Share

Bab 2_Hampa

last update Last Updated: 2022-10-24 21:52:17

BAB 2

Siang itu Airin masih bergelut dengan setumpuk file yang harus ia periksa. Ada beberapa desain terbaru harus ia cek sebelum lanjut ke produksi dan pameran. Ada dua cabang baru yang peresmiannya baru akan dilaksanakan bulan depan.

Airin sangat ulet dalam menjalankan bisnisnya ini. Sebenarnya ia tidak mempunyai dasar ilmu berbisnis. Namun, wanita itu memiliki bakat di bidang desain.

Dulu, ia sempat bercita-cita ingin melanjutkan pendidikan di bidang fashion, sempat bercita-cita ingin menjadi seorang desainer ternama. Namun, keadaan ekonomi keluarga menghentikan langkah dan cita-citanya.

Pendidikannya berhenti hanya sampai di bangku SMA saja, setelah itu dia mencoba melamar pekerjaan sebagai buruh pabrik garmen hingga kecelakaan yang menimpa sang ayah dan akhirnya ia menerima pinangan Bram.

Setelah menikah, Bram memboyong Airin untuk tinggal di Jakarta. Bram sangat memanjakan Airin yang kala itu masih sangat muda, dua puluh satu tahun. Dua orang anak Bram yang keduanya perempuan, dari pernikahan sebelumnya sudah berkeluarga dan usianya masih di atas usia Airin.

Mereka tidak mempermasalahkan pernikahan ayahnya dengan perempuan yang jauh lebih muda, bahkan di bawah usia mereka, karena mereka sadar ayahnya butuh seseorang untuk menemani di hari tua. Sementara mereka masing-masing sudah memiliki keluarga dan ikut suami yang kebetulan dua-duanya mendapat jodoh orang luar.

Saat kumpul keluarga pun mereka tetap bersikap hormat pada Airin dengan memanggilnya Mami dan menyaksikan sendiri bagaimana kebahagiaan ayahnya beristrikan Airin yang lembut dan penyayang. Begitu pun dengan Kenzo, mereka menyayangi anak kecil itu sebagai adik kandung satu bapak.

Airin yang biasa bekerja dan tak suka berleha-leha, mengutarakan keinginannya untuk membuka toko baju kecil dan disetujui oleh Bram dengan satu syarat Airin tak boleh kecapean.

Toko baju yang semula kecil dan hanya toko baju biasa di sebuah mal, berkembang pesat dan Airin mulai menambah usahanya dengan membuka sebuah butik dan bekerja sama dengan beberapa desainer. Sementara toko baju ia serahkan pada orang kepercayaannya untuk dikelola, tetapi Airin setiap satu minggu sekali datang untuk mengontrol perkembangan usaha dan para karyawannya.

Tak heran kalau semua karyawan sangat dekat dan menghormatinya karena sikap Airin yang selalu memperlakukan semua karyawannya dengan baik.

Tok ... tok ... tok ....

Suara ketukan di pintu membuat Airin berpaling, tampak Mitha —orang kepercayaannya—di butik, berdiri di ambang pintu seraya tersenyum dan berkata, “Bu, di depan ada Bu Ratih. Mau menunggu di depan atau biar saya antar ke sini?”

“Oh, sudah datang, ya? Bilang tunggu sebentar, ya, saya segera ke depan.”

“Baik, Bu.”

“Terima kasih, Mitha.”

“Sama-sama, Bu.”

Saking fokusnya Airin memeriksa beberapa file, sampai-sampai ia lupa bahwa hari ini ada janji dengan Ratih, sahabatnya. Kebetulan sudah waktunya makan siang, jadi Airin memutuskan untuk makan siang dengan sahabatnya itu.

Gegas ia memisahkan file yang sudah diperiksa dan yang belum untuk dilanjutkan lagi nanti setelah pergi dengan sahabatnya itu.

“Hai, Beib.” Ratih langsung menghampiri Airin begitu wanita bertubuh mungil ini tiba di tempat ia menunggu seraya melihat-lihat koleksi terbaru di butik sahabatnya ini.

“Aduh, sorry, bikin lo nunggu, lama, ya?” Airin merasa tak enak membuat Ratih menunggunya.

“Aishh ... kek sama siapa aja, lo.” Ratih menimpali seraya mengibaskan tangannya.

“Gimana kalo kita makan siang di cafe biasa? Lo juga belum makan, ‘kan?” Airin menawarkan.

“Yoklah.”

“Eh, pake mobil gue aja, ya, mobil lo taro sini.”

“Ok, nggak masalah.”

Lalu kedua perempuan modern itu melangkah dengan anggun keluar butik menuju mobil Airin yang ada di pelataran parkir.

“Butik, lo lumayan rame juga, ya, Rin.”

“Ya, Alhamdulillah. Disyukuri.”

“Lo enak, Rin. Hidup lo beruntung banget. Punya suami tajir, baik, sayang banget sama lo, pengertian, anak yang manis, pintar. Aaah ... udah paket komplit bener idup, lo. Lah, gue? Punya laki doyan main cewek doang buat apa? Bagusan juga gue tendang duluan sebelum gue kena tendang.” Ratih terkekeh di akhir kalimat yang diucapkannya.

“Sabar, itu artinya dia gak baik buat lo, Tih. Lo masih muda, cantik, nikmati dulu kesendirian lo. Jan kebelet kawin lagi, lo, ya.” Airin menimpali dengan sedikit candaan.

“Kalo gue kebelet anu gimana, dong.”

“Anu, apaan?”

“Ya, anu ... hilih ... hahaha,” Ratih yang agak sedikit nyablak meledakkan tawanya sementara Airin hanya senyum-senyum seraya fokus menyetir.

Tak lama mereka tiba di sebuah kafe yang sudah sering kali mereka kunjungi. Meja dengan posisi paling pojok menjadi pilihan untuk menikmati makan siang kali ini. Tempat itu menjadi favorit mereka setiap kali bertemu atau hanya untuk sekadar melepas penat dengan pekerjaan masing-masing.

“Kerjaan lo, gimana, Tih?”

“Alhamdulillah, kalo urusan kerjaan gue lancar, Rin. Cuma urusan anu aja gue mentok, hahaha ....” Ratih menjawab sekenanya yang membuat Airin geleng-geleng kepala.

“Eh, Rin, minggu depan gue ada tugas ke luar kota satu minggu. Kalo kerjaan gue kelarin sebelum satu minggu itu, gue ada waktu ‘kan buat jalan-jalan di sana. Susul gue, ya, please ....” Ratih berkata seraya menangkupkan kedua tangannya.

“Ke mana?” tanya Airin masih dengan mode cueknya.

“Surabaya.”

“Hmm ... nanti, ya, gue liat jadwal dulu, kalo bisa, ya, gue mesti izin paksu juga.”

“Pasti diizini, lah, laki lo ‘kan pengertian, gak kaya laki gue! Apa-apa gak boleh! Ini itu gak usah! Eh, ujungnya dia yang bedebah! Dulu sering tanya di mana, Yank? Gue pikir dia perhatian ma gue, ternyata cuma buat memastikan aja posisi gue di mana, biar dia leluasa jalan sama gundiknya!”

“Hahaha ... sabar, Bu, sabar. Sepertinya Ibu butuh makan dulu, deh. Eh, sebentar ... Ibu bilang apa tadi? Laki gue? Cieee ... cieee ... ada yang belum move on, nih ....” Airin menggoda Ratih yang masih terlihat geram saat ingat akan kelakuan mantan suaminya.

“Ish, najong! Amit-amit ... amit-amit.” Ratih mengentakkan kaki dan mengetuk-ngetuk kepalan tangannya pada meja yang membuat Airin terkekeh melihat tingkah sahabatnya itu.

“Udah, kita makan dulu, tuh, udah datang pesanan kita.”

“Makan banyak, nih, gue.”

“Lapar banget?”

“No, kalo inget ini, nafsu makan gue naik drastis.” Ratih berkata seraya menyendokkan nasi ke dalam piringnya.

Airin senyum-senyum melihat tingkah sahabatnya, hanya dengan Ratih ia sering ketemu dan jalan bareng. Sudah hampir satu tahun ini sahabatnya menyandang gelar single parents, suaminya selingkuh dengan teman satu kantornya dan Ratih memilih untuk melepaskan ketimbang memaafkan. Mungkin karena mereka belum memiliki anak sehingga Ratih dengan keyakinan penuh memilih berpisah.

Airin menarik napas panjang, ucapan Ratih tadi yang mengatakan dirinya sangat beruntung, hidupnya sempurna, paket komplit. Aamiin. Hanya itu yang bisa ia jawab, tanpa Ratih tahu keadaan batinnya yang hampa.

Mereka asyik menikmati menu makan siang yang terasa sangat nikmat. Sejenak Airin melupakan apa yang bergejolak dalam hatinya belakangan ini. Ia harus mengisi dulu perutnya karena setelah ini masih banyak kerjaan yang harus segera diselesaikan.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Merusak Pagar Ayu   Bab29_Takdirkah ini? ( ENDING )

    Setelah melewati beberapa kali rangkaian pemeriksaan, akhirnya Airin dijadwalkan untuk menjalani operasi siang ini. Semua sedang dipersiapkan tinggal menunggu tim menjemput dan membawanya ke ruang operasi. “Sayang ... aku yakin kamu bisa sembuh dan aku akan selalu berdoa untuk kesembuhanmu.” “Pi, maafkan aku—” “Sstt ... sudah, jangan memikirkan yang lain dulu, sekarang kita fokus untuk kesembuhanmu. Aku yakin kamu pasti kuat, Mi.” “Tidak, Pi, aku takut aku tak bisa membuka mata lagi dan aku belum mendapatkan maaf darimu, Pi.” “Sayang—kita lupakan semuanya dan Insya Allah—aku sudah memaafkanmu.” Tutur Bram tulus, meski di dalam hatinya ada rasa sakit yang teramat menggores. Namun, setelah melewati proses merenung dan menjalankan salat istikharah, ia memutuskan untuk memaafkan Airin dan berjanji akan membimbingnya ke arah yang lebih baik lagi. Meski jujur harus diakuinya ada rada yang sangat tak nyaman saat mengingat bahwa istri yang teramat dia sayangi pernah membagi tubuh dan hat

  • Merusak Pagar Ayu   Bab28_Terbang ke Penang

    “Semua berkas sudah siap dan saya juga sudah membuat janji dengan Dokter Victor, Pak Bram bisa segera berangkat.” Dokter Faizal berbicara dengan Bram di ruang kerjanya.Malam ini juga Airin akan segera diterbangkan ke Penang untuk menjalani pengobatan, ia akan menjalani operasi Whipple. Operasi Whipple adalah operasi yang melibatkan pengangkatan bagian kepala pankreas, bagian pertama dari usus kecil ( duodenum ), dan sebagian dari saluran empedu, kantong empedu, dan terkadang sebagian lambung. Umumnya, operasi ini digunakan untuk menangani kanker pankreas. Untuk penderita di stadium 1,2, dan 3 yang belum parah, telah banyak penderita sembuh total setelah menjalani operasi ini.“Terima kasih banyak atas bantuannya, Dokter.” Dengan tangan gemetar Bram menerima semua berkas yang harus ia bawa untuk diserahkan pada pihak rumah sakit di Penang. Hati Bram hancur menerima semua kenyataan ini. Namun, ia harus tetap tegar dan kuat demi untuk kesembuhan wanita yang sangat ia sayangi. “Oke, jik

  • Merusak Pagar Ayu   Bab26_Airin Kritis

    “Jadi, istrinya Dazel berasal dari Karawang? Sama dengan aku?” Airin berkata di dalam hatinya. Sesaat ingatannya tertuju pada kampung halaman, orang tua, teman, dan saudara-saudaranya yang entah sudah berapa lama tak berjumpa. Lalu Airin teringat akan Wulan, teman semasa kecil yang sudah sekian lama tak diketahui kabarnya. Semenjak Airin menikah dan menetap di Jakarta, ia jarang sekali pulang ke kampung dan saat Wulan menikah pun Airin tak mengetahuinya.“Sayang ....”Dazel menggenggam tangan Airin dan menciuminya ingin rasanya ia memeluk tubuh mungil Airin. Namun, melihat kondisinya yang lemah Dazel takut malah akan menyakitinya.“Sayang, kamu kenapa bisa seperti ini? Sakit apa?”“Dazel, apa kamu mencintaiku?”“Tentu saja, aku sangat mencintaimu, Sayang, kenapa kamu bertanya seperti ini? Kenapa meragukan aku? Kita telah bersama selama tiga tahun, apa yang kamu ragukan, Sayang?”“Boleh aku meminta sesuatu?”“Katakanlah—““Ti—tinggalkan aku.”Dazel merasa seperti terhempas ke dalam ju

  • Merusak Pagar Ayu   Bab26_Kedatangan Dazel

    BAB 26“Tambah lagi, ya, makannya?” Bram membujuk Airin yang beberapa hari terakhir ini susah sekali untuk makan. Dalam dua minggu terakhir ini atau selama ia sakit, berat badannya menurun drastis. Tubuh mungilnya semakin kurus dan pucat.“Udah, Pi,” Airin menjawab dengan lemah.Dua pekan sudah Airin terbaring di rumah sakit, keinginannya untuk bed rest di rumah tak dikabulkan pihak rumah sakit mengingat seringnya Airin mengalami drop dan tiba-tiba mengalami rasa sakit yang teramat sangat pada perut bagian atas kiri dan kemudian menyebar hingga ke bagian belakang. Rasa nyeri itu akan semakin bertambah saat ia sedang makan atau berbaring.Bram meletakkan piring yang isinya hanya beberapa sendok saja yang berhasil ia suapkan pada Airin. Ia melirik arloji yang melingkar di tangannya, jarum jam baru menunjukkan pukul sembilan pagi lebih beberapa menit saja. Ia sudah membuat janji bertemu dengan Dokter Faizal untuk membicarakan tentang pengobatan Airin yang akan diberangkatkan ke Penang at

  • Merusak Pagar Ayu   Bab25_Berpulang

    BAB 25Dada Dazel bergemuruh hebat saat ia menerima telepon dari ART-nya yang mengabarkan kalau istrinya ditemukan tak sadarkan diri di dalam kamar.Dirinya yang saat itu sedang berbunga-bunga karena baru saja membuat janji bertemu dengan wanita lain yang tiga tahun terakhir ini mengisi hatinya, bertakhta setara dengan Regina. Dazel mencintai keduanya tanpa ada perbedaan. Dazel bukan mencintai Airin karena nafsu atau karena kemiripan wajah Airin dengan Regina, tetapi Dazel benar-benar mencintai Airin dari lubuk hati terdalam. Di tengah rasa paniknya, Dazel masih menyempatkan diri mengabari Airin dan meminta maaf harus membatalkan rencana kencan mereka. [Sayang ... maaf, untuk hari ini kita batal bertemu, aku ada urusan mendadak.] Dazel memberikan alasan batalnya pertemuan mereka. Namun, setelah beberapa saat menunggu tak juga ada balasan dari Airin. Dazel berusaha menelepon kekasih hatinya, tetapi tak juga dijawab olehnya. Rasa cemas dan takut kehilangan mendera hati. Ia sangat men

  • Merusak Pagar Ayu   Bab24_Kehilangan

    Bab 24Gundukan tanah merah itu masih basah, bunga-bunga segar pun masih bertaburan di atasnya. Orang-orang berbaju hitam yang tadi memenuhi area pemakaman untuk menghadiri acara pemakaman seorang wanita, satu per satu telah meninggalkan pemakaman. Kini, tinggallah seorang lelaki duduk termenung di samping batu nisan yang bertuliskan : REGINA PUTRI WULANDARILahir : Majalengka, 03 Januari 1989Wafat : Jakarta, 09 Februari 2022Lelaki itu adalah Dazel. Lelaki yang beberapa jam lalu masih memeluk tubuh istrinya yang semakin melemah. Ya, Dazel adalah seorang suami dengan dua orang anak. Ia sebenarnya lelaki baik yang begitu menyayangi keluarganya. Namun, sejak empat tahun yang lalu, tepatnya sejak Egi—panggilan—untuk Regina, divonis menderita leukimia stadium empat, hidupnya serasa hancur apalagi kedua anaknya masih sangat memerlukan perhatian penuh dari seorang ibu. Dazel berusaha mencari pengobatan yang terbaik untuk istrinya. Tak pernah sekalipun ia lalai mengurusi pengobatan dan

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status