Share

Tujuh

Author: Galuh Arum
last update Last Updated: 2022-03-14 11:35:37

Dimas menegur Ferdi yang sejak tadi terdiam menatap Alika tanpa berkedip. Dimas berpikir jika temannya terpesona dengan wanita di depannya. Akan tetapi, dugaannya salah. Ferdi bukan terpesona, melainkan dia sedang berpikir apa wanita di hadapannya adalah kekasih sang kakak atau sekadar mirip nama.

“Kalian sudah saling kenal?” tanya Dimas.

“Belum.” Ferdi cepat menjawab.

Dimas memperkenalkan mereka berdua. Keduanya bersalaman, sama halnya dengan Ferdi, Alika pun seperti sangat familier dengan wajah pria di depannya. Alika seperti pernah melihatnya dan ia malah lupa melihatnya di mana.

Dimas memesankan minuman untuk Alika, tapi ia pamit sebentar untuk memeriksa dapur. Sementara, Ferdi dan Alika bingung harus bicara apa. Keduanya masih duduk sembari menyaksikan live musik. Sesekali Ferdi memerhatikan Alika, setelah itu ia semakin penasaran apa dia wanita yang membuat Bastian jatuh cinta.

“Dari mana?” Pertanyaan basa basi membuat Alika menoleh heran.

“Aku?” Alika menunjuk dirinya saat Ferdi bertanya.

“Iya kamu, masa Dimas,” ujar Ferdi.

Alika tersenyum, lalu ia membenarkan posisi duduk. Terlalu memikirkan masalah Bastian, membuat ia tak fokus dalam keseharian. Ia sedang menunggu pesan atau telepon dari Bastian, tapi sayangnya pria itu sama sekali tidak menghubunginya.

“Aku pulang dari rumah sakit.”

“Kamu sakit? Sakit apa?” tanya Ferdi sok cemas.

“Oh, aku nggak sakit, tapi memang aku bekerja di sana.” Alika menjawab seraya merapikan rambut.

Ferdi sedikit terpikat saat Alika mengibaskan rambut. Ia suka dengan wanita berambut panjang, seperti Sandrina.

“Dokter?”

“Iya, aku Dokter Kandungan. Kalau istri kamu sedang hamil, bisa kontrol ke aku,” tutur Alika.

Ferdi terkekeh mendengar ucapan Alika. Adanya ia membawa Sandrina yang sedang hamil untuk kontrol. Alika terlihat ramah dan mudah bergaul. Sementara, Ferdi, wanita mana pun akan takluk dengan pribadi Ferdi yang terlihat baik dari kemasannya.

“Aku masih bujang,” ujar Ferdi.

“Sungguh? Maaf. Kukira sudah ada yang punya,” ucap Alika.

Ferdi kembali tertawa melihat Alika tersenyum. Pria itu pun memang mengakui jika Alika memang cantik, tapi entah mengapa ia tidak bisa berpaling dari Sandrina.

Sementara, dari kejauhan Dimas memerhatikan mereka berbincang. Ia ingin sekali Ferdi berjodoh dengan Alika. Sejak beberapa hari pun Alika sering bercerita tentang kekasihnya yang menikah dengan wanita lain.

***

Sandrina masih merasa ngilu luar biasa akibat dorongan Bastian. Ia merebahkan tubuh di sofa, untuk berjalan ke kamar pun Sandrina tidak mampu. Ia mencoba memanggil Bastian, tapi pria itu tak menjawabnya.

“Aw,” rintih Sandrina.

Bastian ke luar dari kamar karena haus, ia melihat Sandrina berada di sofa. Sengaja ia menghampiri ingin memakinya karena tak kunjung datang saat ia memanggil.

“Kamu tidak dengar aku memanggil?” tanya Bastian.

“Bagaimana aku bisa mendengar kamu, berjalan saja aku tidak bisa, apalagi ke kamar kamu.” Sandrina membela diri.

“Jangan manja kamu, jangan berpura-pura sakit.”

Bastian menarik Sandrina kasar, tapi sang istri berhasil menampiknya. Netranya memerah menatap sang suami, air matanya pun sudah habis saat menangisi kebodohannya.

“Kamu suami yang nggak punya perasaan, kamu pikir aku pura-pura? Karena ulah kamu, perutku sakit, awas saja kalau terjadi sesuatu dengan anak ini. Kupastikan kamu menyesal, Bas,” tutur Sandrina.

Bastian bergeming melihat Sandrina dengan wajah pucat, wanita itu masih sempat mengumpat padanya padahal memang kondisinya sangat lemas. Bastian bingung harus melakukan apa dengan kondisi sang istri.

Mendengar ucapannya, seolah-olah ia mendengar sang ibu berbicara. Jika terjadi sesuatu dengan bayi dalam kandungan Sandrina, pastilah ia akan habis oleh ibunya. Apa pun yang terjadi dengan Sandrina, ibunya pastilah akan menyalahkan dirinya.

“Mas, to—tolong aku. Perutku semakin sakit.”

Bastian mulai cemas, ia menghampiri Sandrina. Ia kikuk harus melakukan apa. Akhirnya ia menelepon ibunya.

“Mas, tolong aku!” teriak Sandrina.

“Sebentar, aku telepon ibu dulu,” ujar Bastian.

“Kalau aku mati sekarang apa kamu mau nunggu ibu?” Sandrina meninggikan suara, tapi kembali ia merintih kesakitan.

Bastian lalu menghampiri Sandrina dan membopongnya ke mobil lalu langsung melaju menuju rumah sakit.

**

“Kandungan Ibu tidak ada masalah, mungkin saat jatuh agak syok. Tapi, lain kali hati-hati, ya. Bapak juga tolong dijaga istrinya, kehamilan 5 Minggu masih sangat rawan.” Dokter kandungan itu kembali menasihati Bastian.

Bastian hanya mengangguk, sebenarnya ia tidak peduli jika anak itu mau selamat atau tidak. Di pikirannya hanya ada Alika, apa ia masih marah atau tidak. Setelah itu, Sandrina dan Bastian gegas kembali pulang.

“Kamu tunggu sini, aku mau ke administrasi dan menebus obat.”

“Aku ikut saja, biar nggak bolak balik.”

“Aku sudah bilang diam di sini, kalau terjadi sesuatu lagi, aku yang repot. Satu lagi, jangan cerita sama ibu masalah ini.”

Sandrina kembali duduk. Rasanya ia sudah tidak kuat menghadapi pria dingin seperti itu. Hari-harinya penuh dengan tekanan dan emosi. Demi merebut hati suaminya, ia pun rela menahan pedih dan lara. Seperti saat ini, ia pun merasa lelah harus berpura-pura kuat.

Ia merebahkan tubuh di kursi, sembari menunggu Bastian, Sandrina memainkan ponsel. Tidak sengaja ia menemukan foto masa lalu bersama dengan Ferdi. Cinta yang ia pikir tulusz nyatanya terasa pahit.

“Ayo.”

Sandrina kaget saat Bastian tiba-tiba datang, gegas ia menutup aplikasi sosial medianya dan pelan-pelan bangkit dan melangkah menuju mobil.

Bastian membuka ponsel, ia sedikit kesal karena ada pekerjaan dadakan di hari libur. Sebuah pesan yang mengatakan harus bertemu dengan klien di sebuah kafe untuk membahas masalah pekerjaan.

Sekali lagi ia melihat jam di tangan, sepertinya waktu tidak akan cukup untuk memulangkan Sandrina lebih dulu. Tangannya cepat memesan aplikasi, tapi ia mengurungkan niat itu.

Jika terjadi sesuatu dengan Sandrina, apa yang akan dikatakan sang ibu. Akhirnya Bastian memutuskan untuk membawa Sandrina bertemu dengan kliennya. Walau berat hati, terpaksa ia melakukan itu.

Sekali lagi Bastian menoleh ke arah Sandrina. Ia masih memegangi perutnya, padahal tadi sudah di periksa Dokter dan tidak terjadi hal yang bahaya.

“Kamu kenapa lagi?” tanya Bastian.

“A—aku lapar.”

Bastian menarik napas, lalu menarik Sandrina agar lebih cepat berjalan menuju mobil.

“Aku lapar.”

“Nanti saja makannya, aku terburu-buru.”

Langsung saja Bastian masuk ke mobil dan gegas menarik Sandrina untuk cepat masuk dan tidak bisa menunggu lama.

Jarak rumah sakit dengan kafe tidak terlalu jauh, hanya membutuhkan waktu 30 menit untuk sampai. Namun, bagi Sandrina itu waktu yang cukup lama karena ia harus menahan lapar. Ia terus menggerutu pada Bastian.

“Aku mau langsung makan, kamu pikir dengan keadaan kelaparan aku bisa tenang? Kamu lupa aku sedang hamil?”

“Bawel. Tinggal pesan saja makanan,” tutur Bastian kesal.

Sandrina begitu semangat karena ia ini ingin cepat memesan makanan, tapi semangat itu pupus karena melihat ada Ferdi dan seorang wanita.

“Kenapa berhenti?” tanya Bastian yang langsung melongok ke dalam.

Netranya menemukan wanita yang sejak tadi membuatnya galau. Sudah berpuluh-puluh kali ia menelepon Alika, ternyata sang kekasih ada bersama Ferdi—adik kandungnya.

“Apa-apaan ini?”

Tangannya mengepal keras, emosinya pun memuncak. Namun, ia lupa jika ada Sandrina di sampingnya kali ini.

***

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Merebut Suamiku Dari Kekasihnya   Tujuh Puluh Dua

    Bastian membantu Sandrina beranjak dari lantai walau dengan tangan satu terinfus. Ia panik karena sejak tadi sang istri memegangi perutnya. Bastian mencoba mengelus perut Sandrina agar lebih tenang.“Bu, periksa ke Dokter Kandungan saja,” ujar Bastian.“Enggak apa-apa, Mas. Ini hanya keram sedikit saja nanti hilang,” tolak Sandrina.“Kamu bilang enggak ada masalah, memang kamu bisa lihat anak kamu di dalam? Aku enggak mau tahu, nanti aku temani kamu ke Dokter Kandungan,” ucap Bastian memaksa lagi.“Bas, biar ibu saja. Kamu tetap di kamar, istirahat.” Bu Hana memerintahkan Bastian untuk tak pergi ke mana-mana.Bastian malah mencemaskan Sandrina, bukan dirinya. Melihat sang istri kesakitan ia merasa sangat bersalah karena tak bisa melakukan apa pun. Seperti yang di katakan sang ibu, Sandrina pun di ajak ke Dokter Kandungan.Sepertinya Sandrina, ia menatap sekeliling. Ia merasa betapa bodohnya selama ini telah menyia-nyiakan wanita seperti Sandrina. Matanya tertutup oleh cinta buta pada

  • Merebut Suamiku Dari Kekasihnya   Tujuh Puluh Satu

    Kondisi Bastian belum stabil, ia masih tertidur akibat obat bius yang diberikan oleh Dokter. Sandrina begitu cemas dengan kondisi sang suami yang menghawatirkan. Sepetinya Bastian mencoba mengingat beberapa kenangannya. Namun, bukan pulih malah membuat ia merasa kesakitan hingga pingsan.“Fer, Nit, kian pulang saja. Istirahat,” ujar sang ibu.“Ibu bagaimana,” tanya Ferdi.“Ibu menemani Sandrina. Kalian pulang saja, bagaimana?”“Kalau itu yang ibu mau, kita istirahat dan nanti gantian saja.”Bu Hana setuju, Ferdi langsung mengajak Anita pulang karena ia merasa sang istri sudah sangat lelah. Anita pun terlihat memang sangat pucat, mungkin efek kurang tidur sampai membuat mata panda di kantung mata.“Kamu mau makan dulu apa nanti di rumah?” tanya Ferdi.“Di rumah saja, aku lelah,” ujar Anita.Ferdi pun langsung mengikuti langkah sang istri untuk pulang. Sudah beberapa hari ia mengurusi masalah sang kakak dan lupa dengan kebahagiaannya sendiri. Apalagi sampai lupa dengan kesehatan Anita y

  • Merebut Suamiku Dari Kekasihnya   Tujuh Puluh

    Dimas memegangi pipinya yang terkena hantam Bastian. Sementara, Bastian sudah sejak tadi sudah tak tenang mendengar penjelasan Dimas.Bastian benar-benar kecewa dengan Alika. Wanita itu sudah membuat hidupnya kacau. Apalagi saat dia datang dan mengaku hamil anaknya. Tangis Alika pecah saat Dimas menceritakan semua. Kekhilafan dirinya hingga bisa hamil anaknya Dimas.“Berengsek!” teriak Bastian.Ferdi menahan sang kakak yang begitu emosi. Bastian geram karena ulah Alika juga murka dengan apa yang mereka berdua lakukan. Ferdi menahan Bastian kembali karena ia hampir saja menghantam Dimas.“Aku tidak salah karena ingin bertanggungjawab saat itu. Hamil atau tidaknya Alika, tapi dari menolak. Awalnya aku tidak tahu kalau Ferdi tak bercerita tentang ulah Alika. Dari sana, aku curiga dan memutuskan menemui Alika. Dia berlari hingga jatuh dan keguguran.”“Bohong, dia bohong!” pekik Alika histeris.“Cukup, jangan mengelak Alika!” Dimas tak kalah bersuara.Bastian memegangi kepalanya yang teras

  • Merebut Suamiku Dari Kekasihnya   Enam Puluh Sembilan

    Saat sampai di rumah, Bastian di kagetkan dengan kedatangan Alika yang sudah menunggunya sejak tadi. Wanita itu sempat menghilang, tapi datang kembali dan membuat pria itu begitu terkejut.Sepintas ia menoleh ke arah Sandrina yang sudah merenggut. Ingin rasanya langsung menenangkan sang istri. Akan tetapi, ada Alika yang sejak tadi menatapnya.“Sayang, aku nungguin kamu. Kamu baru pulang?” Alika langsung mendekat dan menyingkirkan Sandrina.“Kamu jangan kasar sama Sandrina dia sedang hamil.” Sergah Bastian.Alika menganga mendengar Sandrina di bela Bastian. Kesal mendengar hal itu, Alika pun menarik Bastian untuk berdiri di sampingnya.“Heh, kamu itu jangan bikin ulah. Terjadi sesuatu sama calon cucu saya, saya buat hidup kamu menderita,” ancam Bu Hana.“Bu, sudah. Biar aku bicara dengan Alika dulu.”“Aku hamil, kamu ikutan hamil. Jangan-jangan kamu hamil bohongan untuk menarik simpati Bastian,” cecar Alika.“Heh, kamu tuh yang hamil pura-pura. Coba cek saja kalau memang kamu benar ha

  • Merebut Suamiku Dari Kekasihnya   Enam puluh delapan

    Bastian memukul kaca mobil dengan kesal, ia merasa kali ini sangat mencemaskan Sandrina. Namun, ia masih bingung bagaimana bisa ia begitu mencemaskan sang istri. Apalagi dulu dirinya sangat mencintai Alika.“Apa yang di perbuat Sandrina sampai aku merasa sangat takut kehilangan dia!”Sandrina terlihat menghampirinya, Bastian pura-pura biasa kembali. Bastian kembali cemas saat sang istri seperti memegangi keningnya.“Kamu sakit?” tanya Bastian.“Harusnya aku yang tanya sama kamu, kamu sakit atau otak kamu habis kepentok apa? Tiba-tiba menjadi baik sama aku. Lalu, mengakui aku di depan umum,” ujar Sandrina.“Eh, itu, aku hanya enggak suka lihat kamu di perlakukan seperti pesuruh. Kamu ini istri aku, jadi tidak ada yang boleh memperlakukan kamu seperti itu. Lagi pula kamu lagi hamil, mengerti?”Sandrina langsung memeluk sang suami. Tidak peduli di tempat umum, sedangkan Bastian merasa risi mendapat perlakuan dari Sandrina. Ia berusaha melepaskan tangan sang istri dari tubuhnya.“Aduh, ka

  • Merebut Suamiku Dari Kekasihnya   Enam Puluh Tujuh

    “Pergi kamu!” teriak Alika.Alika begitu syok saat ia mengalami keguguran. Hal itu membuat dirinya gagal dinikahi Bastian jika pria itu tahu sudah tak ada janin di dalam kandungannya. Alika menyalahkan Dimas yang tiba-tiba saja menandatangani surat untuk melakukan operasi.“Lik, harusnya kamu sadar, kamu seorang dokter kandungan dan pasti tahu kalau bayi itu enggak akan bisa terselamatkan dan harus di keluarkan. Lagi pula, untuk apa kamu pertahankan kalau kamu tak meminta pertanggung jawaban aku?” tanya Dimas.Alika bergeming, Dimas tidak tahu kalau ia mempergunakan kandungannya untuk menipu Bastian dan keluarganya. Jika ia keguguran, maka tidak ada pernikahan yang akan terjadi di antara keduanya.“Itu bukan urusan kamu.” Alika kembali emosi dengan apa yang ditanyakan Dimas.“Itu menjadi urusan aku. Itu anak aku, kan?” tanyanya lagi.Alika memalingkan wajah, tidak mungkin ia menjawab anaknya Bastian. Pria itu tidak akan mungkin percaya dan malah akan bertanya pada Bastian. Apalagi ked

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status