langsung menghampiri Wilona. Sambil tersenyum Siska pun memberikan jus alpukat tersebut.

“Nah... Ini jusnya susah jadi” ujar Siska yang sibuk memberikan jus itu pada Wilona.

Namun, ditolak secara halus oleh Wilona yang membalasnya dengan tersenyum pahit lalu berkata, “Aku tidak ingin minum apapun Tante”

Mendengar hal itu, Siska pun kembali berkata, "Wilona, Tante tahu kamu sedang bersedih tapi kamu apa tidak kasihan sama Tante yang sudah membuatkan jus tapi kamu menolaknya?” Siska sedikit kecewa.

“Ayolah, Sayang... Tante tidak ingin kamu jatuh sakit” bujuk Siska kembali pada Wilona.

Wilona pun mengangguk dan meraih jus tersebut lalu meminumnya sedikit. Memang rasa jus alpukat sangat enak namun saat ia minum seperti hambar. Bisa dikatakan Wilona merasa tidak bernafsu untuk minum maupun makan. Namun tidak dapat dipungkiri setelah meminum jus tersebut membuat pikiran dan hati Wilona menjadi agak membaik.

“Aku benci Syahnaz!” tiba-tiba saja Wilona teringat dengan Syahnaz yang sedikit membuat Siska heran.

“Maksud kamu?” tanya Siska.

Karena hampir keceplosan, Wilona pun mencoba mencari akal yang cocok untuk ia katakan pada tantenya tersebut. Memang, Siska juga sangat mengenal Syahnaz dan bahkan suami Siska ada hubungannya dengan paman dari Syahnaz.

“Maksud aku... Dia tidak ada disaat aku terpuruk” ujar Wilona dengan berbohong.

“Mungkin sudah punya kesibukannya masing-masing Sayang, tapi jamu tenang saja ada Tante disini yang akan selalu setia sama kamu. Kamu ingin ini itu atau ada masalah sekalipun Tante akan bantu sebisa mungkin”

Wilona merasa terharu dengan ucapan tantenya hingga tidak terasa air matanya jatuh membasahi pipinya dan berkata, “Terimakasih Tante Siska, semoga tuhan membalas kebaikan Tante”

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status