Share

Pesan Teman

"Raka dimana, dek? Kok kamu tidur sendirian," tanya Mas Ikhsan sepulang kerja.

"Tadi dibawa Bulek Ida, Mas. Aku lagi gak enak badan," ucapku.

"Udah minum obat? Aku beliin di warung sebelah ya?" tanya suamiku dengan raut wajah khawatir.

" Udah, Mas. Tadi dibeliin sama Bulek Ida. Bulek juga yang bantu momong Raka seharian ini." jelasku.

"Ibu malah ngomel mulu liat aku baringan seharian. Pegang Raka juga enggak." imbuhku lagi.

"Sabar ya, Ibu mungkin capek makanya begitu. Kamu udah makan belum? Atau mau aku beliin sesuatu?" tanyanya.

"Aku pingin bakso yang biasa mangkal di pertigaan, Mas. Udah lama gak makan bakso," pintaku pada lelaki yang baru dua tahun ini membersamaiku.

"Siap, bos!" ucapnya sambil tersenyum lebar. Kami pun tertawa bersama.

Tumben mas Ikhsan berbaik hati nawarin aku sesuatu. Biasanya juga dia gak peduli mau aku sakit juga. "Ah ... mungkin karena hari ini dia gajian jadi moodnya lagi baik," batinku.

****

Mas Ikhsan masuk kamar sambil membawa 2 bungkus bakso, tak lupa dia juga membawa mangkok dan sendoknya.

Tanpa ketuk pintu, Ibu tiba-tiba masuk ke dalam kamar kami. "San, tambahin jatah bulanan, Ibu. Gak cukup uang yang kamu kasih tadi," pinta Ibu.

"Itu tadi juga udah ditambahin, Bu. Biasanya kan aku kasih sejuta, udah aku lebihin 500 ribu." tukas Mas Ikhsan.

"Jangan pelit sama orangtua sendiri, sini tambahin sejuta lagi buat acara pengajian rutinan Ibu," ucap Ibu dengan sedikit memaksa.

Akhirnya Mas Ikhsan mengalah dan memberikan 10 lembar uang berwarna merah kepada Ibu. Ibu pun langsung menyahut uang itu.

"Daripada uangnya sama istri kamu dihabisin buat belanja online," celetuk Ibu.

Hilang sudah seleraku untuk makan bakso mendengar ucapan pedas mertuaku barusan." Bu, aku gak pernah hamburin duit Mas Ikhsan. Selama ini aku belanja online juga untuk keperluan Raka cucu Ibu."

"Alasan saja, seharian juga ngapain kamu berbaring aja. Kamu itu menantu bukan ratu jadi jangan enak-enakan disini. Ingat kamu cuma numpang!" Pedas sekali mertua mengataiku.

Aku tak sanggup lagi berkata-kata. Disini aku cuma dianggap orang lain oleh ibu mertua. Sebisa mungkin aku ingin berbakti di keluarga ini namun seakan semua sia-sia.

****

"Dek, kenapa gak dihabisn baksonya?" tanya suamiku.

"Aku udah kenyang, Mas. Seleraku hilang karena mulut pedas Ibu tadi." jelasku.

"Kamu yang sabar ya ... bagaimanapun juga Ibu orangtua kita," ucapnya sembari mengeluarkan uang dari dalam dompet.

"Kenapa kita gak ngontrak aja, Mas?" rengekku pada Mas Ikhsan.

"Belum ada duit, dek. Kebutuhan kita masih banyak," elaknya

"Ini tadi aku udah gajian. Kemarin ibu minta aku nyumbang buat acara pengajian rutinan ibu. Total dikasih ke Ibu 2,5 juta. Sisa 2 juta harus cukup buat sebulan ya," lanjutnya.

"Oh iya ... aku minta 700 ribu buat pegangan selama sebulan," tambahnya.

"Sampai kapan kayak gini terus, Mas . Aku pingin punya tabungan agar bisa kebangun rumah sendiri," gumamku.

Dengan sisa uang belanja segitu, aku harus benar-benar memutar otak agar bisa cukup. Semoga aku bisa diberi kesabaran hingga bisa bertahan dengan keadaan ini.

****

Dor!

Dor!

Dor!

Pagi-pagi pintu kamar sudah digedor oleh ibu mertuaku. Biasanya aku bangun jam 4 sholat subuh lalu mulai mengerjakan pekerjaan rumah.

Mungkin karena efek obat jadi aku tidur terlalu nyenyak hingga tak terdengar adzan subuh.

"Bangun jangan molor aja, dasar pemalas!" teriak Ibu dari luar kamar.

"Udah hidup numpang, masih juga gak tahu diri!" Pagi-pagi kuping udah panas dengan omelan mertuaku.

Segera aku bangun dan ke kamar mandi sebentar lalu sholat subuh. Meskipun kesiangan aku gak boleh meninggalkannya.

Kulihat Raka menggeliat sepertinya dia akan bangun dari tidurnya. Dan benar saja bocah kecilku mulai membuka matanya.

Rupanya bayiku kehausan. Aku sempatkan diri memberinya Asi hingga kenyang. Kalo sudah tidur lagi, nanti bisa kutinggal untuk masak pikirku.

Namun kali ini dia sepertinya tak mau ditinggal, saat aku ingin menaruhnya di tempat tidur, dia malah menangis.

Kubangunkan Mas Ikhsan agar mau membantuku." Mas, kamu bangun dong. Gendong Raka bentar, aku mau masak."

"Udah kamu gendong aja dia, gak usah masak." katanya dengan mata masih terpejam.

Mas Ikhsan memang sulit sekali dibangunkan kalo sudah tidur. Dia seringkali meninggalkan sholat subuh.

"Nanti mau makan apa, Mas? Ibu bisa makin ngomel ntar," ucapku khawatir.

" Beli soto aja sana," tukasnya.

Akhirnya kuputuskan untuk membeli soto di depan gang. Aku berjalan sambil menggendong Raka. Ternyata menyenangkan sekali bisa jalan-jalan di pagi hari, udaranya sangat segar.

Biasanya di jam segini aku masih berkutat dengak kerjaan rumah. Tak pernah keluar kecuali hari sudah siang. Belanja pun cuma di depan rumah karena biasanya ada abang penjual sayuran lewat.

****

"Disuruh masak malah kelayapan!" pekik mertua begitu melihatku. Dia sedang duduk di kursi depan teras sambil nyemil gorengan bersama dengan Irda dan bayinya.

"Beli soto, Bu. Hari ini gak masak lauk karena tadi Raka rewel gak mau ditaruh." jawabku sambil ngeloyor pergi tak mau banyak kata.

"Kebetulan mbak, aku juga belum masak. Nanti minta dikit buat sarapan," seloroh Irda.

Begitulah rutinitas mereka tiap pagi. Duduk manis di depan teras rumah sambil ngeteh dan makan gorengan. Sedangkan aku sudah seperti babu mengerjakan semua pekerjaan rumah sendirian.

Tak jarang jika Raka tak mau ditinggal, aku beraktifitas sambil menggendongnya. Jika rumah tak rapi maka sepanjang hari mertua ajaibku itu akan terus ngomel dan membanting barang apa saja yang ditemuinya.

****

"Mas, sarapan dulu gih. Udah aku siapin di meja makan," ucapku pada mas Ikhsan yang baru keluar dari kamar mandi.

" Iya jangan lupa kopi buatku juga," pintanya. Aku lalu menyeduh air di teko kecil untuk membuat kopi.

Setelah memberikan pesanan Mas Ikhsan, aku masuk kamar dan kulihat ponsel miliknya yang diatas nakas bergetar.

Aku berniat memberikan pada pemiliknya. Tapi secara tak sengaja ada pesan masuk yang sempat kubaca di layarnya.

[ Mas , jangan lupa berangkat kerjanya bareng lagi ya ] tulis seseorang disana yang di kontak ternyata bernama Vanya.

Tak lama handphone itupun berbunyi, dan nama si pemanggil adalah Vanya. Mungkin karena mendengar suara ponsel miliknya berbunyi, Mas Ikhsan masuk ke kamar hendak mengambilnya.

Aku yang terkejut spontan memberikan ponsel ini kepadanya. "Ini ada panggilan masuk?" jawabku.

Mas Ikhsan lalu mengambil ponsel itu dan melihat siapa yang menelfonnya. Saat mengangkat dia sempat melirik kepadaku.

[ Halo ... iya tunggu di tempat biasa. Ini juga udah mau berangkat ] ucap Mas Ikhsan lalu diapun mematikan ponselnya.

Tanpa bertanya, suamiku itu menjelaskan maksud Vanya menghubunginya.

"Temanku Vanya minta berangkat bareng, kasihan dia gak ada yang anterin," jelas Mas Ikhsan.

"Bentar ... bukannya Vanya itu admin di kantor kamu ya, Mas? Dia kan udah punya suami kenapa gak minta anter suaminya aja." tanyaku

Aku ingat waktu acara tahun baru kemarin. Di kantor mas Iksan ada acara buat seluruh karyawan. Dan sebagian besar mengajak anggota keluarganya.

Saat itu aku sempat berkenalan dengan Vanya tapi dia tidak sendiri, dia bersama dengan suaminya.

"Dia baru pisah dengan suaminya. Sekarang pindah kos dekat sini," jelasnya.

"Kan bisa naik gojek atau apa gitu, Mas. Masak iya berangkat sama suami orang sih," rutukku.

"Emangnya kenapa sih? Searah juga, kan? Masak iya gak mau bantu teman."belanya.

"Yaudah aku mau berangkat dulu, takut kesiangan," katanya sambil berlalu meninggalkanku.

Aku mencoba berpikir positif terhadap suamiku . Semoga saja memang Mas Ikhsan cuma ingin membantu temannya itu.

****

"Naila, kamu tidur ya? tanya mertuaku saat aku baru menidurkan Raka di kamar.

"Kenapa, Bu?" jawabku.

"Sekarang kamu ke pasar belanja buat acara pengajian ibu besok. Ini daftar yang harus dibeli," perintah mertua sambil menyerahkan uang dan kertas berisi catatan belanja.

"Gimana sama Raka kalo ditinggal sendirian, Bu?"tanyaku.

Aku khawatir terhadap putraku itu karena jarak pasar lumayan jauh dari rumah. Bagaimana kalau dia terbangun dan ingin minum asi.

"Gak usah khawatir, dia kalo tidur lama suka molor kayak kamu. Beda sama Bagas anaknya aktif gak bisa ditinggal." Lagi-lagi mertuaku membandingkan cucunya.

Komen (2)
goodnovel comment avatar
Yani Artan
terima kasih udah mampir di ceritaku, Kak......
goodnovel comment avatar
Amstrong Nempung
bah...kumat darah tinggi ku membaca perilaku nya ini neneknya Raka........
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status