Share

Uangnya Ketinggalan

Bab 2

"Dek, hape-ku!" Mas Irwan kembali meminta ponselnya. Karena aku yang masih terpaku dengan kenyataan yang aku ketahui, tentang keluarga suami di belakangku.

Aku keluar dari grup WA dan kembali notifikasi pesan masuk. Mas Irwan tak akan tahu, jika aku sudah membacanya.

"Ini, Mas!" aku menyerahkan ponsel itu pada tangan Mas Irwan yang sudah menengadah.

Aku menoleh, Mas Irwan seperti memeriksa ponselnya.

"Dek, kamu tadi buka apa, di ponselku?" tanya Mas Jawabku Irwan. Aku lihat raut wajahnya seperti cukup gugup, apa dia takut jika aku sudah tahu.

"Cuma lihat wallpaper yang kamu pasang, itu fotoku. Kamu sweet banget Mas!" jawabku.

"Iya Dek, soalnya Mas kangen terus sama kamu ketika di kantor. Jadi wallpaper pasang foto kamu!" ujarnya dan meraih punggung tanganku, kemudian mengusapnya dengan lembut.

Mas Irwan mengangkat tanganku dan menciumnya. Ingin sekali aku pukul mulut suamiku ini, karena sikap sok manis yang ia tunjukkan.

Ciri-ciri pria yang takut ketahuan rahasianya terbongkar, akan berbuat seperti ini.

"Kamu ada baca apa, di hape Mas tadi?" ia bertanya kembali. Apakah dia sangat takut sekarang.

"Tak baca apapun, kan aku bilang hanya melihat wallpaper. Mas kenapa bertanya begitu? Ada pesan dari siapa?"

"Ehmm.. Mas gak ada sembunyikan apapun darimu Dek, hanya saja terkadang ada teman kantor perempuan mengirimkan pesan, masalah pekerjaan. Takut kamu salah paham. Tapi yakinlah, gak ada Mas macam-macam di belakang kamu!" jawabnya panjang lebar.

Terlihat sekali kegugupan-mu Mas. Sampai menjelaskan sepanjang itu padaku.

"Mas, kita mampir ke rumah Ibu sebentar ya," pintaku. Karena rumah Ibu tak jauh dari sini.

"Ada apa?" tanya suamiku menelisik.

"Sebentar saja, ingin mengambil sesuatu!" jawabku dan Mas Irwan mengangguk. Ia seperti tak menaruh curiga.

**

Aku kembali dari dalam rumah Ibu. Sedangkan Mas Irwan menunggu di mobil.

"Udah, Dek?" tanya dia.

"Sudah, kan aku bilang cuma sebentar!"

Mobil kembali melaju.

***

Kami tiba di rumah mertuaku.

Ibu yang sedang duduk di kursi teras, bersama kakak iparku Mbak Iza menyambut kedatangan kami.

Ibu mertua tersenyum semringah dan memelukku yang sudah menginjakkan kaki di teras rumah.

"Yang di tunggu datang juga!" seru Ibu.

'Pasti kamu menunggu kedatanganku karena ingin uangku kan!' batinku menggumam.

Sebuah mobil berhenti di halaman rumah Ibu. Mobil itu mahal dan mewah. Dari dalam keluar Amira.

Aku melihat seorang pria yang menyetir. Itu pasti calon suaminya. Yang kutahu jika calon suaminya itu seorang anak dari pengusaha jual beli mobil bekas. Yang sukses dan kaya raya.

Mungkin uang yang ia ingin pinjam padaku, untuk tambahan biaya. Bagaimanapun mereka harus mengeluarkan modal juga.

"Aku udah bawa seragam, untuk acara lamaranku! Beberapa kebaya dan juga kemeja!" ucap Amira sambil membawa 3 paperbag.

Seperti nya acara lamaran juga akan di langsungkan cukup mewah, dengan dekor segala. Bahkan mau lamaran saja pakai seragam.

**

Setelah masuk ke dalam rumah. Amira membagikan seragam pada kami. Aku juga dapat, padahal tadi dia melarangku untuk datang. Di plastik ada kertas, sudah tertulis nama pemilik pakaian ini.

Aku membuka plastik untuk mengeluarkan kebaya untukku. Hah ini kebaya untukku kenapa bolong di bagian ketiak, dan bahannya beda dari yang lain. Walau warnanya sama. Ini bahan murahan, pantas dia memberikan ini untukku. Amira sengaja memberikan kebaya koyak padaku.

"Cantik banget warnanya, Lilac! Dan sangat cocok untuk Mbak!" ujar Mbak Iza.

"Pinter kamu Ra, pilih warna!" timpal Mbak Reva kakak kedua mas Irwan.

"Tentu, ini kan lagi ngetrend warnanya!" sahut Amira.

"Ini, kenapa bagian ketiaknya bolong? Dan bahannya beda ya?" ujarku sengaja ingin melihat respon mereka.

Mbak Iza dan Amira saling tatap.

"Masa sih Mbak? Pasti penjahit yang ceroboh! Mbak jahit ulang aja, bisa kan. Dan bahannya beda, itu karena kemarin gak cukup bahan yang aku beli. Jadi minta bahan dari penjahitnya," ucap Amira menanggapi.

"Di jahit aja nanti sendiri sayang," imbuh Mas Irwan ikut memberi saran. Seperti tidak keberatan istrinya mendapatkan barang yang buruk.

"Serena, uangnya mana. Sudah kamu bawa?" belum sempat aku berbicara kini Ibu sudah menanyakan uang.

Aku mengambil tas.

"Sebentar Bu!" ujarku.

Aku memasang raut wajah panik.

"Kenapa, Dek?" tanya Mas Irwan yang menyadari kepanikanku.

"Uangnya ketinggalan, Mas!" jawabku.

"Aduh, kok ketinggalan!" ucap ibu dengan suara yang kencang, terdengar ia jengkel mendapatkan kabar ini.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status