Home / Romansa / Merry Go Around / 9. Kesalahan

Share

9. Kesalahan

last update Huling Na-update: 2022-05-16 13:13:23

Hari kedua bekerja, Merry sudah tiba di kantor pukul setengah delapan pagi. Malam sebelumnya, dia dan kedua sahabatnya menyudahi makan malam ketika waktu sudah menunjukkan pukul sepuluh malam. 

Merry sudah terbiasa tidur larut malam namun pagi harinya sudah harus berangkat bekerja. Untungnya dia tidak pernah kesulitan untuk bangun pagi walau malam sebelumnya pulang larut. 

Merry menutup mulutnya saat menguap, dia berjalan menuju lift dan melihat ada banyak orang yang sudah menunggu. Untung saja dia tidak sedang terburu-buru jadi dia tidak perlu memaksakan diri untuk masuk ke dalam lift yang penuh. Dia membiarkan dua lift lewat karena malas berdesakan. 

"Kalau lo nunggu sampai lift kosong, lo mungkin bakalan telat sampao di ruangan lo," tegur seorang pria yang suaranya sudah sangat dihapalnya.

Merry terkejut saat Ashton muncul di sebelahnya. "Oh, Kakak."

"Atau lo lagi nunggu seseorang?" tanya Ashton.

Merry menggelengkan kepalanya, "Nggak, kok! Gue pikir yang lain lebih sedang terburu-buru. Jadi gue biarkan mereka naik terlebih dahulu."

Ashton menatap wajah Merry tak percaya, "Merry, apa ini untuk pertama kalinya lo bekerja di gedung sebesar dan sepadat ini?" tanya Ashton.

Merry mengangguk. Sebelumnya dia memang sudah pernah bekerja. Namun hanya perusahaan kecil dan menengah yang mengubah rumah sebagai kantor. Biasanya hanya satu lantai, paling tinggi dua lantai. Bukan di gedung perkantoran yang memakai lift.

Ashton mendesah, "Kalau lift terbuka, lo harus ikut di belakang gue."

"Apa, Kak?"

Belum Ashton menjawab, pintu lift sudah terbuka kembali. Di luar dugaan, Ashton menarik lengan Merry  dan masuk ke dalam lift. Merry terkejut bukan main. Namun dia tidak menepisnya. Dia mengikuti Ashton masuk ke dalam lift dan berdiri di salah satu pojok lift. Dalam sekejap, lift sudah dipenuhi oleh karyawan-karyawan lainnya. Sehingga Ashton dan Merry harus berdiri berhimpitan. 

Punggung Merry terpaksa menempel di dada bidang Ashton, karena pria itu berdiri di belakangnya. Merry merasa tegang, karena dia bisa merasakan detak jantung Ashton dan hembusan napasnya yang menggelitik di dekat telinganya.

Seringkali di saat sibuk, Merry mengeluh kurangnya waktu yang dia miliki. Namun, di beberapa situasi yang menegangkan, Merry merasa waktu bergerak dengan sangat lambat. Dia harus menahan dirinya dari berbalik dan melihat wajah pria itu. Namun sepertinya, yang merasa tegang hanya Merry seorang. Ashton berdiri dengan sangat tenang di belakangnya, seolah sama sekali tidak merasa terganggu dengan situasi itu. 

"Merry, lo nggak menekan nomor lantai lo?" tegur Ashton.

"A-apa?" jawab Merry gugup mengangkat kepalanya dan memutar lehernya sedikit ke belakang untuk melihat wajah Ashton. Dia terkejut karena ternyata wajahnya dan Ashton berjarak sangat dekat. Hanya satu gerakan, bibirnya sudah bisa merasakan kelembutan bibir pria itu. Ah, kenapa cowok bibirnya bisa berwarna merah muda begitu?

"Lo lantai delapan kan? Maaf, bisa tolong tekan lantai delapan?" ucap Ashton pada pria yang berdiri tepat di dekat tombol lift.

"Ah, makasih, Kak, gue sampai lupa," ucap Merry pelan merasa malu karena dia melamun.

"No problem," jawab Ashton tersenyum tipis.

Setelah itu, mereka kembali terdiam selama lift bergerak naik. Ashton turun terlebih dahulu di lantai lima. Sementara Merry terus naik ke lantai delapan dengan dua orang lainnya. Merry sampai di mejanya saat waktu masih menunjukkan pukul delapan kurang sepuluh menit. Susan masih belum tiba, begitupun dengan Liam yang ruangannya masih kosong.

Setelah meletakkan tasnya, Merry lekas berjalan menuju pantry untuk menyiapkan kopi dan camilan pagi sebagai sarapan bosnya. Dia memeriksa kabinet pantry. Untung saja semuanya ada labelnya sehingga dia tidak akan salah mengambil kopi untuk bosnya.

Benar seperti yang diinfokan oleh Susan, semuanya sudah disiapkan oleh office boy. Namun dia melihat kopi untuk Liam sudah hampir habis. Sudah tugasnya untuk memesannya kembali. Kopi untuk Liam memakai mesin kopi kapsul. Sehingga dia cukup memasukkan kapsul ke dalam slot mesin kopi dan mesin akan menyiapkan dengan otomatis. 

Merry terheran-heran melihat kue-kue kering yang tersedia di kabinet pantry. Susan mengatakan kalau Liam tidak menyukai makanan manis, tapi kenapa ada banyak sekali tersedia kue-kue di dalam sini? 

Setelah dia mengecek labelnya, ternyata kuenya buatan khusus dan tidak mengandung gula tebu, melainkan gula diet. Apa Liam mengidap penyakit tertentu sehingga asupan makanannya pun harus diperhatikan? Ah, tapi kemarin dia memakan lasagna tanpa pantangan sama sekali.  

Merry memutuskan untuk tidak terlalu memikirkannya. Dia pun segera menyiapkan piring saji dan meletakkan kue-kue itu di atasnya. Setelah kopinya siap, dia membawa semuanya di atas nampan dan membawanya ke dalam ruangan Liam. 

Saat dia keluar dari ruangan Liam, Susan baru saja tiba dan sedang meletakkan tasnya. Tak lama Liam terlihat berjalan di belakangnya dengan kedua tangan di dalam saku celananya.

"Selamat pagi, Pak Liam," sapa Susan dan Merry berbarengan.

Liam hanya menjawab dengan anggukan kecil. 

"Selamat pagi, Bu Susan," sapa Merry setelah Liam masuk ke dalam ruangannya.

"Selamat pagi, Merry. Kamu dari ruangan pak Liam?" tanya Susan agak terheran-heran.

"Iya, Bu, saya baru menyiapkan kopi dan camilan Pak Liam," jawab Merry polos.

"Apa? Oh ya ampun, Merry, kamu menyajikan bersama camilannya juga?"

"Iya, Bu."

"Kopi mungkin tidak apa-apa, tapi kalau camilan terlalu cepat. Biasanya camilan jam sepuluh."

Merry terkejut mendengar hal itu. "Lalu, bagaimana, Bu? Apa perlu saya ambil lagi?" tanya Merry panik.

"Tidak mungkin kamu ambil lagi. Pak Liam sudah masuk ke dalam ruangannya."

"Jadi aku harus bagaimana, Bu?" tanya Merry kembali masih merasa panik. Ah, padahal dia baru merasa senang karena kemarin hari pertamanya berakhir dengan baik. Masa di hari keduanya dia sudah melakukan kesalahan.

Susan menatap Merry dengan ekspresi yang sulit untuk ditebak. Namun bisa terlihat salah satu ujung bibirnya tertarik ke atas, seperti merasa senang melihat kepanikan di wajah bawahannya. 

"Kamu hanya bisa banyak-banyak berdoa semoga suasana hati Pak Liam sedang baik hari ini."

"Tapi, bagaimana caranya saya mengetahui Pak Liam sedang baik moodnya atau tidak, Bu? Saya baru dua hari bekerja di sini."

"Pak Liam tipe yang mudah untuk dihibur kok. Beliau memang tidak bisa menyimpan amarah, namun beliau bukan tipe pendendam."

"Lalu?" tanya Merry masih belum paham.

"Kalau kamu tidak mau terkena omelan Pak Liam atas kesalahan pagi ini, kamu harus bekerja dengan sangat baik."

"Ba-baik, Bu, saya akan berkerja dengan dua kali lebih giat hari ini. Apa yang harus saya lakukan?"

"Mudah saja. Sebelum Pak Liam bertanya jadwal hari ini, kamu harus sigap memberitahunya, mengatur janji-jani dengan klien penting, mengurus kontrak yang diperlukan, dan mengatur makan siang dan malamnya."

"Baik, Bu! Serahkan pada saya. Jadi, saya bisa mengetahui jadwal bapak bagaimana?"

"Untuk itu," Susan langsung membuka komputernya, kemudian dia mengirimkan beberapa email kepada Merry. "Nah, kau cek email yang baru saya kirimkan. Dan selesaikan semua tugas-tugas tersebut."

"Baik, Bu!" Merry bermaksud duduk di mejanya. 

Tiba-tiba telepon berdering. Dari layar kecil di badan telepon bisa terlihat kalau itu berasal dari ruangan Liam. Merry langsung meneguk ludahnya. Sementara itu Susan langsung menerima telepon tersebut.

"Ya, Pak?"

"Masuk ke dalam ruangan saya," ucap Liam dengan nada galak.

"Baik, Pak," jawab Susan setelah itu menutup teleponnya. Sebelum masuk ke dalam ruangan, dia membawa tablet yang biasa dia gunakan untuk mengatur semua pekerjaan.

"Bu Susan, tolong saya ya kalau Pak Liam mengungkit masalah kopi dan camilan," pinta Merry memelas.

Susan tersenyum tipis, "Saya tidak bisa janji, tapi akan saya usahakan."

Setelah mengucapkan itu, Susan beranjak masuk ke dalam ruangan bosnya, meninggalkan Merry dalam perasaan panik. Ah, semoga saja kesalahannya pagi ini tidak sampai membuatnya mendapatkan nilai merah.[]

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App

Pinakabagong kabanata

  • Merry Go Around   64. Gelisah 2.0

    Seringkali apa yang kita rencanakan tidak berjalan seperti seharusnya. Seringkali kita kecewa dengan hasil yang kita dapatkan. Padahal mungkin, Tuhan bukannya tidak mengabulkan harapan kita. Melainkan Tuhan tahu apa yang kita butuhkan. Seumur hidupnya, Merry tidak pernah menginginkan hal yang terlalu muluk. Dia tidak menginginkan pacaran dengan anak orang kaya, kemudian mereka menikah dan tinggal di sebuah rumah yang mirip dengan istana. Hidup nyaman dengan bergelimang harta memang sangat menggiurkan, namun bukan hal yang mutlak untuk dimiliki. Melihat pernikahan kedua orang tuanya, Merry selalu berharap kalau dia akan bertemu dengan seorang pria yang baik, bertanggung jawab dan menghargai semua pendapatnya. Namun yang paling penting, pria itu akan terus bersamanya sampai dengan masa tua mereka. Sehingga dia tidak akan merasa kesepian seperti ibunya. Almarhum ayahnya merupakan pria yang baik, malah teramat baik. Namun sepertinya memang benar pepatah yang mengatakan orang baik umurny

  • Merry Go Around   63. Gelisah

    Para orang tua selalu mengatakan, perjalanan menjadi dewasa melalui sebuah rangkaian proses yang panjang. Manusia melakukan kesalahan, tapi kemudian mereka akan memperbaikinya. Itulah yang membuat seseorang berkembang dan menjadi lebih dewasa dan bijaksana. Terdengar mudah, namun pada saat menjalaninya, Merry tidak tahu kalau kesalahan yang akan dilakukannya akan begitu menguras seluruh emosi dan fisiknya. Kalau saja mesin waktu ada, Merry akan memilih untuk kembali di saat dia kehilangan peran utama pertama kali yang berhasil didapatnya. Dia akan mengatakan pada versi dirinya yang lebih muda agar menerima keputusan saat peran tersebut dicabut darinya. Bukan berarti dia akan membiarkan versi dirinya yang lebih muda menjadi kurang ambisius, dia hanya akan melarang dirinya yang dulu agar tidak memasuki pintu ruangan tersebut. "Mer, kita sudah boleh pulang," tegur Cathy saat dia melihat Merry yang hanya duduk terdiam di atas ranjang IGD. “Benny,” begitu tersadar Merry lekas meraih ta

  • Merry Go Around   62. Jadian

    Acara pensi berlangsung dengan sukses. Acara sekolah mereka diliput oleh salah satu kanal televisi nasional. Merry, Cathy dan Dawn berjoget bersama di depan panggung untuk merayakan keberhasilan acara, sementara band tamu sedang tampil di atas panggung. Beberapa panitia yang lain pun ikut terjun merayakan. “Acara kita berhasil, Mer!” pekik Cathy memeluk Merry dengan erat. Tentu saja dia satu tim dengan Merry dan mereka berhasil mendapatkan banyak sponsor. “Dawn, bilang makasih sama bokap lo ya, karena udah mau jadi sponsor utama!” ucap Merry setengah berteriak dan merangkul bahu Dawn. Akhirnya mereka bertiga saling berangkulan sambil berjoget.“No problem! Win win, kok! Kata bokap, bagus juga buat promosi produk perusahaan!” balas Dawn.“Gue seneng banget! I love you, guys! Mulai saat ini, kita sahabatan sampai maut memisahkan, ya!” teriak Cathy.Cathy dan Dawn memang sudah sahabatan sejak SMP, namun Merry baru empat bulan ini bergabung bersama mereka. “Okay!” balas Merry dan Dawn

  • Merry Go Around   61. Masa SMA

    Sebelum menggeluti dunia akting, Merry terjun ke dunia modeling terlebih dahulu. Dia keluar sebagai juara satu pemilihan model di sebuah majalah remaja saat masih SMP. Setelah itu, dia mendapatkan banyak tawaran sebagai bintang iklan. Merry tidak mengambil pekerjaan selain modeling untuk membagi waktunya dengan jadwal sekolah. Karena iklan yang menggunakan wajahnya cukup banyak, Merry pun mendapatkan popularitas di kalangan remaja. Saat dia masuk SMA, Merry mulai mendapatkan tawaran sebagai pemeran pendukung di sebuah film. Hanya peran kecil, namun dari sana bakat akting Merry mulai dikenal. "Itu Sifabella Hadiprana yang jadi Dona, kan? Aktingnya keren banget pas adegan berantem. Badannya bagus sih, tinggi atletis." Begitu obrolan para siswa yang melihat dirinya di sekolah. Merry memang memakai nama belakang dan nama almarhum ayahnya untuk karir keartisan. "Wah, dia masuk ke sekolah kita? Berarti dia pintar juga anaknya, ya?" "Atau mungkin dia masuk dari jalur prestasi." "Prestasi

  • Merry Go Around   60. Cinta Pertama

    Wajah Merry masih terasa panas saat akhirnya dia sudah tiba di IGD rumah sakit terdekat. Kompleks apartemennya memang cukup dekat dengan rumah sakit, hanya perlu menyebrang, dan dia sudah sampai di halaman rumah sakit. Dan sepanjang jalan itu, sang Budi terus membopongnya. Benar-benar otot pria itu bukan kaleng-kaleng. "Apa yang sakit, mbak?" tanya perawat yang bertugas memeriksanya. "Ka-kaki saya, sus," jawab Merry. Sesekali matanya melirik ke tubuh sang Budi yang sedang berbicara dengan petugas administrasi di ruangan sebelah. Kebetulan lokasi tempat tidurnya bisa melihat ke ruangan itu. "Yang ini?" perawat itu memencet pergelengan kaki kanan Merry. "AAW!" Merry berteriak kaget karena dia sedang fokus mengintip. "Pelan-pelan, sus," ucap Merry meringis kesakitan. "Maaf, Mbak, lalu mana lagi yang sakit?" Mau tidak mau, Merry terpaksa berhenti mengintip dan fokus memberitahu perawat mana saja dirasa sakit olehnya. "Ada apa lagi lo ke sini, Bud?" Tiba-tiba Merry mendengar suara

  • Merry Go Around   59. Penjemputan

    Mereka bertiga berjalan bersama ke mall setelah mandi dan berganti pakaian. Mereka memutuskan untuk makan di foodcourt sehingga mereka bergantian membeli makanan. Saat Merry sedang berkeliling membeli makanan, Cathy dan Dawn duduk berdua saja sambil sesekali sibuk memeriksa ponsel mereka.Cathy tertawa membaca pesan dari Jason, cowok yang baru dikenalnya beberapa saat yang lalu. Tentu saja Jason mengajaknya untuk jalan hanya berdua di lain waktu, dan Cathy membalasnya dengan senang hati. Lumayan buat mengisi rasa bosan.Namun kemudian dia menyadari kalau Dawn diam saja sejak mereka berada di kolam renang. Padahal Dawn biasanya tidak berbeda jauh darinya kalau sedang berkenalan dengan cowok, agak centil dan banyak melempar candaan. "Oke, ada apa, Dawn?" tanya Cathy meletakkan ponsel di atas meja.Dawn terkejut karena Cathy tiba-tiba bertanya padanya, padahal perempuan itu sedetik sebelumnya terlihat asyik menatap layar ponselnya."Hah, oh ... gue ... nggak apa-apa, kok!" jawab Dawn se

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status