Share

Pesan Teman

Penulis: Yani Artan
last update Terakhir Diperbarui: 2022-07-04 16:18:56

"Raka dimana, dek? Kok kamu tidur sendirian," tanya Mas Ikhsan sepulang kerja.

"Tadi dibawa Bulek Ida, Mas. Aku lagi gak enak badan," ucapku.

"Udah minum obat? Aku beliin di warung sebelah ya?" tanya suamiku dengan raut wajah khawatir.

" Udah, Mas. Tadi dibeliin sama Bulek Ida. Bulek juga yang bantu momong Raka seharian ini." jelasku.

"Ibu malah ngomel mulu liat aku baringan seharian. Pegang Raka juga enggak." imbuhku lagi.

"Sabar ya, Ibu mungkin capek makanya begitu. Kamu udah makan belum? Atau mau aku beliin sesuatu?" tanyanya.

"Aku pingin bakso yang biasa mangkal di pertigaan, Mas. Udah lama gak makan bakso," pintaku pada lelaki yang baru dua tahun ini membersamaiku.

"Siap, bos!" ucapnya sambil tersenyum lebar. Kami pun tertawa bersama.

Tumben mas Ikhsan berbaik hati nawarin aku sesuatu. Biasanya juga dia gak peduli mau aku sakit juga. "Ah ... mungkin karena hari ini dia gajian jadi moodnya lagi baik," batinku.

****

Mas Ikhsan masuk kamar sambil membawa 2 bungkus bakso, tak lupa dia juga membawa mangkok dan sendoknya.

Tanpa ketuk pintu, Ibu tiba-tiba masuk ke dalam kamar kami. "San, tambahin jatah bulanan, Ibu. Gak cukup uang yang kamu kasih tadi," pinta Ibu.

"Itu tadi juga udah ditambahin, Bu. Biasanya kan aku kasih sejuta, udah aku lebihin 500 ribu." tukas Mas Ikhsan.

"Jangan pelit sama orangtua sendiri, sini tambahin sejuta lagi buat acara pengajian rutinan Ibu," ucap Ibu dengan sedikit memaksa.

Akhirnya Mas Ikhsan mengalah dan memberikan 10 lembar uang berwarna merah kepada Ibu. Ibu pun langsung menyahut uang itu.

"Daripada uangnya sama istri kamu dihabisin buat belanja online," celetuk Ibu.

Hilang sudah seleraku untuk makan bakso mendengar ucapan pedas mertuaku barusan." Bu, aku gak pernah hamburin duit Mas Ikhsan. Selama ini aku belanja online juga untuk keperluan Raka cucu Ibu."

"Alasan saja, seharian juga ngapain kamu berbaring aja. Kamu itu menantu bukan ratu jadi jangan enak-enakan disini. Ingat kamu cuma numpang!" Pedas sekali mertua mengataiku.

Aku tak sanggup lagi berkata-kata. Disini aku cuma dianggap orang lain oleh ibu mertua. Sebisa mungkin aku ingin berbakti di keluarga ini namun seakan semua sia-sia.

****

"Dek, kenapa gak dihabisn baksonya?" tanya suamiku.

"Aku udah kenyang, Mas. Seleraku hilang karena mulut pedas Ibu tadi." jelasku.

"Kamu yang sabar ya ... bagaimanapun juga Ibu orangtua kita," ucapnya sembari mengeluarkan uang dari dalam dompet.

"Kenapa kita gak ngontrak aja, Mas?" rengekku pada Mas Ikhsan.

"Belum ada duit, dek. Kebutuhan kita masih banyak," elaknya

"Ini tadi aku udah gajian. Kemarin ibu minta aku nyumbang buat acara pengajian rutinan ibu. Total dikasih ke Ibu 2,5 juta. Sisa 2 juta harus cukup buat sebulan ya," lanjutnya.

"Oh iya ... aku minta 700 ribu buat pegangan selama sebulan," tambahnya.

"Sampai kapan kayak gini terus, Mas . Aku pingin punya tabungan agar bisa kebangun rumah sendiri," gumamku.

Dengan sisa uang belanja segitu, aku harus benar-benar memutar otak agar bisa cukup. Semoga aku bisa diberi kesabaran hingga bisa bertahan dengan keadaan ini.

****

Dor!

Dor!

Dor!

Pagi-pagi pintu kamar sudah digedor oleh ibu mertuaku. Biasanya aku bangun jam 4 sholat subuh lalu mulai mengerjakan pekerjaan rumah.

Mungkin karena efek obat jadi aku tidur terlalu nyenyak hingga tak terdengar adzan subuh.

"Bangun jangan molor aja, dasar pemalas!" teriak Ibu dari luar kamar.

"Udah hidup numpang, masih juga gak tahu diri!" Pagi-pagi kuping udah panas dengan omelan mertuaku.

Segera aku bangun dan ke kamar mandi sebentar lalu sholat subuh. Meskipun kesiangan aku gak boleh meninggalkannya.

Kulihat Raka menggeliat sepertinya dia akan bangun dari tidurnya. Dan benar saja bocah kecilku mulai membuka matanya.

Rupanya bayiku kehausan. Aku sempatkan diri memberinya Asi hingga kenyang. Kalo sudah tidur lagi, nanti bisa kutinggal untuk masak pikirku.

Namun kali ini dia sepertinya tak mau ditinggal, saat aku ingin menaruhnya di tempat tidur, dia malah menangis.

Kubangunkan Mas Ikhsan agar mau membantuku." Mas, kamu bangun dong. Gendong Raka bentar, aku mau masak."

"Udah kamu gendong aja dia, gak usah masak." katanya dengan mata masih terpejam.

Mas Ikhsan memang sulit sekali dibangunkan kalo sudah tidur. Dia seringkali meninggalkan sholat subuh.

"Nanti mau makan apa, Mas? Ibu bisa makin ngomel ntar," ucapku khawatir.

" Beli soto aja sana," tukasnya.

Akhirnya kuputuskan untuk membeli soto di depan gang. Aku berjalan sambil menggendong Raka. Ternyata menyenangkan sekali bisa jalan-jalan di pagi hari, udaranya sangat segar.

Biasanya di jam segini aku masih berkutat dengak kerjaan rumah. Tak pernah keluar kecuali hari sudah siang. Belanja pun cuma di depan rumah karena biasanya ada abang penjual sayuran lewat.

****

"Disuruh masak malah kelayapan!" pekik mertua begitu melihatku. Dia sedang duduk di kursi depan teras sambil nyemil gorengan bersama dengan Irda dan bayinya.

"Beli soto, Bu. Hari ini gak masak lauk karena tadi Raka rewel gak mau ditaruh." jawabku sambil ngeloyor pergi tak mau banyak kata.

"Kebetulan mbak, aku juga belum masak. Nanti minta dikit buat sarapan," seloroh Irda.

Begitulah rutinitas mereka tiap pagi. Duduk manis di depan teras rumah sambil ngeteh dan makan gorengan. Sedangkan aku sudah seperti babu mengerjakan semua pekerjaan rumah sendirian.

Tak jarang jika Raka tak mau ditinggal, aku beraktifitas sambil menggendongnya. Jika rumah tak rapi maka sepanjang hari mertua ajaibku itu akan terus ngomel dan membanting barang apa saja yang ditemuinya.

****

"Mas, sarapan dulu gih. Udah aku siapin di meja makan," ucapku pada mas Ikhsan yang baru keluar dari kamar mandi.

" Iya jangan lupa kopi buatku juga," pintanya. Aku lalu menyeduh air di teko kecil untuk membuat kopi.

Setelah memberikan pesanan Mas Ikhsan, aku masuk kamar dan kulihat ponsel miliknya yang diatas nakas bergetar.

Aku berniat memberikan pada pemiliknya. Tapi secara tak sengaja ada pesan masuk yang sempat kubaca di layarnya.

[ Mas , jangan lupa berangkat kerjanya bareng lagi ya ] tulis seseorang disana yang di kontak ternyata bernama Vanya.

Tak lama handphone itupun berbunyi, dan nama si pemanggil adalah Vanya. Mungkin karena mendengar suara ponsel miliknya berbunyi, Mas Ikhsan masuk ke kamar hendak mengambilnya.

Aku yang terkejut spontan memberikan ponsel ini kepadanya. "Ini ada panggilan masuk?" jawabku.

Mas Ikhsan lalu mengambil ponsel itu dan melihat siapa yang menelfonnya. Saat mengangkat dia sempat melirik kepadaku.

[ Halo ... iya tunggu di tempat biasa. Ini juga udah mau berangkat ] ucap Mas Ikhsan lalu diapun mematikan ponselnya.

Tanpa bertanya, suamiku itu menjelaskan maksud Vanya menghubunginya.

"Temanku Vanya minta berangkat bareng, kasihan dia gak ada yang anterin," jelas Mas Ikhsan.

"Bentar ... bukannya Vanya itu admin di kantor kamu ya, Mas? Dia kan udah punya suami kenapa gak minta anter suaminya aja." tanyaku

Aku ingat waktu acara tahun baru kemarin. Di kantor mas Iksan ada acara buat seluruh karyawan. Dan sebagian besar mengajak anggota keluarganya.

Saat itu aku sempat berkenalan dengan Vanya tapi dia tidak sendiri, dia bersama dengan suaminya.

"Dia baru pisah dengan suaminya. Sekarang pindah kos dekat sini," jelasnya.

"Kan bisa naik gojek atau apa gitu, Mas. Masak iya berangkat sama suami orang sih," rutukku.

"Emangnya kenapa sih? Searah juga, kan? Masak iya gak mau bantu teman."belanya.

"Yaudah aku mau berangkat dulu, takut kesiangan," katanya sambil berlalu meninggalkanku.

Aku mencoba berpikir positif terhadap suamiku . Semoga saja memang Mas Ikhsan cuma ingin membantu temannya itu.

****

"Naila, kamu tidur ya? tanya mertuaku saat aku baru menidurkan Raka di kamar.

"Kenapa, Bu?" jawabku.

"Sekarang kamu ke pasar belanja buat acara pengajian ibu besok. Ini daftar yang harus dibeli," perintah mertua sambil menyerahkan uang dan kertas berisi catatan belanja.

"Gimana sama Raka kalo ditinggal sendirian, Bu?"tanyaku.

Aku khawatir terhadap putraku itu karena jarak pasar lumayan jauh dari rumah. Bagaimana kalau dia terbangun dan ingin minum asi.

"Gak usah khawatir, dia kalo tidur lama suka molor kayak kamu. Beda sama Bagas anaknya aktif gak bisa ditinggal." Lagi-lagi mertuaku membandingkan cucunya.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Komen (2)
goodnovel comment avatar
Yani Artan
terima kasih udah mampir di ceritaku, Kak......
goodnovel comment avatar
Amstrong Nempung
bah...kumat darah tinggi ku membaca perilaku nya ini neneknya Raka........
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terbaru

  • Mertuaku Selalu Pilih Kasih   Pernikahan Naila dan Arya

    Amanda diusir dari tempat kost di mana ia tinggal bersama Anton. Ia kedapatan bermain serong dengan suami pemilik kost itu. Bukan hanya diusir, tapi juga dipermalukan di tempat umum karena mereka kepergok bermesraan di dalam kamar. Sedangkan Anton memilih tak peduli lagi dengan nasib perempuan itu. Karena sebenarnya dia juga hanya main-main dengannya, apalagi perempuan itu ternyata mudah sekali menjual harga dirinya. Anton berusaha menemui Irda untuk minta maaf, tapi Irda tak mau menerima suaminya itu kembali. Irda berpikir lebih baik bercerai dari pada menghabiskan seumur hidupnya untuk lelaki pengkhianat. Akhirnya Anton memilih pulang kampung ke tempat asal orangtuanya. Meskipun di sana dia sudah tidak ada orangtua setidaknya dia masih punya saudara yang mau menampungnya. Irda untuk saat ini hanya memikirkan mencari nafkah untuk anak semata wayangnya. Ia ingin menghidupi anak dan Ibunya dengan jerih payahnya sendiri. Takdir kehidupan membua

  • Mertuaku Selalu Pilih Kasih   Rencana yang Gagal

    Renata melihat kedua bocah itu bermain sendirian."Bim, ini waktu yang tepat. Cepat bawa paksa anak Naila sekarang juga!" Bimo, lelaki sewaan Renata menuruti perintah Bosnya. Dia berjalan santai ke arah dua bocah itu bermain. Sementara Naila merasa perasaannya tak tenang. Dia keluar mencoba melihat keadaan putranya. "Kamu mau kemana, Nai? tanya Arya yang sedang mencoba baju pengantinnya ketika melihat Naila keluar. "Bentar, Mas. Aku lihat anak-anak dulu." sahut Naila. Sekar masih asyik bermain dengan ponselnya. Dia tak menyadari bahaya mengintai buah hatinya. Bimo, lelaki sewaan Renata telah berada di hadapan Hazel dan Raka. Karena panik melihat Naila berjalan keluar, dia lantas menarik paksa salah satu bocah itu. Raka menangis dan Hazel berteriak meminta tolong, Naila yang mendengar teriakan minta tolong dan suara tangisan anaknya segera berlari. Dia melihat seorang lelaki menarik paksa Hazelia dan menggendongnya. Naila me

  • Mertuaku Selalu Pilih Kasih   Rencana Pernikahan

    Pak Andre dan Bu Hera berbicara kepada Arya soal rencana pernikahannya yang akan dipercepat. "Gimana, Arya? Kamu setuju kan jika pernikahanmu segera dilaksanakan?" tanya Bu Hera kepada putranya. "Iya, Ma. Aku sih setuju saja. Tinggal nanti minta tanggapan Naila dan keluarganya bagaimana." jawab Arya. "Rencananya jika kalian sudah menikah nanti, maka butik akan Mama serahkan kepadamu dan Naila. Sekar sudah sibuk dengan pekerjaannya jadi dia menolak mengelolah butik itu." Bu Hera menjelaskan. "Apakah Mama akan ikut Papa ke luar negeri?" tanya Arya. "Iya, Sayang. Lagian kamu juga sudah ada Naila, 'kan? Biar Mama dan Papa bisa bulan madu lagi di sana," sahut Pak Andre sambil melirik istrinya. Arya tersenyum mendengar perkataan Sang Papa. Dia berharap kelak bisa mengikuti jejak kedua orangtuanya. Tetap mesra meskipun usia sudah menua.**** Sekar telah mengetahui rencana pernikahan adiknya akan dipercepat. Mamanya sendiri yang telah me

  • Mertuaku Selalu Pilih Kasih   Perubahan Bu Sukma

    Sekar diam tak berani membantah lagi. Renata menatap Arya dengan wajah pias. Berharap sekali saja pria itu akan membelanya. Sedangkan Arya melengos ketika pandangan matanya tak sengaja bertabrakan dengannya. "Om, beri aku kesempatan sekali saja. Aku benar-benar tak bisa melupan Arya. Dia lelaki terbaik yang pernah hadir di hidupku." Renata memohon memasang wajah sedihnya. Pak Andre tidak lagi mengindahkan Renata. Dia teringat tujuan utamanya untuk makan malam kali ini. Dia lalu memandang Naila yang duduk di samping Arya. "Arya, diakah yang bernama Naila?" tanya Pak Andre. "Iya, Pa. Dia Naila, wanita yang aku cintai saat ini." ucap Arya dengan jantung berdebar. Pak Andre mengamati Naila lama. Tatapan matanya tajam memindai wanita itu. Naila mengangkat wajahnya ke arah pria yang memandangnya sedemikian rupa. Seketika timbul senyum di bibir manisnya. "Pak, Bapak yang di restoran waktu itu, 'kan? Terima kasih sudah membayar pesanan saya waktu itu," ucap Naila dengan senyum ramahnya.

  • Mertuaku Selalu Pilih Kasih   Makan Malam di Rumah Arya

    "Gak apa-apa dong, Mas. Nanti kita temui ayah kamu. Trus kenapa itu muka jadi kusut begitu?" tanya Naila mengajak Arya becanda. "Aku takut, Nai. Ayahku orang yang perfeksionis. Dia tak mudah menerima orang lain dalam keluarga kami. Aku takut kamu mundur jika dia mengatakan sesuatu yang tidak kita harapkan." Arya menjelaskan. Naila memandang mata kekasihnya. Digenggamnya tangan lelaki yang ada dihapannya saat ini. Dia mencoba meyakinkan pria itu akan kesungguhan hatinya. "Mas, selama kamu bersamaku dan memperjuangkan cinta kita, maka aku akan berjuang bersamamu." ucap Naila yakin. Arya tersenyum lega mendengar penuturan kekasihnya itu. Setidaknya Naila akan selalu bersamanya dalam situasi sulit sekali pun. "Oh iya, Nai. Ini ada titipan gamis dari Mama. Gunakan nanti saat makan malam ya," ucap Arya. Naila menerima gamis pemberian Bu Hera dengan senang hati."Iya, Mas. Terima kasih."**** Malam itu Naila sudah berpamitan kepada kedua

  • Mertuaku Selalu Pilih Kasih   Kekhawatiran Arya

    Rani tersenyum memandangi cincin pemberian Rendi yang terpasang di jari manisnya. Gadis itu masih tak percaya bisa sampai di tahap ini. "Eh, senyum-senyum sendiri. Ada kabar bahagia nih kayaknya," goda Naila pada sepupunya. "Mbak, liat ini cincin pemberian Mas Rendi." Rani menjawab seraya menunjukkan jari manisnya. "Cantik banget! Jadi dia sudah melamarmu?" tanya Naila turut bahagia. "Iya, Mbak. Mas Rendi gak mau lama-lama pacaran. Rencananya, minggu-minggu ini dia akan datang ke rumah bersama keluarganya untuk lamaran secara resmi," ujar Rani dengan mata berbinar. "Selamat ya, Ran. Semoga bisa sampai ke pelaminan," sahut Naila mendoakan. "Aamiin ... Semoga Mbak Naila bisa segera menyusul juga," sahut Rani balik mendoakan Naila. Kedua perempuan yang masih saudara sepupu itu saling berpelukan. Saling memberikan doa dan semangat untuk mencapai kebahagiaan.**** Rendi dan keluarganya datang ke rumah Rani untuk melamar secara

  • Mertuaku Selalu Pilih Kasih   Bertemu Pria Asing

    Rendi mengajak Rani dinner di sebuah restoran. Malam itu Rendi ingin membicarakan tentang sesuatu hal kepada kekasihnya. "Tempatnya asyik ya, Mas." ucap Rani. "Iya aku sengaja memesan tempat ini untuk berbicara hal penting sama kamu, Ran." jawab Rendi memasang wajah dingin di hadapan Rani. "Emang ada hal penting apa, Mas?" tanya Rani yang melihat ada perubahan di mimik wajah kekasihnya. "Ran, maafkan aku." Rendi berkata dengan menunduk menghindari tatapan dari perempuan di hadapannya. Rani merasa ada hal buruk yang akan disampaikan oleh pria di depannya itu."Ada apa, Mas?" "Aku-aku gak bisa lagi berpacaran denganmu, Ran ...." lirih Rendi sedih. Mata Rani mulai berembun,"kenapa, Mas? Apa ada orang lain di hati kamu?" "Aku gak bisa lagi menjadikanmu pacar karena aku ingin menjadikanmu istriku, Ran," ucap Rendi dengan senyum manisnya. Rani menangis mendengar ucapan Rendi. Air mata meluncur dari mata sendunya. Rendi gel

  • Mertuaku Selalu Pilih Kasih   Meminta Maaf

    Arya berjalan bolak-balik di depan teras rumah. Tangannya memegang ponsel untuk menelpon Naila berkali-kali namun tak tersambung. Dia telah bertanya pada tetangga sebelah rumah Naila. Katanya Naila bersama kedua orangtuanya pergi ke rumah Ikhsan, mantan suami Naila. Hal itu tentu saja membuat Arya khawatir. Dia takut pikiran Naila berubah dan akan kembali lagi ke suaminya. Tak lama mobil Naila memasuki halaman rumah. Arya tersenyum ramah pada Bu Rima dan Pak Ahmad. Dia juga menyempatkan diri menyapa Raka. Kedua orangtua Naila langsung masuk ke dalam membawa Raka cucunya. Mereka ingin membersihkan diri dulu. "Mas Arya, udah lama di sini?" tanya Naila. Arya dengan wajah dinginnya menyahut pertanyaan Naila," Iya sampai kering aku di sini," Naila menatap kekasihnya itu. Dia merasa sikap Arya tak seperti biasanya. "Masuk dulu, Mas. Kamu mau minum apa?" tanya Naila. "Air es aja biar dingin hatiku," sahut Arya cuek tanpa m

  • Mertuaku Selalu Pilih Kasih   Berita Duka

    Pak Jaka terlihat semakin pucat. Tangannya tak lepas memegang dadanya yang terasa sakit. Dia mencoba berbicara namun tak bisa. Tangannya mengisyaratkan minta tolong pada istrinya yang menangis sedih dengan kelakuan menantunya. "Bu ... Bu, to-" BUGH!! Pak Jaka jatuh terjerembab. Bu Sukma terlonjak kaget. Wanita itu menjerit histeris mendapati suaminya tak sadarkan diri. "Irda, tolongin Bapakmu, Nak!" seru Bu Sukma. Irda dan Anton menghambur ke arah Bu Sukma. Mereka menggoncang tubuh Pak Jaka. Namun, tak ada reaksi darinya. Ikhsan keluar karena suara ribut-ribut di depan kamarnya. Disusul Amanda di belakangnya. "Akhirnya keluar juga kamu, Mas," seru Irda dengan berurai air mata. "Ada apa ini, Bu? Irda? Kenapa sama Bapak?" tanya Ikhsan. "Ini semua karena ulah mereka, Mas," Irda menatap nyalang pada Amanda dan Anton. Anton menunduk takut di depan Ikhsan, sedangkan Amanda masih bingung dengan apa yang terjadi.

Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status